SuaraJogja.id - Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan rata-rata upah minimum nasional sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) disebut-sebut berpotensi terjadi jika kebijakan tersebut diterapkan.
Ekonom UGM, Amirullah Setya Hardi tak menampik adanya kekhawatiran itu. Pasalnya kenaikan UMP itu secara logis akan berdampak pada beban tambahan biaya produksi suatu perusahaan secara keseluruhan.
"Jadi tentunya akan menambah beban produksi, karena bagaimana pun logisnya kalau biaya produksi terutama salah satunya adalah biaya tenaga kerja naik mestinya akan memberi beban tambahan biaya produksi secara keseluruhan," kata Amirullah saat dihubungi, Selasa (3/12/2024).
Dampak pada struktur biaya produksi dari perusahaan itu yang kemudian perlu dilihat lebih jauh. Pelaksanaan kebijakan untuk menaikkan upah itu bukan tak mungkin juga bakal berdampak pada kinerja dan daya saing perusahaan.
Walaupun memang pemerintah sudah meminta para pengusaha untuk tidak menggunakan PHK sebagai instrumen dari penerapan kebijakan itu. Namun Amirullah bilang, pemerintah perlu hadir secara nyata untuk menghindari adanya pemutusan hubungan kerja secara masif.
"Ya itu artinya pemerintah harus mampu untuk memberikan insentif-insentif lain dalam bentuk fiskal, yang paling gampang fiskal karena intervensinya ada di pemerintah sendiri," tandasnya.
Apakah kemudian angka 6,5 persen itu sudah ideal, kata Amirullah, perlu melihat detail kebijakan itu. Jika angka itu diambil untuk menutup inflasi yang terjadi, mungkin sudah ideal.
"Inflasi kan lebih terkendali ya, mungkin di angka 4-5 persen, kalau dinaikkan sampai 6,5 persen artinya dia masih bisa mengcover inflasi plus sedikit," ucapnya.
"Kalau dari situ ya, tapi ya kita lihat apakah memang hanya untuk mengcover inflasi kan saya kira tidak, tapi itu tadi itu untuk meningkatkan daya beli mendorong konsumsi," imbuhnya.
Amirullah mengakui keputusan pemerintah untuk menaikkan upah tersebut bertujuan agar dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Kendati demikian, dari sisi perusahaan kebijakan itu berpotensi ditanggapi secara berbeda.
- 1
- 2
Berita Terkait
-
Ekonom UGM Soroti Keputusan Prabowo Naikkan Upah Minimum 6,5 Persen: Berpotensi Muncul Respon Negatif
-
Mahasiswa dan Pelajar Indonesia Paling Banyak Terjerat Judi Online, Pengamat Minta Pemerintah segera Turun Tangan
-
Sayur dan Susu masih Jadi Tantangan, Program Makan Siang Gratis di Bantul Dievaluasi
Terpopuler
- 8 Rekomendasi Mobil Bekas Murah Tipe MPV Mei 2025: 7-Seater Harga Mulai Rp30 Jutaan, Pajak Miring
- 3 Pihak Blak-blakan Beri Dukungan untuk Yuran Fernandes, Komdis PSSI Revisi Hukuman
- Rekomendasi 5 Mobil Bekas Murah Meriah untuk Ibu Muda yang Super Aktif! Mulai 65 Jutaan
- Olla Ramlan Resmi Umumkan Lepas Hijab: Pilihan Terbaik Bukan yang Bikin Kita Nyaman
- 10 Pemain Keturunan Bisa Dinaturalisasi Demi Timnas Indonesia Lolos Olimpiade 2028
Pilihan
-
Hasil BRI Liga 1: Semen Padang Imbang, Dua Degradasi Ditentukan di Pekan Terakhir!
-
Pantas Dipanggil ke Timnas Indonesia, Patrick Kluivert Kirim Whatsapp Ini ke Ramadhan Sananta
-
BREAKING NEWS! Kaesang Pangarep Kirim Isyarat Tinggalkan Persis Solo
-
Danantara Mau Suntik Modal ke Garuda Indonesia yang 'Tergelincir' Rugi Rp1,2 Triliun
-
5 Pilihan HP Murah RAM Besar: Kamera 50 MP ke Atas, Baterai Tahan Lama
Terkini
-
70 Persen SD di Sleman Memprihatinkan, Warisan Orde Baru Jadi Biang Kerok?
-
SDN Kledokan Ambruk: Sleman Gelontorkan Rp350 Juta, Rangka Atap Diganti Baja Ringan
-
Demokrasi Mahal? Golkar Usul Reformasi Sistem Pemilu ke Prabowo, Ini Alasannya
-
Cuaca Ekstrem Hantui Jogja, Kapan Berakhir? Ini Kata BMKG
-
Parkir Abu Bakar Ali Mulai Dipagar 1 Juni, Jukir dan Pedagang harus Mulai Direlokasi