Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 28 Maret 2025 | 15:33 WIB
Pedagang sayuran di Pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta mengeluhkan sepinya pembeli jelang Lebaran, Jumat (28/3/2025). [Kontributor/Putu]

SuaraJogja.id - Kebijakan efisiensi anggaran yang digulirkan pemerintahan Prabowo Subianto tak hanya berdampak besar pada sepinya okupansi hotel maupun reservasi restoran di Yogyakarta.

Para pedagang sayur di pasar tradisional seperti Beringharjo pun terkena dampaknya.

Hotel dan resto yang biasanya menjadi langganan pedagang sayuran untuk memasok bahan baku mengurangi pasokan akibat minimnya acara dan okupansi.

Tak main-main, pengurangan pasokan bahan baku lebih dari 30-50 persen.

Baca Juga: Lebih dari 5.000 Karyawan Terancam PHK, PHRI DIY Tuntut Relaksasi Pajak

"Hotel-hotel masih mengambil [bahan baku sayuran] tapi sitik [sedikit], tidak sampai setengahnya dari tahun-tahun lalu," ujar Sutinah, salah satu pedagang sayuran Pasar Beringharjo di Yogyakarta, Jumat (28/3/2025).

Pengurangan pasokan, menurut Sutinah sudah terlihat mulai awal puasa Maret 2025 ini.

Padahal tahun-tahun sebelumnya saat puasanya pun, pesanan sayur tetap lancar dan tidak banyak berkurang.

Bahkan saat peak season atau libur panjang, hotel dan resto bisa memesan sayur lebih dari Rp 1 juta - Rp 1,5 juta per harinya. Sedangkan saat low season, pesanan hari biasa bisa mencapai Rp 1,5 juta tiap minggunya.

"Kalau sekarang ini ada, tapi cuma sedikit, padahal stok kami lumayan banyak. Mereka [hotel] bilang karena sepi, tidak ramai tamu," jelasnya.

Baca Juga: Lebaran 2025: Jogja Kehilangan Tradisi Open House Bersama Sultan HB X, Ini Penyebabnya

Kondisi ini, lanjut Sutinah juga terjadi pada pembelian eceran yang juga sepi pembeli menjelang Lebaran.

Padahal pada lebaran 2024 lalu, lapaknya mulai ramai pembeli sejak Ramadan hari ke-21.

Karenanya pedagang ini tidak berani membawa stok bahan baku yang berlebihan Lebaran ini.

Selain harga sayuran yang fluktuatif, jumlah pembeli pun berkurang banyak.

"Yang naik harganya cuma cabai rawit yang sampai Rp100 ribu per kg, lainnya ada kenaikan [harga] tapi tidak banyak. Karena sepi, kami tidak berani numpuk stok, takut tidak laku, apalagi sayuran cepet busuk," jelasnya.

Hal senada disampaikan pedagang lainnya, Ida yang mengaku naiknya harga sayuran menjelang Lebaran ini membuat jumlah pembeli berkurang.

Baru sekitar 3 hari terakhir ada pembeli yang datang membeli.

"Ya turun lumayan, lebih dari 30 persen. Padahal tahun lalu, H+10 ramadan sudah ramai [pembeli] sampai lebaran, padahal harganya justru lebih tinggi tahun lalu dibandingkan sekarang, tapi daya beli masyarakat justru berkurang sekarang ini," tandasnya.

Sepinya pembeli menjelang Lebaran ini, lanjut Ida laiknya kondisi saat pandemi Covid-19 beberapa tahun silam. Akhirnya Ida tidak mau kulakan banyak karena takut tidak laku.

"Kami ambil stok dari Muntilan dan Magelang, apalagi saat ini kan curah hujan tinggi, makin parah harga tinggi tapi pembeli berkurang," jelasnya.

Sebelumnya Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) DIY, Deddy Pranowo mengungkapan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah berdampak signifikan pada okupansi hotel di DIY.

Tingkat reservasi hotel di DIY mengalami penurunan drastis dibandingkan Lebaran tahun lalu.

Okupansi hanya mencapai 5– 20 persen menjelang Lebaran pada periode 26 Maret hingga 1 April 2025.

Jumlah ini turun dari okupansi Januari 2025 lalu mencapai sekitar 70 persen dan Februari 2025 sebanyak 40 persen.

Padahal saat ini terdapat 439 hotel di DIY, dengan sekitar 120–130 hotel tergabung dalam PHRI DIY.

Dampak krisis minimnya okupansi dirasakan tidak hanya oleh hotel berbintang, tetapi juga penginapan non-bintang dan homestay.

Terjun bebasnya ekonomi di Indonesia terjadi karena banyak faktor. Keputusan pemerintah terhadap efisiensi anggaran, berimbas juga ke seluruh sektor.

Pemerintah tentu memiliki tanggungjawab yang besar terhadap kondisi yang terjadi. Di sisi lain munculnya isu investasi Danantara yang dianggap cara pemerintah menstabilkan ekonomi dikhawatirkan warga.

Pasalnya munculnya isu efisiensi tersebut, bersamaan dengan anggaran negara yang dialihkan untuk Danantara ke depannya.

Di mana investasi Danantara masih banyak celah potensi gagal dan tanggungjawab pemerintah lepas tangan juga cukup besar, berkaca dari kasus Jiwasraya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More