Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 11 April 2025 | 16:39 WIB
Ilustrasi QRIS dan pembayaran non tunai. (Pixabay)

SuaraJogja.id - Bank Indonesia (BI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat penurunan signifikan pada jumlah peredaran uang selama periode Ramadan dan Idul Fitri (RAFI) 2025.

Penggunaan transaksi secara non-tunai disinyalir menjadi salah satu penyebab utamanya.

Hal ini disampaikan oleh Deputi Kepala Perwakilan BI DIY, Hermanto. Penurunan jumlah peredaran uang saat periode Ramadan dan Idul Fitri kali ini mencapai 21 persen dibanding tahun lalu.

"Peredaran uang pada periode RAFI 2025 di DIY mencapai Rp4,60 triliun atau turun 21 persen dibandingkan RAFI 2024 yang tercatat sebesar Rp5,8 triliun," kata Hermanto dalam keterangannya, Jumat (11/4/2025).

Baca Juga: Jogja Masuk 11 Besar, OJK Terima 58 Ribu Lebih Aduan Kejahatan Keuangan

Dia tak memungkiri bahwa kini transaksi secara digital menjadi pilihan masyarakat.

Di sisi lain, penurunan tersebut dinilai sebagai sinyal positif menuju kebiasaan transaksi non-tunai masyarakat yang semakin meningkat.

Hermanto menjelaskan, masyarakat kini lebih memilih menggunakan metode pembayaran digital. Tidak sedikit pula yang menganggap transaksi non-tunai lebih praktis dan efisien dibandingkan uang tunai.

"Kondisi ini antara lain disebabkan oleh preferensi masyarakat yang semakin banyak menggunakan transaksi non tunai secara digital," tambahnya.

Dalam data yang dihimpun BI DIY, transaksi menggunakan QRIS pada Januari-Februari 2025 mencatat pertumbuhan signifikan. Total nominal transaksi QRIS di periode tersebut mencapai Rp6,79 triliun.

Baca Juga: Kemiskinan di Jogja Turun Signifikan, BI DIY: Pengendalian Inflasi dan Jaga Daya Beli Warga jadi Kuncinya

Angka itu meningkat tajam hingga 274,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp1,81 triliun.

Sementara itu, transaksi dengan uang elektronik juga mengalami peningkatan.

Hermanto menyebutkan bahwa nilai transaksi uang elektronik naik 10,1 persen dari Rp1,58 triliun di Januari-Februari 2024 menjadi Rp1,74 triliun di periode yang sama tahun ini.

Meski peredaran uang tunai menurun, BI DIY sebelumnya tetap memfasilitasi layanan penukaran uang kepada masyarakat. Selama periode Ramadan hingga Idul Fitri kemarin realisasi penukaran uang mencapai Rp43,9 miliar.

"Realisasi uang yang ditukarkan oleh masyarakat periode RAFI 2025 sebesar Rp43,9 miliar," tandasnya.

Salah seorang pemuda di Jogja, Ian (28) mengakui memang lebih memilih untuk melakukan pembayaran secara non-tunai.

Hal itu menurutnya lebih praktis ketimbang harus membawa uang tunai di dompet.

"Sudah jarang banget sekarang pakai uang tunai. Sekarang semua pake QRIS, cuma parkir paling yang enggak. Jadi uangnya tinggal receh-receh aja sih," ungkap Ian.

Budaya masyarakat di era digital ini memang tak lepas dari kemudahan dalam segala hal.

Penggunaan uang digital sebagai transaksi pembelian pun menjadi pilihan sebagian besar masyarakat di Indonesia.

Mengutip dari pajakku.com, data dari BI, nilai transaksi digital banking telah meningkat hingga 45,64 persen atau Rp39.841,4 triliun secara tahunan (year-on-year) di tahun 2021 lalu sejak QRIS banyak dikenalkan ke orang.

Peningkatan transaksi digital banking ini terus meningkat hingga diproyeksikan mencapai 24,83 persen (yoy) atau Rp49,733,8 triliun di tahun 2022.

Meski menjadi pilihan bagi sebagian warga, pertanyaan pun muncul apakah dengan transaksi digital ini akan menghilangkan uang kertas?.

Jika seluruh masyarakat merasa nyaman dengan digital currency, maka di titik tersebut uang tunai tidak akan diperlukan lagi.

Namun, jika hal ini terjadi, tidak dicetaknya uang tunai seperti uang kertas dan logam, bukan berarti rupiah tidak berlaku.

Rupiah tetap akan menjadi mata uang resmi negara, tetapi bentuknya beralih dari sebelumnya berbentuk fisik menjadi non fisik.

Dengan rencana tersebut, dapat disimpulkan uang kertas masih dapat digunakan dan beredar di masyarakat.

Kemudian, hadirnya uang digital pun diharapkan tidak menjadi ancaman punahnya uang kertas, melainkan menjadi wadah untuk bertransformasi secara digital.

Dimana transformasi digital ini pun akan berdampak pada sektor-sektor lainnya.

Load More