- UU Nomor 17 Tahun 2023 terkait Kesehatan membuat resah para tenaga medis dan dokter
- Bukannya meningkatkan pelayanan dan kualitas, tenaga medis seakan ditekan untuk mendapatkan revenue
- KPKKI menilai bahwa UU ini bisa menjadi buruk jika tidak ditangani lebih lanjut
SuaraJogja.id - Komunitas Peduli Kebijakan Kesehatan Indonesia (KPKKI) melayangkan amicus curiae ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Amicus curiae sendiri merupakan seseorang atau lembaga organisasi yang menjadi relawan atau diminta oleh pengadilan untuk memberikan pernyataan atas kepeduliannya terhadap suatu perkara yang terjadi.
KPKKI menyoroti berbagai masalah dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Ketua KPKKI, Wahyudi Kumorotomo, menuturkan bahwa langkah ini diambil sebab beleid tersebut dinilai justru membuka ruang besar bagi komersialisasi layanan kesehatan di Indonesia.
Dia menyebut UU Kesehatan yang awalnya digadang-gadang mampu memperbaiki sistem justru berpotensi melemahkan akses publik terhadap layanan yang seharusnya menjadi hak konstitusional setiap warga.
"Kita melihat bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 yang sebenarnya adalah salah satu undang-undang yang kita harapkan akan memperbaiki status kesehatan publik di Indonesia ini ternyata banyak kelemahannya," kata Wahyudi, kepad awak media, Senin (8/9/2025).
Salah satu keprihatinan utama yakni terdapat kecenderungan kuat rumah sakit vertikal yang berada di bawah kendali Kementerian Kesehatan lebih diarahkan pada target pendapatan ketimbang peningkatan kualitas pelayanan.
Dari 37 rumah sakit vertikal, termasuk RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, para dokter disebut dibebankan target finansial hingga triliunan rupiah setiap tahunnya.
Akibatnya, indikator kinerja tenaga medis lebih menekankan pada revenue dibanding pengurangan penderitaan pasien.
Baca Juga: Pemisahan Pemilu Nasional & Lokal: Strategi Jitu Berantas Politik Uang atau Sekadar Tambal Sulam?
"Nah ini tidak terkontrol sekarang ini dengan adanya undang-undang ini. Sehingga kemudian mengakibatkan ya rumah sakit menjadi istilahnya tempat untuk hal-hal yang sifatnya komersial," ucapnya.
"Rumah sakit dan para dokter dipaksa, yang selama ini mereka menaati kode etik kedokteran bahwa dokter itu wajibnya adalah untuk tugas-tugas kemanusiaan menolong orang yang sakit sekarang dipaksa untuk mengkomersilkan berbagai macam layanan kesehatan," tambahnya.
Wahyudi menilai situasi itu semakin memperparah kondisi rumah sakit.
Ia mengkritik praktik evaluasi berbasis pendapatan yang bahkan membuat dokter dengan jumlah pasien rendah bisa dipindahkan ke daerah terpencil.
Dikendalikan Kementerian Kesehatan
Tak berhenti di situ, KPKKI turut menyoroti pergeseran wewenang kolegium pendidikan kedokteran yang kini lebih banyak dikendalikan Kementerian Kesehatan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
Terkini
-
Jangan Sampai Salah Arah! Ini Rute Baru Menuju Parkir Pasar Godean Setelah Relokasi
-
Rusunawa Gunungkidul Sepi Peminat? Ini Alasan Pemkab Tunda Pembangunan Baru
-
Kominfo Bantul Pasrah Tunggu Arahan Bupati: Efisiensi Anggaran 2026 Hantui Program Kerja?
-
Miris, Siswa SMP di Kulon Progo Kecanduan Judi Online, Sampai Nekat Pinjam NIK Bibi untuk Pinjol
-
Yogyakarta Berhasil Tekan Stunting Drastis, Rahasianya Ada di Pencegahan Dini