Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 23 Desember 2024 | 09:41 WIB
Pameran batik di Hall Pintu Timur Stasiun Yogyakarta, Senin (23/12/2024). (SuaraJogja.id/HO-PT Kereta Api Indonesia Daop 6 Yogyakarta)

SuaraJogja.id - Ada pemandangan yang menarik ketika tiba di Stasiun Yogyakarta. Sejumlah kain batik terpajang dengan indah tepatnya di Hall Pintu Timur Stasiun Yogyakarta.

Bukan tanpa alasan kain-kain batik yang sarat akan makna budaya itu dipamerkan. Adalah kolaborasi Lawasan Batik dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 6 Yogyakarta.

Dengan tema Menelisik Batik, Merawat Riwayat, pameran itu akan digelar selama 10 hari mulai 21 Desember hingga 31 Desember 2024. Kegiatan ini dalam rangka melestarikan warisan budaya Indonesia sekaligus memperkenalkan kekayaan Batik kepada masyarakat luas.

Executive Vice President Daop 6 Yogyakarta Bambang Respationo menuturkan bahwa pameran ini mempertemukan sejarah transportasi kereta api dengan kekayaan budaya Nusantara melalui 30 koleksi batik Vorstenlanden yang sarat makna.

Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Penumpang, KAI Bandara Siapkan 50 Perjalanan ke YIA saat Nataru

"Kami bangga menjadi bagian dari pameran Menelisik Batik, Merawat Riwayat. Stasiun Yogyakarta sebagai pintu gerbang budaya adalah tempat yang tepat untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya melestarikan Batik sebagai warisan dunia," kata Bambang dalam keterangannya, Senin (23/12/2024).

"Selain itu, Stasiun Yogyakarta sebagai ruang publik strategis yang tidak hanya memiliki desain estetik tetapi juga bersejarah ," imbuhnya.

Sebagai salah satu stasiun tertua, Stasiun Yogyakarta menjadi saksi perjalanan budaya dan ekonomi Yogyakarta. Kereta api tidak hanya menjadi alat transportasi, tetapi juga penghubung berbagai tradisi, termasuk batik, yang kini diakui sebagai warisan tak benda UNESCO.

"Dengan adanya pameran ini Daop 6 juga mengajak para pelanggan untuk menyelami hubungan mendalam antara sejarah transportasi, kekayaan alam, dan seni kriya Batik," tuturnya.

Jalur kereta api pertama di Indonesia, yang dibangun pada 1867 oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), menghubungkan Semarang dan Yogyakarta.

Baca Juga: Miris, Didik Nini Thowok Ungkap Honor Penari Tradisional, Regenerasi Terancam Punah?

Jalur ini berperan penting dalam pengangkutan hasil bumi, termasuk indigo (nila), salah satu pewarna alami yang menjadi komoditas ekspor unggulan pada masa itu. Pewarna biru ini memiliki keterkaitan erat dengan batik Vorstenlanden, yang menonjolkan motif klasik dengan warnawarna simbolis.

Bambang mengungkapkan bahwa Daop 6 mempersilakan kepada masyarakat yang ingin memanfaatkan non commercial public space stasiun secara gratis untuk melakukan kegiatan-kegiatan bersifat non komersial seperti pameran, kampanye, sosialisasi, dan lainnya.

"Kami berharap stasiun-stasiun Daop 6 Yogyakarta dapat terus menghadirkan kebahagiaan serta hal-hal baru yang bermanfaat bagi pelanggan dan tentunya membuat perjalanan kereta api semakin berkesan," ucapnya.

Sementara itu, Ketua I Paguyuban Pecinta Batik Indonesia (PPBI) Laretna T. Adishakti menuturkan bahwa pameran ini menjadi pengingat bahwa batik bukan sekadar seni tekstil. Melainkan representasi sejarah, ekonomi, alam dan budaya.

"Melalui Stasiun Yogyakarta dan Lempuyangan, kita memahami bagaimana kereta api turut melestarikan dan menyebarluaskan kekayaan budaya ini, menghubungkan Yogyakarta dengan berbagai wilayah lain, dan memperkuat identitas bangsa," kata Laretna.

Dia berharap dengan pameran ini bisa memberikan lebih banyak inspirasi kepada para generasi muda. Terlebih untuk terus menjaga dan mengembangkan pusaka budaya Indonesia.

"Sekaligus mengingatkan kita akan pentingnya kolaborasi antara transportasi, alam, budaya, dan sejarah," kata Laretna.

Tidak hanya pameran, kegiatan bertajuk Roadshow Batik bersama KAI ini juga menghadirkan beberapa kegiatan menarik. Di antaranya adalah Pameran Batik, kemudian juga ada Fashion Show Batik, Nyanting dan Healing, Jogja Walking Tour, dan masih banyak lagi.

Load More