Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 08 Februari 2025 | 15:10 WIB
Cara Pinjam Uang di BRI Ceria (freepik)

SuaraJogja.id - Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Yudistira Hendra Permana menyoroti kebijakan pemangkasan anggaran terhadap kementerian/lembaga (K/L) yang diinstruksikan Presiden Prabowo Subianto. Menurut dia kebijakan itu merupakan bom waktu sejak lama dan akhirnya meledak sekarang.

"Pemangkasan anggaran ini hemat saya adalah kuliminasi, bom waktu yang akhirnya bledosnya [meledak] tahun ini," kata Yudis, Sabtu (8/2/2025).

Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi UGM itu menyebutkan hal itu bisa dilihat dari berbagai pembiaran tata kelola yang dilakukan sejak lama. Mulai dari subsidi energi, pupuk, BPJS dan masih banyak lainnya.

"Itu kan tidak kemudian dikelola dengan baik. Termasuk dengan gas juga. Itu kan juga sebuah bentuk pelanggaran yang bertahun-tahun, pertamini juga seperti itu, yang itu menghabis-habiskan uang negara saja. BPJS rugi ditambal, tata kelola diperbaiki? Akhirnya kemudian menjadi sekarang," ucapnya.

Baca Juga: Dampak Efisiensi Anggaran, Industri Kreatif di Jogja Tinggalkan Ketergantungan pada Pemerintah

Yudis mengatakan sebenarnya kebijakan ini sudah terprediksi sejak pandemi Covid-19 pada 2021 lalu. Ketika saat itu pembangunan infrastruktur masif tapi kemudian arah untuk mendapatkan modal lagi baik secara sosial maupun ekonomi tidak bisa terlaksana dengan baik.

Belum lagi dengan hantaman bertubi-tubi dari berbagai persoalan geopolitik yang masih akan berlanjut pada tahun 2025 ini.

"Sekarang diprediksi lembaga-lembaga dunia International Monetary Fund (IMF), World Bank, Deloitte, mengatakan bahwa 2025 ini sebenernya stagnasi dibilang turun engga tapi stagnasi aja cuma uncertainty gede. Ya itu karena geopolitik," tuturnya.

Sedangkan di sisi lain, Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen per tahun selama masa kepemimpinannya.

Yudis bilang dengan melihat tata dan laku sekarang target tersebut terlalu ambisius. Pasalnya diperlukan berbagai upaya penting untuk kemudian dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar itu.

Baca Juga: Danais DIY Dipangkas Buntut Efisiensi Anggaran, Program RTLH Terancam Tak Maksimal

"Dan itu [luberan geopolitik] yang menjadi resiko di tahun ini, kalau itu bisa dihindari ekonomi diprediksi stagnasi saja, so-so saja. Kalau mau ngomongin 8 persen ya ndakpapa, namanya angen-angen boleh saja," tandasnya.

Load More