SuaraJogja.id - Sekitar 69 seniman, mahasiswa dan seniman anak dari Indonesia kembali memamerkan karya-karya seni mereka kali ini. Alih-alih di ruang pamer galeri, mereka menghadirkan karyanya di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta dalam pameran seni rupa bertajuk "Indonesia 100%".
Mengangkat isu nasionalisme karena bertepatan dengan peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan RI, pameran kali ini menampilkan 99 karya seni dua dan tiga dimensi ini menempati tiga lantai Galeri Seni Nusantara di Kampus Terpadu UNU. Sebut saja Nasirun, Agus Noor, Bambang Herras, Nano Warsono, Putu Sutawijaya, Yuswantoro Adi, Nyoman Darya, Eddie Sunaryo dan lainnya.
Bukan tanpa sebab. Pameran yang berlangsung dari 31 Agustus hingga 30 September 2024 ini digelar sebagai bukti komitmen UNU dalam memadukan pendidikan tinggi dengan apresiasi seni dan nilai-nilai nasionalisme.
"Kehadiran anak-anak dan mahasiswa dalam pameran ini bukan sekadar pelengkap, tapi bentuk nyata dari nasionalisme partisipatif yang kami usung. Karya anak-anak menunjukkan otentisitas yang belum tersentuh konvensi seni mainstream," papar Rektor UNU Yogyakarta, Widya Priyahita dikutip Sabtu (31/8/2024) petang.
Menurut Widya, pameran kali ini juga menandai peresmian Gus Dur Corner. Tempat tersebut menjadi simbol integrasi nilai-nilai pluralisme dalam seni dan pendidikan.
Pameran tersebut juga menjadi penanda eksistensi seni di lingkungan kampus. Setiap sudut kampus dijadikan ruang berekspresi sekaligus apresiasi seni yang bisa diakses masyarakat umum.
"Ini bukan sekadar pameran, tapi juga laboratorium sosial yang mempertemukan berbagai latar belakang karena karya seni adalah medium olah rasa, mengasah kepekaan kita terhadap sekitar, menumbuhkan sisi apresiasi kita pada estetika, dan ujungnya meluaskan khazanah kemanusiaan kita," tandasnya.
Sementara kurator pameran, A Anzieb mengungkapkan, pameran kali ini menunjukkan beragamnya proses kreatif penciptaan karya oleh para perupa, terutama melalui pemahaman kultur Nusantara yang inklusif. Sebab seni di Indonesia diisi oleh budaya masyarakat lisan yang menggunakan intuisi, imajinasi, pengalaman, narasi, hingga keyakinan atau religiusitas sebagai sebuah kecerdasan perasaan.
"Namun, di sisi lain, berkembang pula seni wacana dari Barat yang mengutamakan kecerdasan pikiran," ujarnya.
Baca Juga: Terinspirasi Alien? Warga Yogya Bangun 'Kampung UFO' Ramah Lingkungan
Eddi menambahkan, dia bangga karya lukisnya "Sembilan Pilar" dipajang berdampingan dengan karya mahasiswa dan anak-anak. Hal itu menghilangkan sekat-sekat perbedaan.
"Saya sangat terkesan dengan keberanian UNU memadukan berbagai generasi dalam satu ruang pameran," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
Terkini
-
Warga Jogja Merapat! Saldo DANA Kaget Rp299 Ribu Siap Bikin Hidup Makin Santuy, Sikat 4 Link Ini!
-
Rusa Timor yang Berkeliaran di Jalanan Sleman Akhirnya Tertangkap, Begini Kondisinya
-
ARTJOG 2026 Siap Guncang Yogyakarta, Usung Tema 'Generatio' untuk Seniman Muda
-
Komdigi Tegaskan Pembatasan Game Online Destruktif, Gandeng Kampus dan Industri Optimasi AI
-
Anak Kos Jogja Merapat! Saldo DANA Kaget Rp 299 Ribu Siap Bikin Akhir Bulan Aman, Sikat 4 Link Ini!