Budi Arista Romadhoni | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 28 Juli 2025 | 15:35 WIB
Transaksi non-tunai berbasis QRIS, untuk membayar parkir di Yogyakarta.

SuaraJogja.id - Era pembayaran tunai untuk parkir di Kota Yogyakarta segera berakhir. Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta secara tegas akan mempercepat penerapan parkir digital di ratusan titik yang tersebar di seluruh wilayahnya.

Kebijakan ini tidak hanya untuk modernisasi, tetapi juga sebagai senjata ampuh untuk memberantas praktik parkir liar dan tarif "nuthuk" yang meresahkan.

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menyatakan percepatan ini sebagai prioritas utama. Menurutnya, digitalisasi adalah kunci untuk menciptakan sistem perparkiran yang transparan dan akuntabel.

"Saya tetap pokoknya tetap parkir itu intinya saya akan digital parking ini akan saya percepat," kata Hasto kepada wartawan, Senin (28/7/2025).

Saat ini, dari sekitar 700 lebih titik parkir yang ada di Kota Gudeg, baru segelintir yang telah menerapkan sistem pembayaran digital melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).

Pemkot menyadari jumlah ini masih sangat kecil dan perlu ekspansi besar-besaran untuk mencapai tujuan.

"Ada 700 lebih titik parkir, sementara yang digital parking sekarang baru 10-an. Sehingga salah satu menekan supaya tidak ada nutuk-nutuk ya digital parking," tandasnya.

Untuk mewujudkan ambisi ini, Hasto telah menargetkan setidaknya 80 persen titik parkir di Yogyakarta sudah harus terintegrasi dengan sistem digital.

"Ya kalau bisa 80 persen sudah bagus saya kira, kalau 100 persen saya kira berat. Tapi kalau 80 persen, nilai 8 kan bagus. Jadi kalau bisa 80 persen ya," ujarnya.

Baca Juga: Geger Beras Oplosan di Gunungkidul? Ini Fakta Sebenarnya

Akhir dari Era Parkir 'Nuthuk' dan Liar

Langkah tegas ini diambil Pemkot Yogyakarta bukan tanpa alasan. Selain untuk menertibkan parkir di kawasan vital seperti sumbu filosofi, tujuan utamanya adalah memberantas praktik "nuthuk" atau pematokan tarif parkir di luar ketentuan yang kerap dikeluhkan warga dan wisatawan.

Dengan sistem QRIS, tarif parkir akan muncul secara otomatis sesuai dengan zona dan jenis kendaraan, sehingga tidak ada lagi ruang untuk tawar-menawar atau perdebatan di lapangan.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, Agus Arif Nugroho, menjelaskan bahwa QRIS statis yang dikembangkan akan menyajikan nominal yang pasti.

"Jadi pengguna tinggal pindai kode nanti sudah otomatis muncul tarifnya," ucap Arif.

Sebagai tahap awal, sistem ini telah diuji coba dan diberlakukan di 10 ruas jalan utama yang dianggap strategis dan rawan gesekan soal tarif.

Lokasi-lokasi tersebut meliputi Jalan Prof Yohanes, Urip Sumoharjo, Diponegoro, Brigjend Katamso, Mataram, Laksda Adisutjipto, KH Ahmad Dahlan, Limaran, serta Tempat Khusus Parkir (TKP) Senopati dan Ngabean.

Sosialisasi dan Adaptasi Juru Parkir

Peralihan dari sistem tunai ke digital tentu membutuhkan adaptasi, terutama bagi para juru parkir (jukir). Pemkot Yogyakarta mengaku telah berdiskusi dan melakukan sosialisasi intensif kepada komunitas jukir.

Salah satu penyesuaian utama adalah pola akuntansi dan penerimaan pendapatan. Jika sebelumnya para jukir terbiasa menerima uang harian, kini pendapatan akan diterima secara berkala, misalnya mingguan, setelah uang masuk ke kas daerah.

Meskipun ada perubahan, beberapa jukir yang terlibat dalam proyek percontohan mengaku senang karena sistem digital ini justru lebih praktis, terutama saat menghadapi pengguna jasa yang membayar dengan uang pecahan besar.

Selain menertibkan tarif, Pemkot juga mempertimbangkan opsi pengelolaan parkir dengan sistem valet untuk mengatasi masalah parkir liar di titik-titik terlarang. Konsep ini memungkinkan kendaraan dipindahkan ke lokasi parkir resmi yang telah disediakan.

"Kemudian nanti dibawa ke tempat parkir yang disarankan, kemudian nanti kita layani orang yang mau parkir di situ. Itu saya pertimbangkan," tutup Hasto.

Load More