SuaraJogja.id - Di sebuah sudut Dusun Betakan, Sumberahayu, Kecamatan Moyudan, Sleman, tumbuh sebuah gerakan literasi akar rumput yang tak biasa.
Hanya berawal dari sebidang lahan seluas 1.800 meter persegi, gerakan ini lahir bukan dari program pemerintah. Melainkan dari kegelisahan seorang warga pada kurangnya ruang tumbuh anak-anak di desanya.
Yayasan Literasi Desa Tumbuh (LDT) namanya. LDT lahir dari keprihatinan Desy Ery Dani, mantan dosen Ilmu Perpustakaan Universitas Diponegoro yang kini berdomisili di Singapura.
Saat berlibur bersama ketiga anaknya di Betakan pada pertengahan 2024, ia melihat langsung minimnya akses anak-anak terhadap buku bacaan yang berkualitas.
Ia mencoba untuk menaruh kotak berisi buku di garasi dengan harapan ada anak-anak yang kemudian tertarik untuk mampir membaca.
Namun sang suami, Nur Huda Ismail, yang kini sebagai pendiri Yayasan Literasi Desa Tumbuh (LDT) tak puas dengan aktivitas itu.
Huda memutuskan untuk mendirikan yayasan dan merancang gerakan literasi yang berkelanjutan dengan melibatkan warga.
"Aku bilang, kalau kayak begini [hanya di garasi] nggak akan ada terjadi perubahan, kita harus bikin gerakan. Makanya kita ubah, aku jadikan yayasan ini dan fokusnya literasi, desa tumbuh literasi, desa di desa, tumbuh ya sustainability," kata Huda saat ditemui di Yayasan LDT, Moyudan, Sleman, Minggu (20/7/2025).
Setiap Sabtu, puluhan anak-anak dari sekitar dusun berkumpul di halaman LDT untuk membaca dan berkegiatan. Kegiatan itu kini sudah berlangsung lebih dari 50 kali sejak setahun lalu.
Baca Juga: Sleman Perluas Jangkauan Bus Sekolah Gratis: Prioritaskan Lereng Merapi & Prambanan
LDT terus berkembang dengan turut membangun kepercayaan masyarakat khususnya melalui pendekatan budaya.
Tak hanya menjadi ruang bertumbuh dan membaca anak-anak, LDT turut menjadi ruang kreatif dari ibu-ibu dan masyarakat desa.
Huda meyakini bahwa literasi bukan hanya soal membaca buku melainkan juga mencakup literasi emosional, finansial, seni, kuliner, hingga ketahanan keluarga.
Berbagai lokakarya pun dihadirkan mulai dari parenting hingga keterampilan praktis berbasis tradisi lokal.
"Ada penggerak ibu-ibu, yang masak-masak misalnya, itu penggeraknya selalu dengan ibu-ibu, karena ibu-ibu ini narasinya kan ketahanan pangan," ungkapnya.
Ia juga menggandeng para ahli untuk memperkuat kegiatan pemberdayaan desa yang berakar dari lokalitas.
Berita Terkait
Terpopuler
- Dipantau Alex Pastoor, 3 Pemain Timnas Indonesia U-23 yang Layak Dipanggil ke Senior
- 43 Kode Redeem FF Terbaru 18 Juli: Klaim Hadiah Squid Game, Outfit, dan Diamond
- Erika Carlina Bikin Geger, Akui Hamil 9 Bulan di Luar Nikah: Ini Kesalahan Terbesarku
- 7 Pilihan Tablet dengan SIM Card untuk Kuliah, Spesifikasi Mumpuni Harga Cuma Rp 1 Jutaan
- 8 Mantan Pacar Erika Carlina yang Hamil di Luar Nikah, Siapa Sosok Ayah Sang Anak?
Pilihan
-
Hadiri Kongres PSI, Presiden Prabowo: Gajah Salah Satu Binatang Kesayangan Saya
-
3 Motor Matic Bekas Rp2 Jutaan, Jagoan Paling Bandel untuk Antar Jemput Anak!
-
Temui Jokowi, Presiden Prabowo Cerita Hasil Perjalanan ke Luar Negeri
-
Sega Jagung dan Politik Pangan: Saat Sesuap Nasi Bukan Lagi Raja di Meja Makan
-
Breaking News! Kevin Diks Cedera Lagi
Terkini
-
Jalan Bantul Dilebarkan: Pembatas Jalan Dibongkar, Jalur Buka-Tutup Berlaku
-
12 Ton Beras Dibagikan! Bulog Yogyakarta Bergerak Atasi Kerentanan Pangan di Sleman
-
BRI Perkuat Koperasi Desa Merah Putih dengan AgenBRILink dan Pemberdayaan
-
Koperasi Merah Putih: Senjata Rahasia Bantul Bangkitkan Ekonomi Desa? Anggaran Rp1 Miliar Disiapkan
-
Rekomendasi Analis: Koleksi BBRI Didukung Sentimen Koperasi Desa Merah Putih