Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Kamis, 24 April 2025 | 20:56 WIB
Ketua MGBK DIY, Edy Prajaka menyampaikan kekurangan guru BK di Yogyakarta, Kamis (24/4/2025). [Kontributor/Putu]

SuaraJogja.id - Meski menyandang predikat sebagai Kota Pendidikan, Yogyakarta ternyata masih mengalami kekurangan jumlah guru, termasuk guru Bimbingan Konseling (BK).

Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) DIY mencatat, masih banyak sekolah di wilayah ii yang belum memiliki guru BK dalam jumlah yang ideal bagi siswanya.

"Masih kurang banyak guru BK di Jogja, masih kurang ratusan ribu untuk guru BK," ujar Ketua Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) DIY, Edy Prajaka di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (24/4/2025).

Kondisi ini cukup bisa menghambat kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang memberlakukan kembali penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA. Para siswa membutuhkan peran guru BK dalam menentukan jurusan, potensi dalam rangka menyiapkan masa depan mereka.

Baca Juga: DIY Darurat Uang Palsu? 889 Ribu Lembar Ditemukan dalam 3 Bulan Pertama 2025

Di lapangan, kekurangan guru BK bahkan terjadi tidak hanya di tingkat SMA namun hingga ke level SD. \

Padahal ada desakan dari DPR RI untuk layanan konseling siswa mestinya dilakukan sejak di jenjang SD untuk mendorong siswa memilih jurusan di SMA.

"Dalam program Pak Menteri [pemberlakukan kembali penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA], kaitan dengan BK itu kan mengarah juga ke BK SD ya. [Guru BK] SD belum tergarap [di jogja, bahkan yang SMP, SMA itu kurang banyak, masih kurang ratusan ribu guru BK," tandasnya.

Permasalahan ini terjadi karena seringkali tidak ada formasi Guru BK dalam proses seleksi CPNS. Kondisi ini sudah terjadi beberapa tahun terakhir sejak 2015.

Padahal satu guru BK mestinya hanya mengajar maksimal 150 siswa. Karenanya satu sekolah minimal harus memiliki 5 sampai 8 guru BK.

Baca Juga: Diabetes Renggut Nyawa Hamzah Raminten: Warisan Budaya & Bisnisnya Dikenang

Baru pada tahun ini ada proses seleksi guru BK melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Namun kebijakan tersebut juga dinilai belum bisa memenuhi kebutuhan guru BK di DIY untuk seluruh jenjang pendidikan.

"Kita akhirnya memaksimalkan jumlah guru BK yang ada di sekolah. Kalau misalnya harusnya ada 8 atau 5 guru BK, ya satu sekolah akhirnya hanya ada 1 guru. Saya pernah mengajar [sebagai guru BK] satu sekolah sendiri, jadi kerjanya harus ekstra betul-betul," tandasnya.

Sementara Dosen UMY, Sobar Johari mengungkapkan guru BK memegang peranan krusial dalam proses pembelajaran dan pendampingan psikologis siswa.

Karenanya sekitar 300 guru BK di DIY diajak mengikuti Campus Tour untuk menambah wawasan akan pendidikan tinggi di DIY.

"Guru BK menjadi mitra penting bagi UMY dalam mengarahkan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Kami membuka peluang kerjasama dengan guru BK di seluruh Indonesia," imbuhnya.

Guru Bimbingan dan Konseling (BK) bukan sekadar "penjaga kedisiplinan", tapi pilar penting dalam membentuk karakter, mental, dan arah masa depan siswa. Ini beberapa alasan kenapa guru BK sangat vital.

a. Pendamping Perkembangan Psikologis Siswa

Guru BK menangani isu yang tidak selalu tampak di permukaan—seperti tekanan mental, krisis identitas, konflik keluarga, hingga keresahan sosial. Dalam masa remaja, peran ini sangat krusial karena siswa sedang dalam fase membentuk jati diri.

b. Mediator Antara Siswa, Guru, dan Orang Tua

Guru BK sering menjadi jembatan antara siswa dengan lingkungan sekitarnya, terutama saat terjadi masalah. Mereka membantu menyampaikan persoalan dengan cara yang tidak menyudutkan siapa pun dan tetap berorientasi pada solusi.

c. Pemetaan Potensi dan Bakat Siswa

Selain soal kedisiplinan, guru BK juga berperan dalam pengembangan potensi—melalui asesmen minat bakat, konseling karier, dan bimbingan studi. Ini membantu siswa merancang masa depan dengan lebih terarah.

d. Pencegahan dan Penanganan Masalah Disiplin

Nah, di sinilah aspek yang sering disorot: kedisiplinan. Tapi penting diingat, guru BK tidak hanya menindak, tapi lebih ke pendekatan preventif dan korektif berbasis pemahaman, bukan hukuman.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More