- Transportasi publik dikatakan jadi solusi terbaik untuk mengurangi kemacetan
- Namun Data Kemenhub mencatat pengeluaran transportasi bagi masyarakat dianggap masih mahal
- Mengurangi tarif juga belum menjadi solusi tepat
SuaraJogja.id - Transportasi publik tak jarang disebut solusi terbaik untuk menghindari kemacetan di kota-kota besar padat penduduk. Namun, biaya yang dikeluarkan masyarakat ternyata masih cukup tinggi.
Data Kementerian Perhubungan RI mencatat pengeluaran transportasi mencapai 12,46 persen dari total biaya hidup bulanan.
Padahal jika mengacu data World Bank di 2023, biaya transportasi yang memenuhi standar ideal seharusnya tidak lebih dari 10 persen.
Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Dwi Ardianta Kurniawan, menyebut ada beberapa aspek kompleks yang harus diperhatikan untuk menekan biaya transportasi masyarakat.
Pertama, ia menyoroti pentingnya perencanaan permukiman yang matang.
Menurutnya, akses mudah ke lokasi aktivitas utama bisa memangkas jarak tempuh sekaligus biaya bahan bakar.
"Penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai juga menjadi aspek penting untuk mengurangi kemacetan, sehingga biaya perjalanan tidak membengkak," kata Dwi, dalam keterangannya, Kamis (11/9/2025).
Kedua, penyediaan angkutan umum terjangkau sudah seharusnya menjadi opsi.
Di kawasan padat dengan kemacetan tinggi, masyarakat memang lebih membutuhkan transportasi massal.
Baca Juga: Arus Lalin di Simpang Stadion Kridosono Tak Macet, APILL Portable Belum Difungsikan Optimal
"Penggunaan angkutan umum jadi pilihan rasional, subsidi yang diberikan jadi efektif karena penggunanya tinggi," ucapnya.
Walaupun Dwi tak menampik bahwa di wilayah yang belum padat, angkutan umum belum cukup menarik.
Tarif murah saja tidak cukup, diperlukan pula insentif lain seperti akses halte yang mudah, rute jelas, hingga headway yang tepat waktu.
Ketiga adalah integrasi antar moda yang penting untuk dilakukan.
Ia mencontohkan penerapan integrasi tarif di Jakarta melalui TransJakarta, MRT, dan LRT dengan biaya maksimal Rp10.000 untuk perjalanan lintas moda selama tiga jam.
"Tarif ini sudah cukup efektif untuk menekan biaya daripada harus membayar terpisah," ujarnya.
Keempat, digitalisasi pembayaran yang kekinian tak kalah penting. Tidak hanya memudahkan transaksi, tapi juga mendukung evaluasi serta perencanaan transportasi.
Data perjalanan yang tercatat bisa dianalisis untuk menyusun kebijakan yang lebih tepat.
"Ekosistem digital membuat proses bisnis jauh lebih transparan. Hal ini sangat membantu dalam pengambilan keputusan strategis di masa depan, karena semuanya didasarkan pada data yang transparan," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Cara Edit Foto yang Lagi Viral: Ubah Fotomu Jadi Miniatur AI Keren Pakai Gemini
- Pemain Keturunan Rp 20,86 Miliar Hubungi Patrick Kluivert, Bersedia Bela Timnas Oktober Nanti
- Ramai Reshuffle Kabinet Prabowo, Anies Baswedan Bikin Heboh Curhat: Gak Kebagian...
Pilihan
-
Dugaan Korupsi BJB Ridwan Kamil: Lisa Mariana Ngaku Terima Duit, Sekalian Buat Modal Pilgup Jakarta?
-
Awas Boncos! 5 Trik Penipuan Online Ini Bikin Dompet Anak Muda Ludes Sekejap
-
Menkeu Purbaya Sebut Mulai Besok Dana Jumbo Rp200 Triliun Masuk ke Enam Bank
-
iPhone di Tangan, Cicilan di Pundak: Kenapa Gen Z Rela Ngutang Demi Gaya?
-
Purbaya Effect, Saham Bank RI Pestapora Hari Ini
Terkini
-
Hari Kontrasepsi Sedunia, Sleman Beri Kejutan! Bukan Sekadar Seremonial, Tapi Bukti Nyata
-
Tarif Murah Gak Cukup! Ini 4 Jurus Ampuh Bikin Transportasi Publik Lebih Terjangkau
-
Geger! CCTV Pemda DIY Tampilkan Tulisan Provokatif: Siapa Dalang di Baliknya?
-
Drama Penangkapan Pelempar Molotov: Dari CCTV, Densus 88, Hingga Rayuan Pacar
-
Ada Pemberkasan PPPK, Antrean Pemohon SKCK di Polresta Yogyakarta Membludak