Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 28 Juli 2025 | 12:34 WIB
Kepala Kanwil Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto saat kunjungan kerja reses Komisi III DPR RI di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (29/7/2024). (dok.Istimewa)

SuaraJogja.id - Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY mengimbau para pelaku usaha restoran, kafe, dan tempat makan di wilayahnya untuk tidak memutar musik dari sumber ilegal atau tanpa lisensi.

Hal ini berkaca pada kasus belum lama ini terkait dugaan pelanggaran hak cipta di sebuah tempat makan.

Kepala Kanwil Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto menegaskan pentingnya penggunaan musik berlisensi resmi.

Pasalnya musik tak hanya sebagai hiburan di ruang publik tapi juga merupakan karya cipta yang dilindungi hukum.

"Kami mengimbau seluruh pemilik resto dan kafe agar tidak lagi menggunakan musik dari sumber tidak resmi, termasuk pemutar pribadi, flashdisk, atau layanan daring yang tidak memiliki lisensi," kata Agung dalam keterangan tertulisnya dikutip, Senin (28/7/2025).

Disampaikan Agung bahwa musik yang diputar di tempat usaha merupakan bentuk pemanfaatan komersial yang wajib mendapatkan izin dari pemilik hak cipta atau Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Dia menyebut tidak sedikit pelaku usaha terlebih di sektor makanan dan minuman yang belum memahami bahwa memutar musik di area publik termasuk kategori penggunaan komersial.

Dalam artian setiap lagu yang diputar di restoran, kafe, kedai kopi, maupun tempat makan lainnya terikat dengan aturan hukum hak cipta.

Sehingga, kata Agung, pemanfaatannya tidak gratis. Kemudian perlu untuk mendapatkan lisensi resmi dari pemilik hak atau LMK yang mewakili para pencipta dan pemegang hak terkait.

Baca Juga: Fakta Sebenarnya Jurusan Jokowi di UGM: Bukan Teknologi Kayu? Teman Kuliah Ungkap Ini

"Musik yang diputar di tempat usaha adalah bentuk pemanfaatan komersial yang wajib mendapatkan izin dari pemilik hak cipta atau Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)," tegasnya.

Dipaparkan Agung, pelanggaran hak cipta musik dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana.

"Pelanggaran hak cipta musik bukan hanya berdampak pada aspek hukum, seperti sanksi administratif hingga pidana, tetapi juga bisa merusak reputasi usaha dan mengganggu keberlangsungan operasional," tuturnya.

Menurut Agung, menghormati hak cipta merupakan bagian dari pembangunan budaya hukum. Terkhusus pada sektor ekonomi kreatif.

Diperlukan kesadaran bersama untuk menciptakan ruang usaha yang adil, legal, dan berbudaya.

"Indonesia memiliki ribuan pencipta lagu yang berhak mendapat royalti. Ketika sebuah lagu diputar di tempat usaha, itu bukan sekadar musik latar, tapi kerja keras yang harus dihargai," ujarnya.

Ditambahkan Agung, dengan menggunakan musik berlisensi, tidak hanya pelaku usaha yang terlindungi. Tetapi juga para pencipta lagu yang selama ini menjadi tulang punggung industri kreatif tanah air.

Kasus Gacoan

Kepolisian Daerah (Polda) Bali menetapkan Direktur PT Mitra Bali Sukses, I Gusti Ayu Sasih Ira sebagai tersangka dalam dugaan kasus pelanggaran hak cipta.

PT Mitra Bali Sukses adalah pemegang lisensi waralaba Mie Gacoan di Bali.

Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Ariasandy membenarkan penetapan Ira sebagai tersangka.

"Sudah ditetapkan tersangja yang bersangkutan, dalam proses pemberkasan, tersangkanya direkturnya," ujar Ariasandy saat ditemui di Mapolres Badung, Senin (21/7/2025).

Dalam penjelasan Ariasandy, Ira terjerat dalam kasus hak cipta terhadap musik dan lagu yang digunakan di gerai Mie Gacoan.

Namun, penggunaan musik itu dilakukan tanpa membayar royalti.

Diperkirakan nilai royalti yang seharusnya dibayar mencapai miliaran rupiah.

"Ini berkaitan dengan pengesahan tarif royalti untuk pengguna yang melakukan pemanfaatan komersial cipta dan atau produk hak terkait musik dan lagu kategori restoran," imbuh Ariasandy.

Kasus ini mulanya dilaporkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yakni SELMI (Sentra Lisensi Musik Indonesia).

Load More