Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 06 April 2025 | 14:45 WIB
Presiden Prabowo Subianto. [Ist]

SuaraJogja.id - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump baru saja mengeluarkan kebijakan tarif perdagangan impor barang dari Indonesia ke negara tersebut sebesar 32 persen.

Besaran tarif yang dikenakan untuk Indonesia disebut akibat defisit perdagangan AS ke RI yang mencapai belasan miliar dolar.

Pakar Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ratih Herningtyas pun memberikan tanggapannya terkait kebijakan Trump tersebut.

Ratih menyebutkan, tarif impor 32 persen dikhawatirkan akan membuat Indonesia mengalami kontraksi ekonomi.

Baca Juga: Tanggapi Langkah Tarif Trump, Wali Kota Jogja: Kuatkan Produk Lokal!

"Kebijakan tariff Amerika tersebut tentu akan mengakibatkan Indonesia mengalami kontraksi ekonomi. Apalagi Amerika merupakan mitra dagang terbesar kedua Indonesia setelah China," papar Ratih dikutip Minggu (6/4/2025).

Pakar HI UMY, Ratih Herningtyas mengomentari kebijakan tarif pajak 32 persen Presiden AS di Yogyakarta, Jumat (4/4/2025). [Kontributor/Putu]

Menurut Dosen HI tersebut, penurunan permintaan komoditas dari AS akan menjadi momok setelah penetapan tarif tersebut diperlakukan.

Efek domino dari situasi tersebut cukup banyak, mulai dari penurunan produksi di dalam negeri hingga efisiensi perusahaan.

Bila hal itu terjadi maka nantinya akan diikuti pengurangan tenaga kerja. Ujungnya akan menurunkan daya beli masyarakat.

"Belum lagi efek semakin sempitnya pasar domestik Amerika akan menyebabkan komoditas dari negara lain akan mencari pasar alternatif di negara-negara potensial. Banjirnya pasar komoditas di luar negeri tidak akan menyiakan potensi pasar Indonesia yang memiliki lebih dari 250juta penduduk," ujar dia.

Baca Juga: Cerita UMKM Asal Bantul Dapat Pesanan dari Amerika di Tengah Naiknya Tarif Impor Amerika

Ratih menyebutkan, kebijakan Trump juga berpotensi semakin buruk terhadap situasi ekonomi domestik Indonesia. Padahal saat ini ekonomi Indonesia sedang lesu akibat kebijakan efisiensi Presiden Prabowo.

"Bahkan dengan defisit anggaran pemerintah yang sudah terjadi di awal tahun 2025, potensi krisis ekonomi sudah di depan mata," ujarnya.

Menghadapi situasi seperti itu, Ratih berharap Pemerintah Indonesia segera sigap namun hati-hati merespon kebijakan tarif AS.

Sebaiknya pemerintah segera membuat tim khusus yang bisa merespon sekaligus mengantisipasi potensi ancaman akibat kebijakan Trump dilihat dari konteks jangka pendek, menengah dan panjang.

Rekomendasi kebijakan pun perlu dihasilkan dari pemikiran yang jernih, namun mengedepankan keselamatan ekonomi negara.

Diplomasi ekonomi Indonesia, baik melalui mekanisme bilateral maupun multilateral dengan memanfaatkan ASEAN, OKI bahkan BRICS harus memainkan diplomasi total melalui berbagai aktor dan lini untuk menyiasati dampak kebijakan ini.

Pemerintah diharapkan tidak hanya melakukan negosiasi maupun pendekatan kembali dengan negara partner dagang Indonesia termasuk AS.

Prabowo harus merangkul kalangan industri atau pengusaha di dalam negeri untuk mencari solusi keluar dari tekanan situasi ekonomi ini.

"Perlu dipertimbangkan untuk memberi insentif bagi para pengusaha yang terimbas tarif Amerika, supaya perlambatan produksi dan PHK tenaga kerja bisa dihindari," ungkapnya.

Ratih menambahkan, pemerintah juga perlu mencari alternatif pasar bagi produk Indonesia di negara lain serta penguatan konsumsi domestik sebagai tujuan penjualan produk ekspor Indonesia yang terhambat tarif Trump.

Apalagi jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 250 juta sangat potensial pasar bagi produksi Indonesia sendiri.

"Jangan sampai pasar Indonesia lebih digarap dan dimanfaatkan oleh negara lain khususnya AS," ungkapnya.

Yang tak kalah penting, kebijakan jangka menengah dengan menghidupkan kembali kebijakan swadaya dari berbagai kebutuhan dasar masyarakat Indonesia, seperti pangan dan tekstil perlu dilakukan.

Potensi alam dan pengetahuan masyarakat Indonesia juga harus dimanfaatkan melalui kebijakan pemerintah yang memberi insentif untuk mendorong produksi dalam negeri yang nantinya bisa dikonsumsi sendiri.

"Kemandirian ekonomi menjadi mantra kunci menghadapi situasi dunia yang makin tidak pasti. Semoga badai ekonomi ini bisa dilewati dan membuat Indonesia menjadi lebih kokoh dan kuat di masa yang akan datang," ujarnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More