SuaraJogja.id - Kekinian muncul wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Wacana itu mencuat ke ruang publik usai pernyataan sikap dari Forum Purnawirawan TNI yang menyoroti proses pencalonannya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu.
Menanggapi hal tersebut, pakar hukum tata negara UGM, Yance Arizona, menuturkan bahwa permintaan pemberhentian Wakil Presiden Gibran oleh Forum Purnawirawan TNI kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) belum memiliki dasar hukum yang memadai.
Dia menilai, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, setiap proses pemakzulan harus berjalan berdasarkan ketentuan konstitusional. Tidak bisa hanya kemudian semata-mata didorong oleh opini atau tekanan politik.
Oleh karena itu, penting untuk membedakan antara dorongan politik simbolik dan mekanisme hukum yang sungguh-sungguh dapat ditempuh.
Baca Juga: Joki dan Kecurangan Marak di Kampus, Dosen UGM Usulkan Reformasi Radikal
"Argumen-argumennya juga tidak begitu solid secara hukum. Belum tentu ini memang satu proses hukum yang sedang digulirkan, tapi bisa jadi proses politik yang justru menjadikan spotlight pemberitaan media terarah ke Wakil Presiden Gibran," kata Yance, dikutip Minggu (4/5/2025).
Dipaparkan Yance, secara konstitusional, mekanisme pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden telah diatur secara tegas dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal tersebut menyatakan bahwa pemakzulan hanya dimungkinkan apabila yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran hukum.
Antara lain berupa pengkhianatan terhadap negara, tindak pidana korupsi, penyuapan, kejahatan berat lainnya, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Hal-hal itu sebagai dasar bahwa prosedur pemakzulan tidak dapag ditempuh secara sewenang-wenang. Melainkan diperlukan pembuktian hukum yang kuat dan berlandaskan ketentuan konstitusi.
Baca Juga: Bakso Kotak, Kuah Inovatif: Eksperimen Rasa Magister UGM ke Gerobak yang Inspiratif
"Kalau kita kaitkan dengan impeachment clauses itu yang ada di Pasal 7A, kita tidak melihat mana cantelan yang akan dipakai untuk memberhentikan Gibran sampai hari ini," tegasnya.
Sementara itu MPR bukan lembaga yang memulai proses pemakzulan. Melainkan institusi yang menjalankan keputusan akhir setelah tahapan-tahapan sebelumnya dilalui.
Pintu masuk proses pemakzulan itu terletak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR dapat menggunakan hak angket atau langsung mengajukan hak menyatakan pendapat jika terdapat dugaan bahwa Presiden atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan Pasal 7A.
Proses ini melibatkan berbagai lembaga negara dan menuntut adanya kehati-hatian dalam setiap tahapannya.
"Nanti kalau MK menyatakan terbukti, itu bisa menjadi dasar untuk MPR mengadakan sidang dan memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden," tuturnya.
Jika melihat konteks kasus Wapres Gibran, muncul pertanyaan apakah dugaan pelanggaran etik atau manipulasi dalam proses pencalonannya dapat dimasukkan sebagai pelanggaran berat atau perbuatan tercela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A.
- 1
- 2
Berita Terkait
Terpopuler
- Sah! Jay Idzes Resmi Jadi Pemain Termahal di Timnas Indonesia
- 4 Rekomendasi Mobil Bekas Seharga Honda Vario: Muat Banyak, Cocok untuk Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi HP Rp2 Jutaan RAM 12 GB Memori 256 GB, Lancar Jaya Buat Multitasking!
- 5 Mobil Bekas SUV Keren Harga Rp 40-70 Jutaan, Performa Kencang
- 6 Mobil Sedan Eropa Bekas Harga di Bawah Rp 40 Jutaan: Dibanderol Setara Motor Matic
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP Rp 4 Jutaan Spek Gahar untuk Gaming Juni 2025, Performa Ngebut Kamera Cakep!
-
7 Rekomendasi TWS Bass Murah Terbaik Juni 2025, Harga Mulai Rp 160 Ribuan
-
Bos Danantara Sindir Para Petinggi BUMN yang Punya Ajudan 15: Istri Saja Dikawal!
-
Peringkat Daya Saing RI Anjlok 13 Peringkat! Perang Tarif dan Pengangguran jadi Biang Keroknya
-
Juara Ketiga Piala AFF, Bukti Timnas Putri Indonesia U-19 Tabrak Hukum Alam
Terkini
-
Ciri-Ciri Pelaku Pelecehan di Ngaglik Sleman Disebar, Polisi Sisir CCTV, Korban Trauma
-
Dana CSR BI Dikorupsi, KPK Periksa Pejabat Tinggi hingga Anggota DPR Ikut Terseret
-
PT KAI Tolak Perpanjangan Waktu Warga Lempuyangan yang Segera Digusur, Sri Sultan Bilang Begini
-
Geger Sepehi: Keluarga Sultan HB II Tuntut Inggris Kembalikan Aset Keraton Rp8,3 Triliun
-
Tak Sekadar Lari, Mandiri Jogja Marathon 2025 Beri Diskon di Pameran UMKM hingga Undian ke Berlin