Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 25 Juni 2025 | 13:39 WIB
Dosen Prodi Teknologi Rekayasa Otomotif UMY, mengenalkan inovasi mesin sangrai biji kopi yang dibuat bersama timnya. (dok.Istimewa)

SuaraJogja.id - Dosen Program Studi Teknologi Rekayasa Otomotif, Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Rinasa Agistya Anugrah berinovasi untuk membantu pelaku UMKM khususnya di bidang kopi.

Rinasa dan timnya mengembangkan inovasi berupa mesin sangrai biji kopi otomatis dan portabel.

Alat ini dirancang untuk mempermudah proses sangrai dengan sistem otomatis yang efisien, praktis, dan terjangkau.

"Selama ini, mesin sangrai kopi yang tersedia ukurannya besar dan harganya mahal, bahkan bisa mencapai ratusan juta rupiah. Ini tentu memberatkan pelaku UMKM atau kafe kecil yang ingin menyangrai kopi sendiri," kata Rinasa dalam keterangan tertulisnya, dikutip Rabu (25/6/2025).

Baca Juga: Pernyataan Sikap Prodi Ilmu Komunikasi UMY Atas Upaya Intimidasi terhadap Redaksi TEMPO

Berdasarkan pengamatannya, banyak kafe di Yogyakarta terpaksa membeli mesin roasting bekas dengan harga antara Rp35 juta hingga Rp50 juta. Sedangkan mesin baru bisa menembus harga lebih dari Rp100 juta.

Padahal, kebutuhan mereka cukup kecil, yakni hanya sekitar satu kilogram kopi per proses sangrai.

"Oleh karena itu, kami merancang mesin kecil berkapasitas maksimal satu kilogram, otomatis mati saat kopi matang, dan harganya jauh lebih terjangkau, sekitar Rp4,5 juta hingga Rp5 juta," ungkapnya.

Mesin sangrai buatan tim UMY ini berukuran ringkas, hanya sekitar 50 cm panjang dan 25 cm lebar.

Hal itu membuat mesin mudah dipindahkan alias portabel.

Baca Juga: Usia 40 Tahun Rentan Terjangkit Diabetes, Dosen FKIK UMY: Harus Perbaiki Pola Hidup

Disampaikan Rinasa, mesin ini dilengkapi pemanas elektrik, tabung sangrai yang berputar otomatis. Serta ditambah dengan fitur pengatur suhu dan waktu berbasis mikrokontroler.

"Kalau mesin konvensional harus diawasi terus karena risiko gosong. Tapi dengan alat ini, pengguna cukup mengatur suhu dan waktu, lalu mesin akan berhenti otomatis. Tingkat kematangan pun bisa disesuaikan: Light, medium, atau dark roast," ungkapnya.

Untuk menjaga kualitas aroma dan rasa, kata Rinasa, mesin ini juga dilengkapi sistem pendingin berupa wadah dan kipas otomatis yang menurunkan suhu biji kopi pasca-sangrai.

Prototipe ini dikembangkan dalam waktu sekitar empat bulan dan sekaligus menjadi bagian dari tugas akhir mahasiswa bimbingan dia.

Proses perancangan menggabungkan aspek mekanik dan sistem kontrol elektronik. Diakui Rinasa, tim sempat mengalami tantangan dalam penguasaan sistem otomatisasi.

"Dasar kami teknik mesin, jadi untuk sistem kontrol elektrik kami perlu belajar dan riset terlebih dahulu. Tapi justru dari sinilah kami melihat pentingnya kolaborasi lintas bidang," ujarnya.

Mesin ini telah diuji coba di salah satu kafe di Yogyakarta dan mendapat respons positif. Menurut Rinasa, cita rasa kopi yang dihasilkan tidak kalah dari mesin komersial.

Bahkan dia bilang beberapa pelaku usaha menunjukkan minat untuk membeli. Meski memang alat ini masih dalam tahap prototipe dan belum diproduksi massal.

Ke depannya, Rinasa dan tim berharap dapat mengembangkan versi lanjutan mesin ini yang mampu menyesuaikan proses sangrai secara otomatis berdasarkan karakteristik masing-masing biji kopi, seperti kadar air dan varietas yang berbeda.

"Setiap kopi punya karakter unik. Bahkan dari lahan yang sama, kadar airnya bisa berbeda. Itu jadi PR kami berikutnya, yakni bagaimana membuat alat ini semakin presisi dan adaptif tanpa perlu penyesuaian manual," kata dia.

Load More