SuaraJogja.id - 'Nenek Moyangku Seorang Pelaut' menjadi nyanyian yang senantiasa membekas di sanubari Sugeng (35). Pria asal Dusun Watubelah, Kemadang itu memilih jalan hidup sebagai nelayan di wilayah Pantai Baron mengikuti jejak keluarganya.
Selepas lulus SMA tahun 2002 yang lalu, Sugeng mulai terjun sebagai nelayan setelah ikut sang kakak. Keduanya menekuni sebagai nelayan mengikuti jejak ayah mereka yang juga telah menekuni profesi tersebut bertahun tahun.
Meski telah memilih jalan hidupnya sebagai nelayan, pada tahun 2006, Sugeng sempat mengalami kondisi putus asa karena tidak ada peningkatan dalam hidupnya. Hingga akhirnya dia mencoba peruntungan di daerah lain. Dia memutuskan untuk pergi ke Semarang bekerja menjadi buruh pabrik.
"Tiga tahun saya di Semarang. Ndak betah dan pulang lagi. Saya pilih jadi nelayan saja," ujarnya kepada tim Suarajogja.id, Jumat (15/11/2024).
Baca Juga: Perahu Terbalik Digulung Ombak, Seorang Nelayan Ditemukan Tewas di Pantai Watulumbung Gunungkidul
Sebagai nelayan, beragam tantangan termasuk ombak besar telah jadi bagian dari rutinitasnya. Bahkan tahun 2022 silam, bapak satu anak ini sempat merasakan ganasnya ombak Samudera Hindia. Kala itu, perahunya terbalik dihempas ombak di Pantai Midodareni. Dia dan rekannya terlempar dari kapal dan sempat terombang-ambing gelombang. Beruntung kala itu dia dan rekannya memakai jaket pelampung sehingga masih bisa mengambang dan berhasil menepi ke daratan.
"Untungnya itu tidak jauh dari daratan. Setelah berenang setengah jam, kami bisa sampai ke daratan," tambahnya.
Sugeng mengaku bersyukur karena tak mengalami luka berat dan hanya goresan saja. Sementara perahu miliknya hanya mengalami kerusakan ringan. Dan berhasil dievakuasi ke daratan dengan cepat oleh rekannya sesama nelayan.
Perahu terbalik menjadi pelajaran berharga bagi dirinya untuk lebih berhati-hati terutama dalam memperhatikan gejala alam. Beruntung sekarang ada aplikasi yang memudahkan para nelayan untuk melihat kondisi cuaca dan gelombang laut.
"Sekarang kalau mau melaut kami lihat prediksi gelombang dulu. Kalau ada ombak 1-2 meter kami berangkatnya agak siang, jam 05.00 WIB. Tapi kalau landai kami berangkat lebih pagi jam 03.00 atau 04.00 WIB," kata dia.
Baca Juga: Peneliti UGM Sebut Temuan Gua di Gunungkidul Tak Bahayakan JJLS
Disamping situasi alam yang berubah-ubah, hasil yang tak menentu juga jadi tantangan tersendiri bagi Sugeng dan kawan-kawan sesama nelayan. Hal itu seperti yang dirasakannya dalam dua pekan terakhir. Dimana ia seringkali mendapatkan hasil yang tidak maksimal. Cuaca yang kurang bersahabat dianggap sebagai biangnya lantaran tangkapannya sepi.
"Sebenarnya ketika pergi melaut para nelayan ingin mendapatkan ikan kualitas ekspor seperti ikan layur, lobster ataupun gurita agar bisa dapat penghasilan yang besar pula. Namun untuk dapat ikan kualitas ekspor tak mudah ditambah sekarang ini cuaca juga kurang bersahabat. Ya sedapetnya aja. Nanti yang laku ekspor kami jual ke pabrik terus kalau ndak laku ya dijual lokalan," tambahnya.
Sugeng mengaku lantaran hasil yang tak menentu, terkadang, dia harus nombok karena modal yang dikeluarkan untuk sekali melaut tergolong besar. Ia mencontohkan, untuk sekali melaut harus merogoh kocek sekitar Rp150-Rp200 ribu.
"Itu baru untuk BBM belum ditambah operasional lainnya termasuk makan," imbuhnya.
Modal Lebih dari Rp200 Juta
Perihal modal besar untuk melaut juga disinggung Dwi Handoko alias Pele. Nelayan di pantai Gesing itu mengatakan, harga peralatan untuk bisa melaut memang tidak murah. Untuk perahu misalnya, para nelayan harus mengeluarkan biaya Rp15 juta dan bahkan bisa lebih dari itu. Besarnya biaya untuk beli kapal itu salah satunya lantaran harus didatangkan dari luar DIY.
