SuaraJogja.id - Walikota Yogyakarta, Hasto Wardoyo akhirnya bertemu dengan ratusan juru parkir (jukir) dan pedang Tempat Parkir Khusus (TKP) Abu Bakar Ali.
Didampingi Wakil Walikota Yogyakarta, Wawan Harmawan, Hasto berdiskusi mengenai nasib jukir dan pedagang selama beberapa jam di lantai 2 TKP ABA, Kamis (15/5/2025).
Dalam diskusi tersebut, jukir dan pedagang tetap menolak dipindahkan ke Ketandan ataupun Pasar Batikan seperti yang ditawarkan Pemda DIY beberapa waktu lalu.
Meski perpanjangan kontrak sewa di TKP ABA sudah selesai pada 13 Mei 2025 kemarin, mereka bersikukuh tetap melakukan aktivitas di kawasan tersebut.
Baca Juga: 421 Kuda Andong Malioboro Diperiksa, Apa Saja Temuan Petugas?
Hasto sempat tidak bisa menyembunyikan emosinya dan menitikkan air mata saat menggambarkan beratnya proses relokasi ini.
Apalagi hal itu karena menyangkut nasib masyarakat kecil yang bergantung pada lokasi tersebut untuk mengais rezeki.
"Spontan saja. Kalau mendengarkan mereka, saya membayangkan jadi mereka. Ketika kita membikin pasar baru, itu tidak mudah," ujarnya dengan suara bergetar.
Karenanya Hasto pun memberikan opsi lain agar jukir dan pedagang tetap bisa mendapatkan pendapatan.
Salah satunya merelokasi mereka ke eks atau bekas Menara Kopi di kawasan Kotabaru, Kota Yogyakarta.
Baca Juga: Pertegas Gerakan Merdeka Sampah, Pemkot Jogja Bakal Siapkan Satu Gerobak Tiap RW
"Kita sudah melewati batas waktu [kontrak], mau tidak mau harus ada solusi," ujarnya.
Menurutnya, keputusan relokasi ke bekas Menara Kopi dilakukan setelah melalui diskusi intensif antara Pemkot dan Pemprov DIY.
Lokasi di sekitar Menara Kopi, Kotabaru, menjadi opsi paling masuk akal dan memungkinkan untuk menampung para pedagang dan jukir karena dekat dengan kawasan Malioboro sebagai jantung Kota Yogyakarta.
Lahan di kawasan tersebut berada tak jauh dari SD Kanisius dan berseberangan dengan gereja. Akses jalan masuk pun cukup memadai.
"Tempat itu luas, bisa di-upgrade, marketable, dan memungkinkan untuk dimanfaatkan oleh semua pihak, baik pedagang maupun jukir," jelasnya.
Untuk membantu proses transisi, lanjut Hasto, pemkot memberikan masa penggunaan gratis selama dua tahun kepada para pedagang.
Hal ini dilakukan agar mereka bisa fokus membangun usaha di tempat baru tanpa harus terbebani biaya sewa.
Anggaran sekitar Rp2 Miliar dari Dana Keistimewaan (danais) pun disiapkan untuk menata bekas Menara Kopi.
Ditargetkan penataan di kawasan itu bisa dilakukan dalam waktu dekat.
Relokasi ini rencananya akan dimulai setelah seluruh infrastruktur pendukung di eks Menara Kopi siap digunakan, termasuk penataan kios, jalur kendaraan, dan fasilitas dasar lainnya.
"Selama dua tahun kita gratiskan supaya mereka bisa hidup dan berkembang dulu. Setelah itu, kalau mau masih dipakai, ya silakan. Tapi kita juga tidak akan melarang kalau mereka mau pindah lagi," tandasnya.
Hasto menekankan saat ini tidak ada alternatif lain selain Menara Kopi.
Opsi sebelumnya seperti relokasi ke Ketandan atau Pasar Batikan dianggap tidak realistis karena membutuhkan waktu, perencanaan, dan pembangunan yang tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat.
"Kalau ketandan jadi opsi, itu masih bisa dua tahun lagi. Karena butuh perencanaan dan pembangunan yang matang," katanya.
Sementara itu, aktivitas di TKP Abu Bakar Ali saat ini sudah tidak memiliki legalitas formal.
Meski masih ada aktivitas di lapangan, secara hukum lokasi tersebut tidak lagi sah untuk digunakan.
Pembongkaran akan dilakukan sesuai kontrak kerja dengan pemenang lelang dari pihak Pemda DIY.
Namun Hasto memberi ruang agar proses relokasi bisa berjalan dengan lebih manusiawi.
Jukir dan pedagang masih diberi kesempatan beraktivitas selama masa pembongkaran.
Dengan keputusan ini, relokasi ke Menara Kopi menjadi satu-satunya jalan keluar yang disepakati bersama.
Pemerintah berharap langkah ini bisa memberikan solusi berkelanjutan bagi pedagang dan jukir, sembari tetap menjaga ketertiban dan fungsi ruang kota.
