SuaraJogja.id - Siapa tak kenal Didik Nini Thowok. Maestro tari dan koreografer ini ternyata sudah malang melintang selama 50 tahun di dunia seni dan peran.
Bernama asli Didik Hadiprayitno, laki-laki yang tahun ini genap berusia 70 tahun tersebut mencoba merayakan setengah abad kehidupannya dalam merawat, mengembangkan, menyajikan, dan mengajarkan berbagai bentuk tari yang bersumber dari tradisi budaya Indonesia.
Salah satunya melalui Kridha Panca Dasa Warsa atau Peringatan 50 Tahun Pengabdian Didik Nini Thowok melalui pentas sei dan ketoprak di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada 6-8 Desember 2024 besok.
Bukan tanpa sebab, seniman tari yang menciptakan karya seperti Andhe-andhe Lumut, Dwi Mukha, Topeng Pancasari, Ardhanareswara, dan Bedaya Hagoromo ini prihatin dengan kondisi para pekerja seni, terutama tari dan ketoprak di Indonesia. Penghargaan yang minim membuat keberadaan maupun regenerasi para seniman tari makin sulit dilakukan.
Baca Juga: Pemerhati Film: Tren Film Horor Masih Akan Eksis hingga 10 Tahun ke Depan
"Saya sering datang ke pelosok-pelosok untuk melihat kesenian-kesenian tari. Mirisnya ada penari dalam yang dibayar kurang dari Rp150 ribu. Mereka cerita ke saya bagaimana pemerintah setempat tidak memiliki kepedulian terhadap kesenian," papar Didik disela persiapan pentas di Yogyakarta, Rabu (4/12/2024).
Nasib para penari makin memprihatinkan ditengah gempuran budaya luar seperti KPop. Banyak sanggar-sanggar tari tradisional yang akhirnya tutup karena banyak generasi muda yang lebih memilih belajar KPop alih-alih tari-tari tradisional dari Indonesia.
Padahal Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat besar. Namun menurut Didik, tantangan pelestariannya juga tidak kalah besar.
Kondisi ini banyak terjadi di kota-kota besar atau sebaliknya di daerah-daerah terpencil. Banyak penari yang merasa dilecehkan secara profesional karena tidak dihargai kompetensinya.
Didik merasa beruntung, kota-kota budaya seperti Yogyakarta, Solo dan Banyuwangi masih memelihara budaya tradisional. Bahkan ada standar honor yang diterima para penari yang jumlahnya cukup besar sekitar Rp400 ribu hingga Rp500 ribu untuk sekali tampil.
Baca Juga: Awas, Sembunyikan Benda Cagar Budaya Bisa Dipidana, Begini Aturannya
Yogyakarta punya kepedulian yang tinggi terhadap seni dan budaya. Karenanya para penari di kota ini punya kegiatan yang sangat padat dibandingkan dengan daerah lain.
Berita Terkait
-
AI Mengguncang Dunia Seni: Kreator Sejati atau Ilusi Kecerdasan?
-
Lolos Sertifikasi, Harga Honor Play 60 Diprediksi Mulai Rp 3 Jutaan
-
Taksiran Tarif Ceramah Ustaz Solmed, Disebut Istri Jarang Pulang Jelang Lebaran: Bang Toyib
-
Budaya Klan di Tempat Kerja, Solidaritas atau Perangkap Emosional?
-
Ulasan Buku Seni Mengelola Waktu: Pentingnya Perencanaan Waktu yang Cermat
Terpopuler
- Mudik Lebaran Berujung Petaka, Honda BR-V Terbakar Gara-Gara Ulang Iseng Bocah
- Persija Jakarta: Kalau Transfer Fee Oke, Rizky Ridho Mau Ya Silahkan
- 3 Pemain Liga Inggris yang Bisa Dinaturalisasi Timnas Indonesia untuk Lawan China dan Jepang
- Pemain Kelahiran Jakarta Ini Musim Depan Jadi Lawan Kevin Diks di Bundesliga?
- Infinix Hot 50 vs Redmi 13: Sama-sama Sejutaan Tapi Beda Performa Begini
Pilihan
-
Mees Hilgers Dituduh Pura-pura Cedera, Pengamat Pasang Badan
-
Anthony Elanga, Sang Mantan Hancurkan Manchester United
-
BREAKING NEWS! Daftar 23 Pemain Timnas Indonesia U-17 di Piala Asia U-17 2025
-
Terungkap! MisteriHilangnya Oksigen di Stadion GBK Saat Timnas Indonesia vs Bahrain
-
Tolak Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Ini Bakal Setim dengan Cristiano Ronaldo
Terkini
-
Kilas Gunungkidul: Kecelakaan Maut Terjadi Selama Libur Lebaran, Seorang Anggota Polisi Jadi Korban
-
Malioboro Mulai Dipadati Wisatawan Saat Libur Lebaran, Pengamen Liar dan Perokok Ditertibkan
-
Urai Kepadatan di Pintu Masuk Exit Tol Tamanmartani, Polisi Terapkan Delay System
-
Diubah Jadi Searah untuk Arus Balik, Tol Jogja-Solo Prambanan-Tamanmartani Mulai Diserbu Pemudik
-
BRI Lestarikan Ekosistem di Gili Matra Lewat Program BRI Menanam Grow & Green