- Menteri Agama, Nasaruddin Umar menyebut media massa terlalu membesarkan kasus kekerasan seksual di pesantren
- Ironisnya, kasus kekerasan seksual yang terjadi dalam 3 tahun terakhir terjadi cukup banyak
- Harus ada peran pemerintah secara tegas untuk mengawasi dan menyediakan lingkungan pendidikan yang aman
SuaraJogja.id - Kasus kekerasan seksual yang melibatkan santri di lingkungan pondok pesantren (ponpes) telah menjadi sorotan serius di Indonesia.
Ironisnya, di tengah maraknya pemberitaan, muncul pandangan bahwa kasus-kasus ini "dibesar-besarkan" oleh media massa, seperti yang disampaikan oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar.
Ia berpendapat bahwa pemberitaan berlebihan dapat berdampak negatif pada reputasi pesantren dan membuat masyarakat enggan menyekolahkan anaknya di sana.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kekerasan seksual di ponpes adalah fenomena gunung es yang jauh dari kesan dibesar-besarkan.
Rentetan Kasus Kekerasan Seksual Tiga Tahun Terakhir
Selama tiga tahun terakhir, berbagai kasus kekerasan seksual di ponpes telah terungkap di seluruh Indonesia, menunjukkan bahwa masalah ini sistemik dan meluas.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat, sepanjang Januari hingga Agustus 2024 saja, terdapat 101 anak menjadi korban kekerasan seksual di sekolah, dengan lima kasus terjadi di lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama.
Yang mengejutkan, 69 persen dari korban tersebut adalah anak laki-laki.
Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) tahun 2024 menunjukkan 20 persen dari 573 kasus kekerasan di lembaga pendidikan terjadi di lingkungan pesantren.
Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) bahkan mencatat peningkatan kasus kekerasan berbasis gender dan seksual (KBGS) di pesantren menempati urutan kedua setelah perguruan tinggi.
Beberapa kasus yang mencuat dalam kurun waktu 2021-2025 antara lain:
2021: Kasus HW di Bandung yang mencabuli 14 santri sejak 2016, dengan beberapa korban sampai melahirkan.
Di Tasikmalaya, seorang guru dan pengasuh diduga mencabuli sembilan santriwati.
Di Jombang, pimpinan ponpes berinisial S divonis 15 tahun penjara atas pencabulan 15 santriwati.
2022: Kasus Moch Subchi Azal Tsani (MSA) di Jombang, putra pengasuh ponpes, yang proses penangkapannya berbelit-belit.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott, Belum Kering Tangis Timnas Indonesia
- Pondok Pesantren Lirboyo Disorot Usai Kasus Trans 7, Ini Deretan Tokoh Jebolannya
- Apa Acara Trans7 yang Diduga Lecehkan Pesantren Lirboyo? Berujung Tagar Boikot di Medsos
- 3 Alasan Presiden Como Mirwan Suwarso Pantas Jadi Ketum PSSI yang Baru
- 5 Sepatu Nineten Terbaik untuk Lari, Harga Terjangkau Mulai Rp300 Ribu
Pilihan
-
Purbaya Mau Turunkan Tarif PPN, Tapi Dengan Syarat Ini
-
Isu HRD Ramai-ramai Blacklist Lulusan SMAN 1 Cimarga Imbas Kasus Viral Siswa Merokok
-
Sah! Garuda Indonesia Tunjuk eks Petinggi Singapore Airlines jadi Direktur Keuangan
-
Gaji Program Magang Nasional Dijamin Tak Telat, Langsung Dibayar dari APBN
-
Emas Terbang Tinggi! Harga Antam Tembus Rp 2.596.000, Cetak Rekor di Pegadaian
Terkini
-
Sleman Porak-Poranda: 8 Luka-Luka Akibat Hujan Angin, Joglo Kos Roboh
-
DANA Kaget: Banjir Rezeki! Intip Trik Ampuh Klaim Saldo Gratis Hari Ini
-
Jogja 'Sumuk' Parah, BMKG Ungkap Biang Kerok Cuaca Panas Ekstrem
-
Rambu Siluman di Jalan Palagan? Ini Fakta Baru di Lokasi Kecelakaan Maut Mahasiswa UGM
-
Kecelakaan Maut BMW Sleman: Terdakwa Mengemudi Tanpa Kacamata, Ahli Mata Justru Bilang Begini