“Kalau pembongkaran dimulai dari atas dan masih aman, ya mungkin masih bisa dimanfaatkan sebentar untuk persiapan,” ujarnya.
Harus Bebas Biaya
Pengelola TKP ABA, Doni Ruliyanto mengungkapkan, proses relokasi sementara ke eks Menara Kopi diharapkan benar-benar bebas biaya bagi seluruh warga TKP ABA.
Dalam dokumen kesepakatan yang dibacakan dan ditandatangani pada Rabu malam (14/5/2025), warga TKP AB yang terdiri dari pengelola, pedagang, juru parkir, dan pemandu wisata menyatakan kesediaannya untuk direlokasi ke Terminal Giwangan secara permanen.
Namun, sambil menunggu kesiapan infrastruktur di terminal tersebut, mereka sepakat untuk dipindahkan ke lokasi sementara di eks Menara Kopi selama dua tahun ke depan.
"Yang paling penting bagi kami adalah kepastian bahwa relokasi ini tidak menambah beban bagi warga. Kami sudah mengalami dampak ekonomi akibat dihentikannya aktivitas di TKP ABA. Maka, kami sangat berharap bahwa di lokasi sementara ini, warga tidak dibebani biaya apa pun," paparnya.
Menurut Doni, beberapa poin dalam kesepakatan sudah sangat jelas, tidak ada pungutan retribusi atau sewa, tidak ada biaya listrik, air, dan kebersihan selama warga menempati eks Menara Kopi.
Selain itu, disebutkan pula bahwa pemerintah akan menyediakan modal usaha, pesangon untuk biaya pemindahan, serta program promosi untuk menghidupkan lokasi baru.
Namun demikian, Doni menegaskan pentingnya komitmen dari Pemkot Yogyakarta dan Pemda DIY untuk menjalankan semua poin dalam kesepakatan tersebut secara utuh dan tanpa pengurangan.
"Kami berharap tidak hanya sekadar janji di atas kertas. Warga sudah bersedia pindah dan beradaptasi, meski harus memulai dari nol lagi. Sekarang kami butuh tindakan nyata dari pemerintah untuk menjamin bahwa relokasi ini benar-benar menguntungkan dan layak," paparnya.
TKP ABA selama ini dikenal sebagai salah satu titik strategis di kawasan Malioboro yang menjadi pusat aktivitas parkir wisata dan perdagangan kaki lima.
Dengan relokasi ini, wajah kawasan Malioboro akan lebih tertata, sejalan dengan visi Pemda DIY untuk menjadikan Malioboro sebagai kawasan pedestrian dan budaya.
Doni berharap agar program penataan ini tidak meninggalkan masyarakat kecil yang selama bertahun-tahun menggantungkan hidup di kawasan tersebut.
"Penataan itu bagus, tetapi jangan sampai mengorbankan mereka yang justru menjaga denyut ekonomi Malioboro selama ini. Kami percaya, dengan dukungan yang jelas, warga TKP ABA bisa bertahan dan bangkit kembali, meski di lokasi baru," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- Cerita Stefano Lilipaly Diminta Bela Timnas Indonesia: Saya Tidak Bisa
- Ibrahim Sjarief Assegaf Suami Najwa Shihab Meninggal Dunia, Ini Profilnya
- Siapa Pembuat QRIS yang Hebohkan Dunia Keuangan Global
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah Rp30 Juta, Murah Tetap Berkelas
- 9 Rekomendasi Mobil Bekas Harga Rp 30 Jutaan, Mesin Bandel Dan Masih Banyak di Pasaran
Pilihan
-
Nick Kuipers Resmi Tinggalkan Persib, Lanjut Karier ke Eropa atau Persija?
-
QRIS Bisa Digunakan di Jepang dan China! India, Korsel dan Arab Saudi Segera Menyusul
-
5 Rekomendasi HP Kamera 200 MP Mulai Rp3 Jutaan, Gambar Tajam Detail Luar Biasa
-
5 HP Murah Kamera 108 MP, Harga Mulai Rp1 Jutaan Hasil Foto Tak Ada Lawan
-
Oh Nasibmu MU: Tak Pernah Kalah, Sekali Tumbang Justru di Laga Final
Terkini
-
Jelang Idul Adha, Penjualan Hewan Kurban di Sleman Lesu? Wabup Ungkap Penyebabnya
-
Modal dari KUR BRI, Kelor Disulap Jadi Peluang Bisnis Kuliner Menggiurkan
-
Link DANA Kaget Aktif Hari Ini Berjumlah Ratusan Ribu, Klaim Sekarang Sebelum Kehabisan
-
Sidang Ijazah Jokowi Ditunda, Kuasa Hukum Tergugat Tegas Tolak Intervensi Tak Sesuai Prosedur
-
Mediasi Sidang Ijazah Jokowi Gagal Digelar, Hakim Tunggu Permohonan Intervensi Pihak Ketiga