Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Sabtu, 02 November 2024 | 11:42 WIB
Gunungan sampah di Kampung Jogoyudan, Gowongan masih terlihat, Selasa (02/7/2024) meski Pemkot berjanji mengangkut 5.000 ton sampah ke TPA Piyungan. [Kontributor/Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Pemkot Yogyakarta mewacanakan kebijakan pembayaran sampah di depo-depo. Ujicoba ini diberlakukan 29 Oktober hingga 4 November 2024.

Wacana ini pun mendapatkan tanggapan sejumlah pihak.  Kadiv Kampanye Walhi DIY, Elki Setiyo Hadi menyebutkan, kebijakan tersebut dirasa tak efektif untuk mengatasi masalah sampah di Kota Yogyakarta. Apalagi bila tidak dibarengi dengan perencanaan yang jelas mengenai penggunaan retribusi yang akan ditarik dari masyarakat.

"Jika retribusi ini hanya sekadar menjadi beban bagi masyarakat tanpa solusi konkret, maka kebijakan ini berpotensi hanya akan menambah kegaduhan di masyarakat," paparnya di Yogyakarta, Jumat (01/11/2024).

Apalagi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, menurut Elki saat ini belum memiliki rencana terpadu untuk menangani permasalahan sampah dari hulu ke hilir. Karenanya kebijakan tersebut dirasakan tidak akan berdampak signifikan dalam rangka menekan konsumsi yang berlebihan dan mencegah penumpukan sampah.

Baca Juga: Bantul Siap Operasikan TPST Modalan, Olah 50 Ton Sampah Per Hari

"Tapi tanpa sistem yang terintegrasi, tidak akan ada dampak yang signifikan," tandasnya.

Elki menambahkan, kebijakan retribusi tersebut juga akan membebani masyarakat karena akhirnya menjadi kebutuhan sehari-hari yang wajib dipenuhi. Hal ini akan memberatkan ditengah kondisi ekonomi masyarakat saat ini.

"Selama Pemkot Yogyakarta belum mengembangkan sistem yang menyeluruh untuk mengatasi sampah, perubahan retribusi seperti ini hanya akan memberikan tekanan tambahan kepada warga tanpa memberikan solusi yang nyata," ungkapnya.

Sementara salah seorang warga Tegal Panggung, Yanti mengaku ujicoba sistem penimbangan sampah di depo Argo Lubang menyulitkannya. Dia harus antri panjang untuk bisa membuang sampah.

 “Sudah dua minggu kami antre untuk menimbang sampah yang dibawa," jelasnya.

Baca Juga: Tok, Sri Sultan HB X Terbitkan Larangan Jual Miras Online di Jogja

Yanti mengaku, proses penimbangan yang dilakukan satu per satu ternyata membuat mereka kehilangan banyak waktu. Apalagi penimbangan dilakukan di pagi hari saat mereka bergegas untuk memulai aktivitas dan bekerja.

Belum lagi warga sebenarnya sudah membayar iuran sampah di RT masing-masing. Kebijakan tersebut akan semakin memberatkannya.

"Tapi saya juga sudah membayar iuran sampah di RT, jadi rasanya dobel, semakin banyak pengeluaran," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More