Pele menyebut, perahu yang dipakai para nelayan DIY rata-rata didatangkan dari Kebumen karena urung ada produksinya di dalam wilayah Kota Gudeg. Sementara, perahu tersebut didatangkan ke DIY melalui jalur darat yang tentunya membutuhkan biaya pengangkutan dan perjalanan yang tak sedikit.
"Ya lewat jalur darat. Bukan lautlah," terangnya.
Sementara, untuk menangkap ikan juga membutuhkan peralatan yang tidak sedikit dan mahal harganya. Karena jika ingin menangkap ikan sepanjang tahun maka harus menyediakan peralatan sesuai dengan musimnya.
Seperti saat ini di pantai wilayah Gunungkidul tengah musim gurita yang bisa ditangkap dengan cara memancing. Tentu para nelayan juga harus membeli peralatan memancing yang sesuai dengan spesifikasinya.
Ketika musim lobster nelayan juga harus menggunakan jaring yang sesuai dengan karakter menangkap lobster. Belum lagi ketika musim Ikan layur, terus ikan dalam yang sangat laku untuk pasar ekspor. Tentu alat-alat tersebut harus mereka miliki semua agar bisa tetap mencari ikan sepanjang tahun.
"Jadi alatnya harus menyesuaikan musim. Kalau diestimasi ya jumlahnya bisa Rp200-300 juta agar bisa punya semuanya. Oiya itu juga belum untuk mesin perahunya. Untuk mesin perahu tempel minimal nelayan harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 24 juta," tambahnya.
Gaya Hidup Hedon
Sebenarnya, walau butuh biaya besar untuk melaut, Pele menyebut bila dapat jackpot para nelayan bisa meraup untung yang juga sepadan.
Ia mengungkapkan para nelayan di sisi Barat Pantai Gunungkidul yang biasanya berlabuh di pelabuhan Pantai Gesing memang memiliki ciri khas selalu mencari ikan yang bisa terserap pasar ekspor. Tak jarang para nelayan bisa mengantongi hasil hingga Rp10 juta untuk sekali melaut dari pukul 04.00 WIB hingga sore hari.
Sayangnya, hasil yang besar tersebut kerap kali menguap dengan mudah. Ia menyebut hasil Rp10 juta ataupun Rp2 juta bisa langsung habis hanya dalam satu hari saja.
Pele menyebut banyak dari para nelayan yang masih terbiasa hidup hedon. Beberapa menghabiskan penghasilan dari melaut untuk memuaskan hobi karaoke hingga main perempuan.
"Ya tidak bisa kami pungkiri. Perilaku itu ada. Dapat 10 ataupun 2 juta habis dalam sehari itu sering banget," tambahnya.
Pele mengaku prihatin dengan kebiasaan sejumlah nelayan tersebut. Menurutnya para nelayan memang perlu mendapatkan pendampingan peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama untuk memanajemen keuangan mereka.
Hal senada juga diungkapkan oleh ketua nelayan Pantai Baron, Sugeng. Dia mengakui memang ada beberapa nelayan yang langsung menghabiskan uang hasil tangkapan melaut dengan cara berfoya-foya. Namun dia mengklaim itu hanya sebagian kecil saja.
"Ya ada. Itu hanya sedikit kok," tambahnya.
Rentan Kecelakaan, Tak Ada Perlindungan
Disamping minim pengetahuan tentang manajemen keuangan, para nelayan di DIY terkhusus di kawasan Gunungkidul juga harus menghadapi kenyataan menjalani profesi tanpa perlindungan.
Bila dicermati, sektor perikanan terutama hasil tangkap para nelayan menjadi salah satu penyokong ekonomi di kawasan Gunungkidul.
Mengutip dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Gunungkidul, pada tahun 2023 lalu, produksi perikanan tangkap mencapai 4.166 ton. Nilai produksi yang dihasilkan para nelayan itu menyumbang hingga Rp87,1 miliar untuk pendapatan daerah.
Tetapi sayangnya, hasil itu tak sebanding dengan perlindungan yang diberikan untuk para nelayan. Masih dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Gunungkidul, disebutkan pada 2024 ini, jumlah nelayan yang meninggal dunia akibat kecelakaan laut mengalami kenaikan signifikan. Ironisnya, mereka tak mendapatkan asuransi terkait kecelakaan kerja.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gunungkidul, Wahid Supriyadi mengakui jika angka kecelakaan laut yang mengakibatkan nelayan meninggal dunia tahun ini lebih banyak dibanding tahun lalu. Tahun ini, pihaknya mencatat ada 5 kasus kecelakaan laut yang mengakibatkan nelayan meninggal dunia.
