- Tercatat ada 11.000 orang di DIY terjangkit ISPA
- Perubahan cuaca menyebabkan daya tahan tubuh manusia turun
- Dinkes DIY juga mengimbau penyakit lain yang bisa menyerang warga Jogja
SuaraJogja.id - Cuaca yang tak menentu selama beberapa waktu terakhir di DIY membawa dampak serius terhadap kesehatan masyarakat.
Perubahan suhu ekstrem yang terjadi sejak pertengahan tahun, disertai curah hujan yang tidak teratur, berkontribusi pada lonjakan tajam kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di wilayah ini.
Dinas Kesehatan DIY mencatat, berdasarkan laporan mingguan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) hingga minggu ke-41 tahun 2025, jumlah kasus ISPA telah menembus lebih dari 11.000 kasus.
Angka ini menjadi yang tertinggi dalam dua tahun terakhir dan menandai tren peningkatan signifikan sejak pertengahan tahun.
"Kasus ISPA di DIY tahun 2025 menunjukkan tren peningkatan sejak minggu ke-25, dengan puncak lebih dari sebelas ribu kasus pada minggu ke-41. Kenaikan ini menandakan meningkatnya aktivitas penyakit respiratori yang berkaitan erat dengan perubahan cuaca ekstrem," papar Plt Kepala Dinas Kesehatan DIY, Akhmad Akhadi di Yogyakarta, Selasa (21/10/2025).
Menurutnya, lonjakan kasus mulai terlihat sejak minggu ke-25 dan terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada minggu ke-41.
Fluktuasi cuaca yang terjadi saat kurun waktu satu minggu panas terik disusul hujan deras menjadi faktor pemicu menurunnya daya tahan tubuh, terutama pada anak-anak dan lansia.
Kondisi ini membuka peluang lebih besar bagi penularan penyakit pernapasan seperti ISPA dan Pneumonia.
Sebab, perubahan cuaca yang tidak menentu membuat daya tahan tubuh masyarakat menurun.
Baca Juga: 5 Minuman Khas Jogja Pelepas Dahaga saat Lelah Berkeliling Wisata di Cuaca Panas
"Aktivitas di luar ruangan yang tinggi tanpa perlindungan cukup juga mempercepat penyebaran penyakit," jelasnya.
Karenanya Dinkes meminta puskesmas dan rumah sakit di seluruh kabupaten/kota untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap tren kenaikan penyakit respiratori.
Surveilans aktif dilakukan untuk mendeteksi klaster kasus, terutama di lingkungan sekolah dan fasilitas umum.
Analisis mingguan SKDR harus dilakukan secara konsisten.
Hal ini penting untuk mendeteksi pola klaster, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia
"Kabupaten dan kota perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap tren peningkatan ISPA di puskesmas dan rumah sakit," paparnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga 7 Seater Mulai Rp30 Jutaan, Irit dan Mudah Perawatan
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 19 Oktober: Klaim 19 Ribu Gems dan Player 111-113
- Bukan Main-Main! Ini 3 Alasan Nusakambangan, Penjara Ammar Zoni Dijuluki Alcatraz Versi Indonesia
Pilihan
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
-
Pembelaan Memalukan Alex Pastoor, Pandai Bersilat Lidah Tutupi Kebobrokan
-
China Sindir Menkeu Purbaya Soal Emoh Bayar Utang Whoosh: Untung Tak Cuma Soal Angka!
-
Dana Korupsi Rp13 T Dialokasikan untuk Beasiswa, Purbaya: Disalurkan Tahun Depan
Terkini
-
Malioboro Bebas Emisi, Bentor segera Dihapus, Becak Listrik jadi Pengganti
-
UGM Gebrak Dunia Industri, Rektor Ova Emilia Ungkap Strategi Link and Match yang Tak Sekadar Jargon
-
Waspada! Gelombang ISPA Terjang DIY: Lebih dari 11.000 Kasus Akibat Cuaca Ekstrem
-
Jangan Sampai Hilang! Sleman Digitalisasi Naskah Kuno: Selamatkan Warisan Budaya untuk Generasi Mendatang
-
4 Link DANA Kaget Hari Ini: Cuma Modal Klik, Saldo Langsung Nambah