SuaraJogja.id - Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) mencatat hingga Mei 2024 sedikitnya ada 129 juta orang Indonesia yang memiliki utang pinjaman online atau pinjol dengan total penyaluran dana pinjaman Rp874,5 triliun.
Walaupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tercatat telah memblokir sebanyak 8.271 pinjaman online (pinjol) ilegal. Pinjol ilegal itu diblokir dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir.
Lantas, bagaimana fenomena tersebut dapat terjadi dan apa yang harus diperhatikan masyarakat?
Dosen sekaligus Kepala Program Studi Manajemen FEB UGM I Wayan Nuka Lantara, menyebut fenomena tingginya penggunaan pinjol ini cerminan kebutuhan mendesak masyarakat. Termasuk dalam akses keuangan yang cepat dan mudah.
Dia mengatakan pemerintah perlu memperketat pengawasan dan penegakan hukum terhadap penyedia pinjol ilegal. Dibarengi dengan memberikan edukasi kepada masyarakat agar lebih berhati-hati.
"Masyarakat sebisa mungkin perlu membangun dana darurat untuk solusi jangka panjang dan diharapkan bijak dalam mengelola keuangan beserta menerapkan skala prioritas," kata Wayan dalam keterangannya, Selasa (27/8/2024).
Wayan bilang literasi keuangan yang memadai menjadi kunci penting untuk mencegah masyarakat terjerumus ke dalam jerat pinjol yang merugikan.
Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan seksama oleh masyarakat. Mulai dari memeriksa kelegalan penyedia pinjol terlebih dahulu dalam daftar penyelenggara pinjol yang diterbitkan OJK.
Lalu memberi perhatikan terkait transparansi informasi mengenai suku bunga, biaya, dan syarat-syarat pinjaman. Pastikan kontraknya transparan.
Baca Juga: Guru Terbebani Secara Administratif, Platform Merdeka Mengajar Sekadar Menghapal Kurikulum
Selain itu masyarakat perlu untuk cermat mengamati metode penagihan. Pinjol legal harus mematuhi kode etik penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi terkait sehingga cara penagihannya tidak kasar dan intimidatif.
"Apabila sudah terjerat pinjol ilegal, langkah pertama yang penting adalah berhenti membayar pinjaman tersebut dan segera melaporkan kasusnya ke OJK dan polisi," ucapnya.
"Hindari intimidasi atau ancaman dari penagih dengan tidak berkomunikasi lebih lanjut dan simpan bukti-bukti penyalahgunaan. Lembaga Bantuan Hukum [LBH] juga dapat diandalkan untuk memberi masukan dan pendampingan," imbuhnya.
Wayan mengungkapkan ada solusi lain bagi masyarakat untuk mendapat pinjaman lebih aman. Dalam bal ini dengan meminjam dari lembaga keuangan formal, seperti bank atau koperasi yang menawarkan suku bunga lebih rendah dan persyaratan yang lebih jelas.
Jika membutuhkan pinjaman dalam jumlah kecil, program pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) bisa menjadi alternatif karena menawarkan suku bunganya yang disubsidi dan persyaratannya ringan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Pernah Minta Pertamina Bikin 7 Kilang Baru, Bukan Justru Dibakar
-
Dapur MBG di Agam Dihentikan Sementara, Buntut Puluhan Pelajar Diduga Keracunan Makanan!
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
-
Harga Emas Antam Terpeleset Jatuh, Kini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
-
Roy Suryo Ikut 'Diseret' ke Skandal Pemalsuan Dokumen Pemain Naturalisasi Malaysia
Terkini
-
Aktivitas Merapi Meningkat: Awan Panas Sejauh 2 KM, BPPTKG: Masyarakat Jangan Panik, Tapi...
-
Setelah Pembatasan Gagal, Jogja Ambil Langkah Ekstrem: Larang Total Kantong Plastik Sekali Pakai
-
SaveFrom vs SocialPlug Download Speed Comparison: A Comprehensive Analysis
-
Kunjungan ke UGM, Megawati Ragukan Data Sejarah Penjajahan dan Jumlah Pulau Indonesia
-
Bukan Sekadar Antar Jemput: Bus Sekolah Inklusif Kulon Progo Dilengkapi Pelatihan Bahasa Isyarat