Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 18 Juni 2025 | 12:52 WIB
Kawasan rumah dinas PT KAI yang masih dipasang penolakan pembongkaran warga Lempuyangan, Selasa (17/6/2025). [Kontributor/Putu]

SuaraJogja.id - PT Kereta Api Indonesia (Persero) kembali menerbitkan Surat Peringatan Ketiga (SP3) kepada warga Tegal Lempuyangan, Danurejan, Kota Yogyakarta yang menempati rumah dinas di sekitar Stasiun Lempuyangan. Surat ini menandai fase akhir dari proses penataan kawasan stasiun yang telah melalui tahapan sosialisasi dan mediasi dua kali SP.

Dalam SP 3 tersebut, PT KAI kembali meminta warga melakukan pengosongan atau pembongkaran bangunan tambahan secara mandiri. Pembongkaran bangunan tambahan dilakukan selambat-lambatnya tujuh hari setelah surat diterima.

Mendapati SP 3 tersebut, warga yang terancam penggusuran tersebut pun menemui pimpinan PT KAI di Kantor Daop 6 Yogyakarta, Selasa (17/6/2025) sore.

Mereka akhirnya menerima keputusan PT KAI untuk pergi dari kawasan Stasiun Lempuyangan.

Baca Juga: Gelombang PHK Hantam Yogyakarta, Klaim JHT Tembus Rp398 Miliar

Namun mereka menyampaikan satu permintaan terakhir agar penertiban dilakukan setelah perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025 mendatang.

"Poinnya [pertemuan dengan KAI], kita ingin mendengarkan isi surat dari SP3 yang disampaikan KAI. Sikap warga adalah meminta supaya bisa melaksanakan peringatan Agustusan untuk terakhir kalinya [di Lempuyangan]. Setelah itu, terserah KAI mau ngapain. Termasuk melakukan penertiban? Ya silakan," papar juru bicara warga Lempuyangan, Foky Ardiyanto, dikutip Rabu (18/6/2025).

Permintaan itu, menurut Foky sangat berkaitan dengan momen kebangsaan. Warga Lempuyang ingin memiliki momen terakhir merayakan kemerdekaan di rumah yang mereka tempati selama puluhan tahun. Bahkan tempat sebagian warga lahir dan besar.

Permintaan tenggat waktu satu bulan tersebut mestinya tidak memberatkan PT KAI. Apalagi ijin tinggal sementara warga juga masih sampai Oktober 2025 mendatang.

"Yang namanya palilah [izin tinggal sementara] itu juga baru habis Oktober. Jadi mundur sesasi [sebulan] itu ya masuk akal," ucapnya.

Baca Juga: Bank Mandiri Perkuat Komitmen Sosial dan Lingkungan Bagi Masyarakat Yogyakarta: Road to MJM 2025

Terkait kompensasi yang didapat warga, Foky menilai besaran uang yang diberikan KAI dan Keraton dinilai warga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar warga untuk bertempat tinggal.

Apalagi mereka harus pergi dari rumah dan harus mencari tempat tinggal baru.

Karenanya warga meminta ada pengukuran ulang. Saat ini Keraton Yogyakarta sebagai pemilik tanah di Lempuyangan telah mengalokasikan Rp56 juta sebagai bebungah per rumah untuk warga. Namun baru Rp3 juta bebungah yang dicairkan.

Sedangkan kompensasi dari KAI berkisar Rp50 juta. Kedua kompensasi tersebut diklaim warga tidak bisa digunakan untuk mendapatkan rumah baru pengganti. Warga berharap besaran kompensasi bisa setara dengan rumah seharga Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

"Teknisnya akan kami rembuk [untuk pengukuran ulang kompensasi]. Tapi melihat situasinya, warga juga berharap Keraton bisa memberikan bebungah yang lebih. Apakah [kompensasi] itu bisa memenuhi hak konstitusional warga untuk bertempat tinggal? Kan belum cukup. Idealnya ya seperti harga rumah KPR, sekitar Rp250 juta," tandasnya.

Foky menegaskan, pemindahan warga oleh institusi negara seperti KAI dan Keraton tidak boleh melupakan tanggung jawab sosial dan konstitusional terhadap hak warganya. Apalagi setiap warga negara punya hak bertempat tinggal.

"Siapa pun yang memindahkan, harus juga menjamin hak itu terpenuhi," ungkapnya.

Sementara itu, Manajer Humas KAI Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih, mengungkapkan SP3 telah resmi dikirim dan proses penertiban dalam rangka penataan kawasan Stasiun Lempuyangan akan dilakukan setelah masa tenggat berakhir. Hal itu sudah sesuai prosedur yang berlaku.

"Setelah SP3 ini, kami akan segera mengusulkan ke pimpinan, namun tetap mengikuti prosedur yang ada. Penertiban akan dilakukan setelah SP3 melewati tenggat waktunya," jelasnya.

Feni menyebutkan proses yang telah ditempuh KAI dimulai dari sosialisasi berulang kali hingga mediasi, meski tidak mencapai kesepakatan. Maka, tahapan formal dilanjutkan hingga SP3.

Saat ini sudah ada beberapa warga yang menyetujui ongkos bongkar bangunan tambahan di rumah tempat tinggal mereka. Namun sebagian lain masih belum memberikan persetujuan.

“Memang beberapa warga sudah menyetujui ongkos bongkar, selain yang hadir hari ini. Tapi jumlahnya masih dinamis, jadi belum bisa kami sampaikan secara pasti. Kita lihat setelah hari Kamis nanti, karena itu tenggat SP3-nya," ungkapnya.

Menanggapi permintaan warga agar nilai kompensasi ditingkatkan setara rumah KPR, Feni menegaskan PT KAI tetap mengacu pada ketentuan pusat, yakni kompensasi hanya berupa ongkos bongkar.

Mereka tidak akan menyetujui permintaan warga terdampak penertiban kawasan Stasiun Lempuyangan, termasuk penundaan pembongkaran bangunan tambahan setelah 17 Agustus 2025 nanti.

“Kami tetap pada keputusan awal. Kompensasi tetap mengacu pada prosedur yang berlaku di KAI. Tidak ada perubahan. Kami tidak bisa melanggar prosedur,” ujarnya.

Feni menambahkan, penertiban ini dilakukan dalam rangka penataan ulang Stasiun Lempuyangan yang kini melayani baik kereta ekonomi PSO maupun KRL.

Kapasitas stasiun harus ditingkatkan agar bisa mengakomodasi lonjakan penumpang dan menjamin keselamatan, kenyamanan, serta efisiensi.

KAI juga memastikan bahwa koordinasi dengan pihak Keraton Yogyakarta telah dilakukan, meskipun pada pertemuan kali ini perwakilan Keraton tidak hadir. Karenanya diharapkan warga mentaati aturan yang sudah ditetapkan.

"Setiap kali kami akan melakukan pertemuan dengan warga atau mengambil langkah tertentu, itu sudah melalui koordinasi dengan pihak Keraton," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More