Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 08 April 2025 | 19:32 WIB
Pagebluk PMK mengancam bangkrut para petani ternak sapi di Kabupaten Wonogiri. Harga sapi dibanting hanya Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per ekor.[Suarabaru/Dok.Ist]

SuaraJogja.id - Wabah antraks kembali mengancam wilayah selatan DIY. Puluhan hewan ternak mati mendadak di kawasan perbatasan Gunungkidul–Jawa Tengah, tepatnya di Kalurahan Tileng, Kapanewon Girisubo dan Bohol, Kapanewon Rongkop.

Mirisnya, sebagian besar ternak yang mati diduga sempat disembelih dan dagingnya dijual oleh pemiliknya demi menghindari kerugian ekonomi.

Hal ini tentu membuat pihak Dinas terkait kesulitan melakukan pengendalian.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul, Wibawanti, membenarkan adanya temuan kasus antraks sejak Februari hingga Maret 2025.

Baca Juga: Kunjungan Wisatawan saat Libur Lebaran di Gunungkidul Menurun, Dispar Ungkap Sebabnya

Di mana ada sejumlah hewan ternak baik sapi ataupun kambing mati mendadak.

"Memang sudah ada kasus kematian mendadak sapi dan kambing. Tapi yang menjadi persoalan, banyak yang menyembelih hewan setelah mati, lalu dijual. Katanya supaya pembeli tidak tahu kalau hewan sudah mati lebih dulu," ungkapnya, Selasa (8/4/2024)

Menurutnya, sekitar 20 ternak dilaporkan mati dalam dua bulan terakhir. Dari beberapa sampel yang dikirim ke Balai Besar Veteriner (BBVet), ditemukan hasil positif antraks. Dinas kemudian menetapkan wilayah zona merah dan kuning, sebagai prioritas penanganan.

Salah satu kasus mencatat sapi yang mati kemudian disembelih di kandang, dagingnya dipikul sejauh 1 km, sehingga diduga menyebarkan spora antraks di lingkungan sekitar.

Hal inilah yang perlu diwaspadai agar penyebarannya bisa dilokalisir.

Baca Juga: Kilas Gunungkidul: Kecelakaan Maut Terjadi Selama Libur Lebaran, Seorang Anggota Polisi Jadi Korban

"Karena ketahuan sudah mati dahulu, pembeli tidak mau. Tapi kalau disembelih lebih dulu, ya tidak ketahuan. Ini yang berbahaya," jelas Wibawanti.

Pihak dinas telah melakukan langkah cepat. Selama bulan puasa lalu, pengobatan dan pemberian antibiotik dilakukan secara intensif dengan 19 tim medis.

Selanjutnya, mulai pekan depan (sekitar 15 April), akan digelar vaksinasi massal di wilayah terdampak.

"Kami sudah turun langsung ke lapangan bersama Kepala BBVet dan tim dari provinsi. Besok vaksinasi akan dimulai. Ini upaya pencegahan lebih lanjut," ujarnya.

Terkait ganti rugi, Wibawanti menyatakan Peraturan Bupati (Perbup) sedang dalam proses pengesahan.

Namun ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan berkaitan dengan pemberian ganti rugi tersebut.

"Sudah sampai ke Sekda. Akan diajukan ke Bupati dan semoga disetujui. Tapi karena efisiensi anggaran, perlu dicermati dulu. Kami juga ajukan masuk program quick win Bupati," tambahnya.

Sementara soal kemungkinan penularan ke manusia, Wibawanti enggan berkomentar lebih jauh karena menjadi kewenangan Dinas Kesehatan.

Namun ia tidak menampik potensi keterkaitan antara kasus-kasus kematian hewan dan jalur distribusi daging ilegal.

"Ada kemungkinan ternak-ternak itu terkait. Mungkin pembelinya sama. Tapi ini masih perlu kajian lebih lanjut," pungkasnya.

Antraks adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Penyakit ini dapat menyerang manusia dan hewan, dan memiliki berbagai bahaya yang perlu diwaspadai.

Bahaya Antraks pada Manusia:

* Kematian: Ini adalah bahaya paling serius dari antraks. Antraks, terutama yang menyerang paru-paru (antraks inhalasi) atau menyebabkan infeksi sistemik, dapat berakibat fatal jika tidak diobati dengan cepat dan tepat.
* Komplikasi Serius: Bahkan jika pasien selamat, antraks dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang, seperti:
* Meningitis: Peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang belakang.
* Syok Septik: Respons tubuh yang berlebihan terhadap infeksi, yang dapat menyebabkan kerusakan organ.
* Kerusakan Jaringan Permanen: Terutama pada antraks kulit, dapat menyebabkan jaringan parut yang signifikan.
* Ketakutan dan Panik: Kasus antraks, terutama jika terkait dengan serangan bioterorisme, dapat menyebabkan ketakutan dan panik di masyarakat.
* Dampak Ekonomi: Penyakit antraks pada hewan ternak dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi peternak dan industri terkait.
* Isolasi dan Stigma: Penderita antraks mungkin mengalami isolasi sosial dan stigma karena ketakutan orang lain terhadap penularan penyakit.

Jenis Antraks dan Bahayanya:

* Antraks Kulit (Cutaneous Anthrax):
* Biasanya tidak mematikan jika diobati dengan antibiotik.
* Dapat menyebabkan luka kulit yang khas (eschar) dengan jaringan mati di tengahnya.
* Jika tidak diobati, infeksi dapat menyebar ke aliran darah dan menjadi lebih serius.
* Antraks Inhalasi (Inhalation Anthrax):
* Jenis antraks yang paling mematikan.
* Gejala awal mirip flu biasa, tetapi dengan cepat berkembang menjadi masalah pernapasan yang parah, syok, dan kematian.
* Membutuhkan pengobatan segera dengan antibiotik dan perawatan suportif.
* Antraks Gastrointestinal (Gastrointestinal Anthrax):
* Terjadi akibat mengonsumsi daging hewan yang terinfeksi.
* Menyebabkan gejala seperti mual, muntah, sakit perut, dan diare berdarah.
* Dapat menyebabkan peradangan usus yang parah dan kematian jika tidak diobati.
* Antraks Suntik (Injection Anthrax):
* Terjadi akibat menyuntikkan narkoba yang terkontaminasi bakteri antraks.
* Gejala mirip dengan antraks kulit, tetapi infeksi dapat menyebar lebih cepat dan lebih sulit diobati.

Pencegahan:

* Vaksinasi: Vaksin antraks tersedia untuk orang-orang yang berisiko tinggi terpapar, seperti pekerja laboratorium yang menangani bakteri antraks, personel militer, dan orang-orang yang tinggal di daerah dengan wabah antraks.
* Pengendalian Hewan: Vaksinasi hewan ternak dan pemantauan kesehatan hewan secara teratur dapat membantu mencegah penyebaran antraks ke manusia.
* Penanganan Bangkai yang Aman: Bangkai hewan yang mati karena antraks harus dibakar atau dikubur dengan aman untuk mencegah penyebaran spora bakteri.
* Kebersihan dan Sanitasi: Mencuci tangan secara teratur dengan sabun dan air, terutama setelah kontak dengan hewan atau tanah, dapat membantu mengurangi risiko infeksi.

Kontributor : Julianto

Load More