SuaraJogja.id - Prevalensi stunting di Kabupaten Sleman kembali menunjukkan terus yang menurun. Jika sebelumnya berada di angka 4,51 persen kini menjadi 4,41 persen.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan (PMK), Samsul Bakri mengatakan tak mau lengah dengan perkembangan baik itu. Pihaknya akan terus berupaya untuk mewujudkan Sleman bersih dari stunting atau 'zero stunting'.
"Penanganan stunting membutuhkan peran dari semua pihak. Harapan kami dengan pembinaan KPM (Kader Pembangunan Manusia) ini dapat menambah pemahaman masyarakat untuk bersama menangani stunting," kata Samsul, Jumat (18/10/2024).
Samsul menuturkan pembinaan itu dilakukan sebagai langkah nyata Kabupaten Sleman untuk meminimalisir pertumbuhan angka stunting. Peran KPM penting sebab mereka yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
"KPM ini akan bersentuhan langsung dengan masyarakat, sehingga diharapkan penanganan stunting dapat lebih optimal dan menghasilkan angka yang semakin turun," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Cahya Purnama menuturkan saat ini masih ada empat kapanewon yang mencatatkan angka stunting tinggi di Sleman. Wilayah itu yakni Kapanewon Minggir dengan angka 8,5 persen, Kapanewon Pakem sebesar 7,5 persen, lalu Kapanewon Seyegan sebesar 7,08 persen, dan Kapanewon Turi sebesar 6,61 persen.
"Seyegan dan Pakem tertinggi pada tahun 2023, sekarang bergeser ke Minggir dan Turi, meskipun Seyegan dan Pakem masih tinggi juga," ujar Cahya.
"Jadi masih pada pola asuh yang belum bagus. Salah satunya menitikberatkan pada camilan ke anak, tidak ada jadwal teratur ketika makan, ini dimulai ketika MPASI," imbuhnya.
Kemiskinan sendiri, kata Cahya, hanya berperan 5 persen dari kasus stunting yang ada. Sedangkan 90 persen ke atas disebabkan oleh pola asuh.
Baca Juga: Viral Baliho Kampanye Paslon Nomor 2 Sleman Bernada Seksis, Danang Maharsa Berikan Penjelasan
Ada pula kasus stunting yang disebabkan akibat ibu hamil yang melahirkan bayi prematur. Dia menyebut penanganan bayi prematur atau dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yang itu masih kurang optimal.
"Perilaku merokok di rumah tangga juga, ini menyebabkan infeksi pernapasan berulang pada balita," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Ulah Polos Siswa Bikin Dapur SPPG Heboh: Pesanan Khusus Lengkap dengan Uang Rp3.000 di Ompreng!
-
Numpang Tidur Berujung Penjara: Pria Ini Gasak Hp Teman Kos di Sleman
-
Waduh! Terindikasi untuk Judol, Bansos 7.001 Warga Jogja Dihentikan Sementara
-
Dijebak Kerja ke Kamboja: Pemuda Kulon Progo Lolos dari Sindikat Penipuan hingga Kabur Lewat Danau
-
Banding Kasus TKD Maguwoharjo: Jogoboyo Edi Suharjono Lawan Vonis Berat