"Ya kalau tahun ini ada lima, tahun lalu di bawah itulah," kata Wahid tanpa menyebut angka pasti jumlah kecelakaan laut tahun lalu, Jumat (15/11/2024).
Dia mengakui jika saat ini memang belum ada nelayan yang mendapatkan bantuan asuransi. Untuk asuransi jaminan kecelakaan kerja dan kematian dilaksanakan secara mandiri oleh masing-masing nelayan dikoordinir oleh kelompok di masing-masing titik pendaratan ikan.
Wahid mengaku terbatasnya APBD membuat Pemkab Gunungkidul belum dapat memberi bantuan premi asuransi jaminan kecelakaan kerja dan kematian terhadap para nelayan.
"Ya, keterbatasan APBD menjadi musababnya," tambahnya.
Namun, lanjut dia, seyogyanya memang perlu ada alokasi untuk memberi jaminan sosial tersebut kepada nelayan. Dinas Kelautan Perikanan berharap jika memang pemerintah berpihak kepada nelayan maka seyogyanya ada anggaran dari APBD untuk menjamin itu.
Hanya saja, untuk alokasi anggaran asuransi nelayan, jumlahnya memang tidak sedikit. Jika ditotal, dalam setahun anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp500 juta lebih. Kendati demikian, dia berharap tetap ada solusi untuk persoalan ini.
"Hampir setengah milyar dengan premi 16.800 x jumlah nelayan sebanyak 2.276. Pemkab masih terbatas anggarannya," kata Wahid.
Wahid menambahkan hingga saat ini, nelayan masih membayar premi asuransi secara mandiri. Koordinasi pengurusan jaminan sosial melalui kelompok.
Meski begitu, DKP Gunungkidul akan mengupayakan agar nelayan dapat terjamin selama aktivitas mereka di laut.
"Ya paling tidak akan ada subsidi dalam pembayaran premi asuransinya," tuturnya.
Kontributor : Julianto
Berita Terkait
-
BRI Insurance Komitmen Tingkatkan Inklusi Asuransi Syariah, Sasar Pesantren
-
AIA Luncurkan Asuransi Kesehatan Health X, Premi Mulai Rp 7 Juta per Tahun
-
BRI Insurance Beri Literasi Asuransi Kerugian Syariah di Pondok Pesantren
-
Tap Insure dan Moladin Finance Indonesia Jalin Kemitraan Strategis untuk Proteksi Kendaraan Bermotor dan Properti
-
Cara Perusahaan Holding Asuransi Bidik Generasi Emas 2045
Terpopuler
- Kini Rekening Ivan Sugianto Diblokir PPATK, Sahroni: Selain Kelakuan Buruk, Dia juga Cari Uang Diduga Ilegal
- Gibran Tinjau Makan Gratis di SMAN 70, Dokter Tifa Sebut Salah Sasaran : Itu Anak Orang Elit
- Tersandung Skandal Wanita Simpanan Vanessa Nabila, Ahmad Luthfi Kenang Wasiat Mendiang Istri
- Dibongkar Ahmad Sahroni, Ini Deretan 'Dosa' Ivan Sugianto sampai Rekening Diblokir PPATK
- Deddy Corbuzier Ngakak Dengar Kronologi Farhat Abbas Didatangi Densu: Om Deddy Lagi Butuh Hiburan
Pilihan
-
Ini Alasan Pemerintahan Prabowo Belum Gaspol Bangun Infrastruktur
-
Miris! Ribuan Anggota TNI-Polri Terseret Judi Online, Sinyal Pembenahan?
-
Lapor Mas Wapres ala Gibran: Kebijakan Strategis atau Populis?
-
Emiten Leasing Boy Thohir Akui PHK Ribuan Karyawan
-
Data Ekonomi China Dorong Rupiah Berotot di Perdagangan Senin Pagi
Terkini
-
Konstruksi Tol Jogja-Solo Segmen Klaten-Prambanan Hampir Tuntas, Diproyeksikan Beroperasi Fungsional saat Nataru
-
Pemicu Pembacokan di Jambusari Diungkap Polisi, Senggolan Mobil jadi Penyulutnya
-
Mengurai Nasib Nelayan Gunungkidul: Terjerat Gaya Hidup Hedon hingga Minim Perlindungan
-
Update Pembacokan di Jambusari, Sleman: Satu jadi Tersangka, Polisi Kejar Dua Pelaku Lain
-
5 Alasan Mengapa Yogyakarta Cocok Jadi Destinasi Liburan Favorit di Akhir Tahun