Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 28 Oktober 2025 | 20:13 WIB
Terdakwa Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan membacakan pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Selasa (28/10/2025). [Hiskia/Suarajogja]
Baca 10 detik
  • Terdakwa Christiano membacakan pledoi dalam sidang lanjutan kasus laka maut BMW di Sleman
  • Christiano menanggung trauma dan membantah kabur selepas tabrakan terjadi.
  • Mantan mahasiswa UGM ini harus kehilangan kesempatan pendidikan yang ia rencanakan

SuaraJogja.id - Sidang lanjutan perkara kecelakaan lalu lintas dengan terdakwa Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan kembali digelar di Pengadilan Negeri Sleman, Selasa (28/10/2025).

Christiano merupakan terdakwa dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan mahasiswa Fakultas Hukum UGM, Argo Ericko Achfandi, di Jalan Palagan, Sleman, beberapa waktu lalu.

Agenda sidang kali ini adalah pembacaan pledoi atau nota pembelaan dari terdakwa.

Christiano yang hadir langsung di PN Sleman membacakan pledoi pribadinya di depan majelis hakim.

Dalam pledoi itu, Christiano mengaku harus menanggung sanksi sosial yang berat sejak kecelakaan itu terjadi.

Mulai dari tuduhan sebagai pembunuh, pemabuk, pengendara ugal-ugalan, hingga kabur dari tempat kejadian.

Tuduhan itu bahkan telah beredar luas dan menimbulkan stigma negatif yang tak terelakkan.

"Berita-berita yang tidak sesuai dengan kenyataan membuat nama baik saya tercoreng dan memengaruhi kehidupan sosial saya," kata Christiano, saat membacakan pleidoi pribadinya di PN Sleman, Selasa (28/10/2025).

Akibat dari tuduhan tersebut, lanjut Christiano, dirinya kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan dan mengejar cita-cita yang telah lama diperjuangkan.

Baca Juga: Tuntutan Terdakwa Kecelakaan BMW Maut Sleman Disorot, Fakta-fakta Ini jadi Keringanan dan Pemberatan

"Sanksi sosial ini tidak hanya saya rasakan secara pribadi, tetapi juga berdampak pada keluarga saya yang ikut menanggung beban moral dan tekanan dari lingkungan sekitar," ucapnya,

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Irma Wahyuningsih, Christiano turut menyampaikan penyesalan mendalam atas peristiwa kecelakaan tersebut.

Dia mengungkap bahwa keluarganya telah beberapa kali mencoba meminta maaf secara langsung kepada keluarga korban Argo. Namun memang belum mendapat kesempatan bertemu.

"Saya memohon diberi ruang untuk memperbaiki diri," ucap Christiano sambil berusaha menjaga suara tetap stabil.

Dalam kesempatan itu pula, langsung di hadapan majelis hakim, Christiano memohon keringanan hukuman.

Dia menegaskan kecelakaan di Jalan Palagan, Yogyakarta, pada 24 Mei lalu terjadi tanpa niat dan bukan akibat kelalaiannya.

"Sesaat setelah kecelakaan, saya tidak melarikan diri. Saya menghampiri korban, memeriksa keadaannya, dan mencari pertolongan," tutur Christiano dengan suara bergetar.

Keluarga yang turut hadir langsung mengawal sidang sejak awal pun tak kuasa menahan tangis.

Terdengar keluarga yang terisak saat Christiano membacakan nota pembelaan itu.

Christiano mengaku turut memastikan proses pemulasaraan jenazah dan membantu keluarga korban dalam pemulangan.

Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM yang kini sudah mengundurkan diri itu mengaku hidupnya berubah total setelah peristiwa tersebut.

Termasuk soal studi yang belum bisa dilanjutkan lagi.

"Banyak yang mengatakan keadilan tidak berpihak pada saya, tapi saya percaya Tuhan memberi ujian agar saya belajar lebih kuat dan bertanggung jawab," tuturnya.

Christiano turut menceritakan latar belakang keluarganya. Ia bilang bahwa dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara.

Kakaknya laki-laki memiliki kebutuhan khusus, sedangkan adiknya tengah kuliah di Universitas Indonesia.

"Sebagai anak laki-laki yang dituakan, saya memikul tanggung jawab besar terhadap keluarga," ujarnya.

Sementara itu, tim penasihat hukum Christiano yang dipimpin menilai perkara ini telah bergeser dari proses hukum objektif menjadi pengadilan opini publik.

Menurut anggota tim, Diana Eko Widyastuti, pemberitaan yang tidak berimbang dan tekanan media sosial telah memengaruhi persepsi publik terhadap kliennya.

"Klien kami sudah lebih dulu dinyatakan bersalah oleh pengadilan media sosial sebelum fakta hukum terungkap di persidangan," ujar Diana.

Diana menegaskan asas praduga tak bersalah harus tetap dijunjung.

Tim hukum turut menolak dakwaan jaksa yang menjerat Christiano dengan Pasal 310 ayat (4) atau Pasal 311 ayat (5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Mereka menilai tidak ada bukti bahwa terdakwa mengemudi ugal-ugalan atau di bawah pengaruh alkohol.

Beberapa saksi, kata mereka, justru menyebut korban tidak mengenakan helm dan berada sangat dekat dengan marka tengah jalan.

Dalam pembelaannya, tim hukum memohon agar majelis hakim menerima pleidoi secara keseluruhan.

Sehingga dapat menyatakan bahwa perbuatan Christiano bukan tindak pidana, serta membebaskannya dari segala tuntutan hukum.

"Dalam kasus kecelakaan lalu lintas, tidak semua peristiwa otomatis memenuhi unsur pidana. Harus ada sebab-akibat yang nyata dan bukti kelalaian," tutur tim pembela dalam nota pleidoi.

Mereka turut mempersoalkan ketiadaan rambu batas kecepatan di lokasi kejadian, yang seharusnya menjadi dasar objektif dalam menilai pelanggaran.

Tim hukum tak lupa meminta majelis hakim mempertimbangkan sisi kemanusiaan terdakwa.

"Terdakwa adalah anak muda berusia 21 tahun yang menyesali kejadian ini dan mengalami trauma berat sejak hari pertama," tambah Diana.

Kemudian setelah agenda ini, majelis hakim memberikan kesempatan kepada jaksa penuntut umum untuk membacakan replik atau jawaban balasan dari pihak penggugat pada Rabu, 29 Oktober 2025 besok.

Load More