SuaraJogja.id - Aksi unjuk rasa penolakan pengesahan Revisi Undang-undang (UU) TNI ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Jogja Memanggil sempat ricuh di depan Gedung DPRD DIY, Kamis (20/3/2025) sore. Massa melakukan aksi vandalisme yang tidak terpuji dengan mencorat-coret dinding ruang audensi gedung wakil rakyat.
Mereka juga melempari gedung dengan sampah. Mahasiswa juga menuangkan sampah-sampah di depan gedung DPRD DIY.
Bau busuk yang menyengat menguar di tempat tersebut. Bilamana tidak, sampah yang dilempar ke kantor DPRD DIY berupa sampah organik, telur hingga aneka plastik. Hingga pukul 16.03 WIB massa aksi Jogja Memanggil masih bertahan di depan kantor DPRD DIY.
Padahal sebelumnya, unjuk rasa massa yang menduduki gedung wakil rakyat tersebut kondusif. Massa yang datang sekitar pukul 12.00 WIB bahkan sempat bernyanyi bersama dalam mimbar bebas di depan gedung tersebut.
Mereka juga sempat menggelar aksi teatrikal yang menggambarkan TNI yang merepresi rakyat.
"Kawan-kawan, kenapa kita lempari sampah? Karena mereka saja gak becus ngatasi sampah di DIY. Itu jika nanti ada yang framing," kata salah satu orator.
Sebelumnya koordinator aksi, Bung Koes dalam pernyataan sikapnya menyatakan disahkan revisi UU TNI menandakan demokrasi masyarakat sipil sedang terancam. Apalagi UU tersebut mengizinkan tentara mengisi jabatan-jabatan publik di luar sektor pertahanan. Sebab dengan watak tentara yang bersifat hierarkis dan bergerak berdasarkan sistem komando, maka pengelolaan pemerintahan Indonesia berpotensi mengarah pada otoritarianisme.
"Ini akan membungkam usulan-usulan lain di luar perintah yang sudah ditetapkan, termasuk jika itu merugikan kebebasan berdemokrasi di Indonesia," tandasnya.
Koes menambahkan, pengesahan revisi UU TNI berdampak pada ekonomi bangsa ini. Bahkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah.
Baca Juga: Berdayakan Warga Kota Jogja, Ribuan Penggerobak Disiapkan Angkut Sampah dari Rumah
Gejolak ekonomi ini disebabkan kebijakan rezim Prabowo-Gibran yang tidak pernah berdasar pada pertimbangan ekonomi. Misalnya anggaran belanja militer yang terus meningkat, serta perencanaan sekolah kader dan menengah yang mengarah kepada sistem universal coverage terhadap pejabat elite.
"Efisiensi anggaran yang seharusnya dialokasikan pada kebutuhan publik, seperti ketahanan pangan, fasilitas publik dan kesejahteraan sosial, Danantara kurang mendapat atensi. Pemutusan regulasi yang hampir tidak ada transparansi ini justru mengakomodasi cita-cita politik tertentu yang akhirnya mengukuhkan kontrol militer atas ruang sipil dan menjauhkan prinsip demokrasi dalam pengelolaan pemerintahan," imbuhnya.
Sebelumnya, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil kembali menggelar aksi unjukrasa di Gedung DPRD DIY, Kamis (20/3/2025). Kali ini mereka menolak pengesahan Revisi Undang-undang (UU) TNI yang baru saja dilakukan DPR RI yang dipimpin Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Massa yang membawa spanduk dan sempat membakar traffic cone rubber atau kerucut lalulintas melakukan mimbar bebas untuk menolak pengesahan tersebut. Mereka juga sempat menggelar aksi teatrikal yang menggambarkan TNI yang merepresi rakyat.
Koordinator aksi, Bung Koes dalam pernyataan sikapnya menyatakan disahkan revisi UU TNI menandakan demokrasi masyarakat sipil sedang terancam. Apalagi UU tersebut mengizinkan tentara mengisi jabatan-jabatan publik di luar sektor pertahanan.
"Dengan watak tentara yang bersifat hierarkis dan bergerak berdasarkan sistem komando, pengelolaan pemerintahan Indonesia berpotensi mengarah pada otoritarianisme. Ini akan membungkam usulan-usulan lain di luar perintah yang sudah ditetapkan, termasuk jika itu merugikan kebebasan berdemokrasi di Indonesia," paparnya.
Koes menyebutkan, respons atas revisi UU TNI tidak hanya datang dari masyarakat sipil, namun juga pasar saham. Pada 18 Maret 2025 kemarin, pasar saham Indonesia anjlok dan Bursa Efek Indonesia (BEI) terpaksa menekan tombol circuit breaker. Bahkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah.
Gejolak ekonomi ini disebabkan kebijakan rezim Prabowo-Gibran yang tidak pernah berdasar pada pertimbangan ekonomi. Misalnya anggaran belanja militer yang terus meningkat, serta perencanaan sekolah kader dan menengah yang mengarah kepada sistem universal coverage terhadap pejabat elite.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
-
Dukungan Dua Periode Prabowo-Gibran Jadi Sorotan, Ini Respon Jokowi
-
Menkeu Purbaya Putuskan Cukai Rokok 2026 Tidak Naik: Tadinya Saya Mau Turunin!
Terkini
-
Pecah Tangis Istri Diplomat Kemlu yang Tewas Dilakban, Minta Hentikan Framing Negatif
-
Trauma Mendalam, Istri Korban Diplomat Kemlu Akhirnya Bersuara, Berharap Presiden Turun Tangan
-
Menu Basi Jam 8 Pagi? Sultan HB X Sentil Pola Masak Program MBG Picu Keracunan Siswa
-
Bantul Perangi Sampah Liar: Satpol PP Gelar Operasi Subuh, Ini Hasilnya
-
Drama Pasar Godean: Pemindahan Pedagang ke Lokasi Baru Tergantung Parkir