Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 20 Mei 2025 | 21:29 WIB
Dadan Hindayana (kanan) bersama Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto (tengah), Kepala Staf Kepresidenan, Letjen TNI (Purn) AM Putranto (kiri) dan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), mencicipi menu MBG di SPPG Sambirejo, Breksi, Prambanan, Sleman, Selasa (20/5/2025). [Hiskia/Suarajogja]

SuaraJogja.id - Badan Gizi Nasional (BGN) memperketat pengawasan terhadap proses pengolahan makanan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Hal ini guna mencegah kasus keracunan kembali berulang saat mengonsumsi makan bergizi gratis (MBG) di beberapa daerah.

Kepala BGN, Dadan Hindayana menyebut ada dua penyebab utama keracunan makanan yang sempat terjadi di sejumlah daerah.

Dua hal itu yakni terkait bahan baku dan proses memasak.

Baca Juga: Makan Bergizi Gratis Tanpa APBN? Ini Rahasia 1351 Dapur Umum di Seluruh Indonesia

"Jadi gini, kita sudah mendeteksi 2 penyebab utama gangguan pencernaan itu. Yang pertama bahan baku, yang kedua adalah prosesing," kata Dadan saat ditemui di SPPG Sambirejo, Breksi, Prambanan, Sleman, Selasa (20/5/2025).

Dadan mencontohkan kejadian keracunan di Sukoharjo, Jawa Tengah di mana saat itu disebabkan gas yang habis saat proses memasak. Hal ini membuat makanan basi karena waktu masak yang terlalu lama.

Sementara pada kasus keracunan di Palembang terjadi akibat pemilihan bahan baku berupa ikan tongkol yang tak semua penerima manfaat dapat menerima dengan baik.

Untuk mencegah hal-hal serupa, BGN mulai memperketat standar operasional prosedur (SOP) di dapur-dapur SPPG. Dadan menjelaskan bahwa bahan makanan yang mudah rusak disarankan dibeli harian, sementara bahan yang lebih tahan seperti beras dan bawang bisa dibeli mingguan.

"Untuk yang rentan, apalagi gangguan listrik, freezernya bisa terganggu, kalau bisa kita sarankan harian," ucapnya.

Baca Juga: Sebanyak 14 SPPG BUMDes di DIY Diluncurkan, Ekosistem Ekonomi Lokal Makin Dikuatkan

Kemudian dari segi memasak pun akan diatur. Nantinya waktu penyiapan makanan bakal dipangkas lebih singkat dari sebelumnha.

"Kita mulai pendekkan waktu masak. Jadi beberapa SPPG itu masak dari mulai malam, bahkan jam 12 sudah masak sampai delivery. Nah itu kita pendekkan kalau bisa, waktunya kemudian hanya 2-3 jam sebelum delivery," ungkapnya.

Selain waktu masak, waktu pengantaran dan konsumsi juga diawasi ketat. Disampaikan Dadan, makanan harus segera dimakan saat tiba di sekolah untuk mencegah makanan basi.

"Sesampainya di sekolah harusnya langsung dikonsumsi. Ada acara di sekolah, sehingga tersimpan agak lama. Itu yang menimbulkan gangguan pencernaan juga," tandasnya.

Selain itu, Dadan bilang ada pula uji organoleptik sebelum makanan dibagikan. Ini termasuk uji rasa, bau, dan penampakan visual.

"Kalau makanan yang dibawa itu sebelum dibagikan di tes dan dalam keadaan kurang baik, batalkan pembagian karena seringkali dipaksakan," tegasnya.

Tak sampai di situ, Dadan mengatakan bakal rutin melakukan pelatihan ulang setiap dua bulan kepada penjamah makanan. Hal itu untuk terus mengingatkan seluruh pihak untuk tetap menjaga kualitas makanan yang disajikan.

Asuransi Penerima Manfaat MBG Masih Wacana

Dalam kesempatan ini, Dadan mengakui pemberian asuransi bagi penerima manfaat makanan bergizi (MBG) masih wacana. Ia menegaskan belum ada keputusan apapun terkait hal ini.

"Untuk [asuransi] yang penerimaan manfaat, kami masih harus diskusi lebih jauh, karena ini sudah ada usulan untuk mengasuransikan penerimaan manfaat," ucap Dadan.

Ia menambahkan, belum ada produk asuransi di Indonesia yang menggabungkan perlindungan jiwa dan kesehatan secara spesifik untuk program semacam MBG.

"Nanti saya harus diskusi dulu dengan Pak Presiden," imbuhnya.

Tak Ada SPPG Tutup

Dadan turut memastikan sampai dengan saat ini tidak ada SPPG yang berhenti beroperasi terkait kendala pembayaran atau apapun.

Ia menyebut seluruh SPPG masih berjalan normal.

"Oh nggak ada [yang tutup]. Tidak ada SPPG yang sekarang boleh jalan sebelum uang muka masuk," tegasnya.

Sistem pembiayaan yang sebelumnya menggunakan sistem reimburse, kini telah ditinggalkan demi kelancaran operasional.

"Kalau reimburse sudah diselesaikan semua. Yang ada sekarang, seluruh SPPG boleh jalan kalau uang sudah masuk," tambahnya.

Dadan mengklaim sistem baru ini dinilai lebih efisien dan diterima baik oleh mitra di lapangan.

Evaluasi internal pun terus dilakukan, termasuk pengukuran indeks peningkatan gizi secara ilmiah.

Load More