Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 07 April 2025 | 16:15 WIB
Ilustrasi pengiriman barang impor. (Freepik)

SuaraJogja.id - Kamar Dagang dan Industri Daerah Istimewa Yogyakarta (Kadin DIY) menyoroti potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal usai penerapan kebijakan tarif resiprokal yang dilayangkan oleh Amerika Serikat (AS).

Kebijakan tersebut dikhawatirkan bakal berimbas kepada pengusaha serta pekerja.

Jika tidak diwaspadai lebih lanjut, deindustrialisasi secara masif bisa saja juga terjadi.

Presiden RI Prabowo Subianto dan Tim Kadin Indonesia harus segera melakikan lobi ke Presiden Trump terkait kebijakan itu.

Baca Juga: Prabowo Didesak Rangkul Pengusaha, Tarif Trump 32 Persen Bisa Picu PHK Massal di Indonesia?

"Itu berarti gelombang PHK lebih besar lagi. Beberapa celah kita upayakan sehingga tidak memberatkan industri Indonesia. Kalau gak segera maka dampaknya akan masif, akan lebih sulit lagi mengatasi dampaknya," kata Ketua Komtap Pembinaan dan Pengembangan Sekretariat Kadin DIY, Timotius Apriyanto, Senin (7/4/2025).

Timotius mengakui kebijakan Trump tersebut tidak terlalu mengejutkan. Pasalnya sinyal itu sebenarnya sudah terlihat sejak akhir 2024.

Dia bilang seharusnya sudah sejak awal pemerintah Indonesia melakukan lobi diplomatik terkait perdagangan internasional, terutama kepada Amerika.

Apalagi, Amerika diketahui mempunyai kebijakan khusus untuk negara berkembang.

Sebelum Trump saja, ada kebijakan fair trade yang diterapkan untuk negara berkembang.

Baca Juga: Tanggapi Langkah Tarif Trump, Wali Kota Jogja: Kuatkan Produk Lokal!

"Era Trump ini bisa menjadi tak terkendali dan proteksionis. Itu kita dikenakan tarif 32 persen. Semua komoditas ya di Indonesia, produk yang diekspor. Mereka itu melakukan timbal balik pembalasan. Kita dulu memang mengenakan tarif tinggi juga ke Amerika," tandasnya.

Selain melakukan lobi kepada Trump, kata Timotius, pemerintah perlu memiliki strategi lain. Termasuk Pemda DIY yang harus segera memikirkan terobosan kreatif untuk menyikapi persoalan ini.

Dia turut menyoroti ekspor industri tekstil yang besar ke Amerika. Menurut Timotius, tarif yang ditetapkan masih cukup kompetitif.

Ketika kemudian dibandingkan dengan negara-negara tetanggal lain yakni Vietnam, Bangladesh, hingga Myanmar yang diketahui mencapai lebih dari 40 persen.

"Artinya kita dari sisi tarif yang dikenakan Trump, kita lebih kompetitif diantara produsen tekstil itu," tegasnya.

Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) DIY itu juga menyebut perlunya mewaspadai produk-produk luar yang bakal masuk ke Indonesia. Tidak sebatas dari China melainkan ada dari Vietnam, Bangladesh, serta Kamboja.

Peluang ekspor ke sejumlah negara lain bisa menjadi alternatif. Apalagi dengan dollar yang menguat bisa menjadi peluang tersendiri bagi para pengusaha ekspor.

"Meskipun tidak serta merta menggembirakan, karena impor kita barang bakunya banyak dari Tiongkok dan Korea," kata dia.

Terjadi Efek Domino

Pakar Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ratih Herningtyas menyebutkan penurunan permintaan komoditas dari AS akan menjadi momok setelah penetapan tarif tersebut diperlakukan.

Efek domino dari situasi tersebut cukup banyak, mulai dari penurunan produksi di dalam negeri hingga efisiensi perusahaan.

Bila hal itu terjadi maka nantinya akan diikuti pengurangan tenaga kerja. Ujungnya akan menurunkan daya beli masyarakat.

"Belum lagi efek semakin sempitnya pasar domestik Amerika akan menyebabkan komoditas dari negara lain akan mencari pasar alternatif di negara-negara potensial. Banjirnya pasar komoditas di luar negeri tidak akan menyiakan potensi pasar Indonesia yang memiliki lebih dari 250juta penduduk," ujar dia beberapa waktu lalu.

Ratih menyebutkan, kebijakan Trump juga berpotensi semakin buruk terhadap situasi ekonomi domestik Indonesia. Padahal saat ini ekonomi Indonesia sedang lesu akibat kebijakan efisiensi Presiden Prabowo.

"Bahkan dengan defisit anggaran pemerintah yang sudah terjadi di awal tahun 2025, potensi krisis ekonomi sudah di depan mata," ujarnya.

Menghadapi situasi seperti itu, Ratih berharap Pemerintah Indonesia segera sigap namun hati-hati merespon kebijakan tarif AS.

Sebaiknya pemerintah segera membuat tim khusus yang bisa merespon sekaligus mengantisipasi potensi ancaman akibat kebijakan Trump dilihat dari konteks jangka pendek, menengah dan panjang.

Load More