Budi Arista Romadhoni
Selasa, 23 Desember 2025 | 07:47 WIB
Ilustrasi kamar hotel. [shutterstock]
Baca 10 detik
  • Yogyakarta menjadi destinasi libur Nataru karena wisatawan menghindari potensi cuaca ekstrem di Bali, meningkatkan okupansi hotel menjadi 60 persen.
  • PHRI DIY mengingatkan pelaku usaha agar tidak menaikkan harga secara tidak wajar, membatasi kenaikan tarif maksimal 40 persen dari tarif normal.
  • PHRI DIY menerapkan sanksi tegas bagi pelanggar batas harga, serta mengimbau wisatawan waspada penipuan reservasi hotel yang dimanipulasi.

SuaraJogja.id - Yogyakarta kembali menjadi primadona libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) tahun ini, seiring dengan kekhawatiran wisatawan terhadap cuaca ekstrem dan banjir yang melanda Bali.

Fenomena ini memicu lonjakan kunjungan wisatawan domestik ke Kota Gudeg, mengubah dinamika pariwisata di akhir tahun.

Hotel-hotel mulai terisi penuh, restoran ramai, dan sejumlah destinasi wisata mengalami kepadatan hingga menyebabkan kemacetan.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo, pada Senin (22/12/2025) menegaskan bahwa peningkatan kunjungan ini tidak boleh disalahgunakan oleh pelaku usaha untuk menaikkan harga secara tidak wajar.

"Banyak wisatawan yang awalnya merencanakan liburan ke Bali, kemudian mengurungkan niat dan memilih ke Jogja. Ini tentu menguntungkan, tapi jangan sampai disikapi dengan aji mumpung," ungkap Deddy.

Pergeseran preferensi wisatawan ini, menurut Deddy, disebabkan oleh faktor keamanan dan kenyamanan. Yogyakarta dianggap relatif aman dari bencana alam, sambil tetap menawarkan pengalaman wisata yang lengkap, mulai dari budaya, kuliner, hingga keramahan penduduk lokal.

Okupansi hotel di Yogyakarta yang awalnya hanya 34 persen untuk periode 20 Desember 2025 hingga 2 Januari 2026, kini melonjak tajam hingga 60 persen.

"Enam puluh persen ini banyak yang offline atau datang langsung ke hotel," ujarnya.

Deddy optimis bahwa jika cuaca di DIY tetap kondusif, target okupansi hotel hingga 80 persen dapat tercapai.

Baca Juga: Dirut PSIM Yogyakarta Dapat Kesempatan Belajar di NFL, Satu-satunya dari Indonesia

Namun, ia mengingatkan bahwa lonjakan wisatawan ini juga menjadi ujian bagi kesiapan dan integritas pelaku usaha pariwisata.

Kemacetan, kepadatan destinasi, dan kualitas layanan menjadi tantangan utama. Ia secara tegas melarang hotel dan restoran di Yogyakarta untuk "nuthuk" atau mematok harga seenaknya dengan dalih okupansi tinggi.

"Gubernur juga sudah menyampaikan kepada kami agar anggota PHRI tidak memanfaatkan situasi ini untuk menaikkan harga seenaknya. Justru ini momen promosi jangka panjang, menunjukkan bahwa Jogja layak dikunjungi kapan pun," paparnya.

PHRI DIY telah menetapkan batasan harga yang jelas bagi hotel dan restoran selama libur Nataru. Kenaikan tarif diperbolehkan, namun dalam koridor yang wajar.

"Kami sudah sepakati ada batas bawah dan batas atas. Kenaikan maksimal sekitar 40 persen dari public rate, itu pun tergantung paket dan kebijakan masing-masing hotel. Tidak boleh di luar itu," tandasnya.

Kebijakan ini diterapkan untuk menjaga kepercayaan wisatawan dan melindungi citra pariwisata Jogja sebagai destinasi yang ramah dan beretika.

Load More