SuaraJogja.id - Tagar #KaburAjaDulu yang dalam beberapa hari terakhir sempat bertengger sebagai topik paling tren di linimasa, jika direnungi lebih dalam, bukan sekadar kelakar anak muda yang jenuh, melainkan sebuah alarm sosial yang memantulkan keresahan kolektif.
Sebenarnya, ini memang bukan tren iseng, juga bukan sekadar candaan sambil lalu. Melainkan refleksi generasi yang mendapati negeri tempatnya lahir dianggapnya tak cukup menjanjikan masa depan yang cerah.
Jadi ini bukan soal kabur melainkan soal harapan yang mulai memudar atau kekecewaan yang sangat dalam.
Padahal di era digital yang penuh distraksi, sulit bagi sebuah bahasan atau wacana untuk bertahan lebih dari satu pekan.
Tapi #KaburAjaDulu bertahan, mengakar dalam percakapan, merayapi ruang-ruang diskusi.
Mengapa? Sebab ini bukan sekadar urusan ekonomi yang sedang lesu, melainkan sebuah rasa frustrasi mendalam terhadap arah kebijakan negara.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga Surabaya Suko Widodo mengatakan fenomena #KaburAjaDulu bisa saja muncul di kalangan anak muda Indonesia saat ini karena dipengaruhi oleh sikap semangat kebangsaan yang mulai goyah akibat keresahan mereka terhadap kondisi sosial ekonomi dan peluang kerja di dalam negeri.
Anak-anak muda juga melihat peluang di luar Indonesia lebih menggiurkan, misalnya tawaran memulai hidup baru di Jepang atau Kanada. Bukan karena mereka tak cinta negeri atau tak nasionalis, bukan karena mereka malas berjuang di negeri sendiri.
Tetapi, mari jujur bahwa sistem yang seharusnya menopang malah kerap menyesakkan. Pendidikan tak terakses bebas, lapangan kerja semakin sempit, upah rendah, harga properti semakin tak terjangkau, dan meritokrasi masih sering dikalahkan oleh nepotisme. Akhirnya, muncul pertanyaan, “Kalau di tempat lain lebih menjanjikan, kenapa tidak?"
Baca Juga: Ramai Naiknya Harga BBM, Warganet di Papua Ini Tunjukkan Perbedaan Harga yang Bikin Ngelus Dada
Sebuah survei yang dilakukan oleh JobStreet berjudul "Decoding Global Talent 2024: Tren Mobilitas Pekerja" mengungkapkan bahwa 67 persen orang Indonesia berminat untuk bekerja di luar negeri pada tahun 2023.
Alasan utama yang mendorong minat ini antara lain faktor ekonomi, pengembangan karier, kualitas hidup, serta keinginan untuk meningkatkan pengalaman dan jaringan global melalui lingkungan multikultural.
Padahal dulu, semua sering mencibir mereka yang memilih pergi. Diaspora dianggap bentuk pengkhianatan. Kini, justru yang bertahan sering dipertanyakan, "Kamu yakin masih mau di sini?"
Fenomena ini bukan sekadar ekspresi iseng, melainkan bentuk soft protest. Ada banyak cara orang mengekspresikan ketidakpuasan di antaranya turun ke jalan, mengisi petisi, hingga memilih untuk diam dan pergi. Yang terakhir ini justru lebih berbahaya. Jika yang terbaik memilih hengkang, siapa yang akan tersisa?
Lantas, solusi apa yang bisa dilakukan? Mungkin inilah saatnya negara melakukan audit besar-besaran terhadap kebijakan yang membuat generasi mudanya lebih memilih angkat kaki. Sederhananya, orang akan bertahan jika mereka melihat masa depan di sini.
Membangun harapan
Berita Terkait
-
Di Tengah Tagar KaburAjaDulu, Siswa Difabel Yogyakarta Buktikan Cinta Indonesia Lewat Tarian
-
Hotman Paris Anggap Pihak Kepolisian Kecewa Karena Laporan Lesti Dicabut, Begini Tanggapan AKP Nurma
-
Kuasa Hukum Sebut Rizky Billar bakal Serumah Lagi dengan Istrinya, Warganet Singgung Trauma yang Dialami Lesti Kejora
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Duh! 17 Ribu Lebih Titik Kebutuhan Penerangan Jalan di Sleman, Baru Setengahnya yang Standar
-
Peduli Satwa Dilindungi, Bocah Sleman Serahkan Trenggiling Temuan ke BKSDA Yogyakarta
-
Ingatkan Warga Waspada Cuaca Ekstrem, BPBD Yogya Soroti Kerentanan Kawasan Wisata
-
Berawal dari Bosan Menu Sarapan, Nada Menemukan Jalan Usaha Lewat Sushi Pagi
-
10 Tahun Pakai Biogas, Warga Sleman Tak Khawatir Jika LPG Langka atau Mahal