Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 03 Desember 2024 | 17:44 WIB
Ratusan buruh menggelar unjuk rasa menuntut kenaikan UMK di KP3B, Serang, Banten. (ANTARA)

SuaraJogja.id - Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan rata-rata upah minimum nasional sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) disebut-sebut berpotensi terjadi jika kebijakan tersebut diterapkan.

Ekonom UGM, Amirullah Setya Hardi tak menampik adanya kekhawatiran itu. Pasalnya kenaikan UMP itu secara logis akan berdampak pada beban tambahan biaya produksi suatu perusahaan secara keseluruhan.

"Jadi tentunya akan menambah beban produksi, karena bagaimana pun logisnya kalau biaya produksi terutama salah satunya adalah biaya tenaga kerja naik mestinya akan memberi beban tambahan biaya produksi secara keseluruhan," kata Amirullah saat dihubungi, Selasa (3/12/2024).

Dampak pada struktur biaya produksi dari perusahaan itu yang kemudian perlu dilihat lebih jauh. Pelaksanaan kebijakan untuk menaikkan upah itu bukan tak mungkin juga bakal berdampak pada kinerja dan daya saing perusahaan.

Baca Juga: Ekonom UGM Soroti Keputusan Prabowo Naikkan Upah Minimum 6,5 Persen: Berpotensi Muncul Respon Negatif

Walaupun memang pemerintah sudah meminta para pengusaha untuk tidak menggunakan PHK sebagai instrumen dari penerapan kebijakan itu. Namun Amirullah bilang, pemerintah perlu hadir secara nyata untuk menghindari adanya pemutusan hubungan kerja secara masif.

"Ya itu artinya pemerintah harus mampu untuk memberikan insentif-insentif lain dalam bentuk fiskal, yang paling gampang fiskal karena intervensinya ada di pemerintah sendiri," tandasnya.

Apakah kemudian angka 6,5 persen itu sudah ideal, kata Amirullah, perlu melihat detail kebijakan itu. Jika angka itu diambil untuk menutup inflasi yang terjadi, mungkin sudah ideal.

"Inflasi kan lebih terkendali ya, mungkin di angka 4-5 persen, kalau dinaikkan sampai 6,5 persen artinya dia masih bisa mengcover inflasi plus sedikit," ucapnya.

"Kalau dari situ ya, tapi ya kita lihat apakah memang hanya untuk mengcover inflasi kan saya kira tidak, tapi itu tadi itu untuk meningkatkan daya beli mendorong konsumsi," imbuhnya.

Baca Juga: Mahasiswa dan Pelajar Indonesia Paling Banyak Terjerat Judi Online, Pengamat Minta Pemerintah segera Turun Tangan

Amirullah mengakui keputusan pemerintah untuk menaikkan upah tersebut bertujuan agar dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Kendati demikian, dari sisi perusahaan kebijakan itu berpotensi ditanggapi secara berbeda.

"Ini saya kira memang satu jenis kebijakan yang di satu sisi memang memberikan beban bagi pengusaha tapi di sisi lain nampaknya juga diyakini mampu untuk meningkatkan konsumsi," ujar dia.

Siapkan Satgas PHK

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa pemerintah akan segera membentuk Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) setelah adanya kebijakan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025.

"Pemerintah akan membentuk Satgas terkait dengan PHK," ujar Airlangga di sela-sela Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin 2024 di Jakarta, pada hari Minggu (1/12/2024).

Rencana pembentukan Satgas PHK ini merupakan respons pemerintah terhadap potensi pemutusan hubungan kerja yang mungkin dilakukan perusahaan terhadap karyawan menyusul kenaikan UMP tersebut.

"Jadi, kita akan melihat fundamental industri. Nanti kita akan pelajari lebih lanjut di sana," kata Airlangga.

Load More