SuaraJogja.id - Film animasi 'Jumbo' mendapat apresiasi luar biasa di masyarakat. Salah satu film yang tayang pada momen Lebaran lalu itu telah sukses meraih enam juta penonton.
Kisahnya film ini pun sederhana tentang mengangkat realita hubungan keluarga dan anak yang dikemas dalam kisah unik perjalanan Don dan kawan-kawan.
Wulan Nur Jatmika, pakar psikologi anak Universitas Gadjah Mada memberikan ulasan film Jumbo dari sisi psikologi serta pesan bagi orang tua untuk mendampingi tumbuh kembang anak.
Dia bilang bahwa film Jumbo memuat pesan berlapis yang bisa ditangkap berbeda oleh penonton di segala usia. Terdapat moral tentang persahabatan, cara menjadi teman yang baik, saling tolong-menolong, dan cerita petualangan seru yang menghibur untuk anak-anak.
Baca Juga: "Umpak Buka", Refleksi Makna Mendalam di Balik Festival Kebudayaan Yogyakarta
Tak hanya dinikmati bagi anak-anak saja. Kalangan penonton dewasa pun ikut larut dalam kisahnya, ada perasaan nostalgia melalui alur cerita yang menyentuh sampai dinamika psikologis setiap karakternya.
"Secara pribadi, saya sangat mengapresiasi para seniman yang telah bekerja keras mewujudkan film ini dengan kualitas animasi, alur cerita, serta perkembangan karakter yang baik, diperkaya dengan banyak hikmah yang bisa dijadikan bahan refleksi," kata Wulan, Selasa (22/4/2025).
Lebih jauh, Wulan menyebut sejumlah realita sosial dalam film Jumbo mencerminkan pengaruh keluarga dan lingkungan pada kondisi psikologis anak. Salah satunya adalah Adverse Childhood Experiences (ACEs) atau kejadian atau peristiwa yang terjadi sebelum anak menginjak usia 18 tahun dan berpotensi menimbulkan trauma.
Kejadian seperti kehilangan peran orang tua, diabaikan, menyaksikan atau mengalami kekerasan, dan disfungsi sosial keluarga dapat memberikan pengalaman traumatis bagi anak.
Refleksi ACEs dapat ditemukan pada latar belakang beberapa karakter film Jumbo. Misalnya, Don yang kehilangan orang tua, Atta yang tumbuh tanpa orang tua dan dalam kondisi kemiskinan, serta Maesaroh dan Nurman yang dikisahkan hidup bersama kakek tanpa peran orang tua secara emosional.
Baca Juga: HUT RI ke-79: Haedar Nashir Ajak Elite Bangsa Introspeksi Diri
"Kondisi ini mencerminkan realita sosial Indonesia, di mana anak-anak dengan ACEs bisa dengan mudah ditemukan di sekitar kita," ungkapnya.
Berita Terkait
-
Suka dengan Jumbo? Intip 5 Film Animasi dari Indonesia yang Gak Kalah Seru!
-
Review Film iHostage: Kisah Nyata di Balik Mewahnya Toko Apple
-
5 Rekomendasi Film tentang Paus Fransiskus, Terbaru Ada Conclave
-
Review Film A Complete Unknown: Ketika Musik Berubah, Dunia pun Ikut Bergetar
-
Fatih Unru Bongkar Peran Brutalnya di Pengepungan Bukit Duri: Bully dan Kekacauan di Masa Depan
Terpopuler
- Alumni UGM Speak Up, Mudah Bagi Kampus Buktikan Keaslian Ijazah Jokowi: Ada Surat Khusus
- 3 Klub Diprediksi Jadi Labuhan Baru Stefano Cugurra di BRI Liga 1 Musim Depan
- HP Murah Itel A90 Lolos Sertifikasi di Indonesia: Usung RAM 12 GB, Desain Mirip iPhone
- Paula Verhoeven Positif HIV sebelum Menikah dengan Baim Wong?
- Akal Bulus Demi Raih Piala Asia U-17 2025: Arab Saudi Main dengan '12 Pemain'?
Pilihan
-
Cerita Pria 57 Tahun di Mataram Akhirnya Dapat SK PPPK Tapi Setahun Lagi Pensiun
-
Rafael Struick Ditendang vs Adelaide United, Brisbane Roar Kini Diamuk Netizen Indonesia
-
Tak Hanya Barang Bajakan dan QRIS, AS Juga Protes Soal UU Produk Halal RI
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Lancar Main FF, Terbaik April 2025
-
Polres Sukoharjo Ungkap Kasus Peredaran Narkoba, Dua Residivis Kembali Diamankan
Terkini
-
Polisi Selidiki Kematian Pria di Indekost Sleman, Dugaan Penyebabnya Masih Didalami
-
Resmi Berdiri, XLSMART Jadi Kekuatan Baru Masa Depan Digital Indonesia
-
Dosen Asal Semarang Tewas Bersimbah Darah di Kamar Kos Sleman, Ini Kata Polisi
-
Komitmen BRI Holding Mikro Untuk Kesejahteraan Gender, 14,4 Juta Pengusaha Dapat Dukungan
-
Haedar Nashir Berharap Pengganti Paus Fransiskus Bisa Suarakan Perdamaian di Gaza