SuaraJogja.id - Temuan kasus antraks di Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak membuat Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta memberlakukan “blacklist” atau larangan masuk bagi hewan kurban dari daerah endemik penyakit hewan tersebut.
Hal tersebut ditegaskan Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto seperti dilansir Antara di Yogyakarta pada Senin (8/7/2019).
"Tidak ada yang namanya ‘blacklist’. Meskipun demikian, lalu lintas ternak tetap dalam pengawasan. Kami juga membentuk unit reaksi cepat (URC) untuk mengecek kondisi kesehatan hewan kurban," katanya.
Untuk itu, ia mengemukakan Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta akan terus mematangkan koordinasi pembentukan tim URC. Diharapkan, dua pekan menjelang Idul Adha sudah bisa diterjunkan untuk memantau kondisi kesehatan hewan kurban.
Baca Juga:Dua Peternak di Gunung Kidul Diduga Kena Antraks, Ini Hasil Uji Sampelnya
Tak hanya itu, Sugeng mengemukakan tim tersebut akan dikerahkan untuk memantau kondisi kesehatan hewan kurban di tempat penjualan hewan kurban. Pun masyarakat dapat memeriksakan kesehatan hewan kurban yang mereka beli.
"Selama pemeriksaan, kami akan lakukan pengecekan kondisi kesehatan hewan secara menyeluruh. Mulai dari menanyakan surat keterangan asal hewan kurban, dan memeriksa suhu tubuh, kondisi mata, mulut, dan kotoran hewan," katanya.
Dikemukakam Sugeng, salah satu gejala yang ditunjukan hewan saat terserang antraks, di antaranya memiliki suhu lebih dari 41 derajat celcius, kotoran bercampur darah, mata merah, dan berair.
"Jika ditemukan hewan kurban dalam kondisi tersebut, maka harus segera dipisahkan agar tidak menularkan penyakit. Hewan kemudian diperiksa dengan lebih teliti. Bisa saja, kondisi tersebut disebabkan hewan stres karena menempuh perjalanan jauh. Hewan kurban cukup diberi makan yang baik dan istirahat cukup," katanya.
Ia melanjutkan, hewan kurban yang dinyatakan dalam kondisi sehat dan layak sebagai hewan kurban akan diberi tanda khusus agar konsumen mengetahui hewan kurban yang dibeli dalam kondisi sehat.
Baca Juga:Antisipasi Keluar Masuk Ternak, Pemkab Gunung Kidul Bangun Posko Antraks
“Kami juga akan berkoordinasi dengan Pemerintah DIY untuk memastikan lalu lintas ternak. Harapannya, hewan kurban yang dijual di Kota Yogyakarta berada dalam kondisi yang layak. Sapi yang mengonsumsi sampah atau plastik tentu tidak layak sebagai hewan kurban,” katanya.
Diperkirakan, jumlah hewan kurban yang akan disembelih di Kota Yogyakarta pada tahun ini mengalami kenaikan sekitar lima hingga 10 persen dibanding tahun lalu.
"Rata-rata kenaikan jumlah hewan kurban setiap tahun di Kota Yogyakarta berkisar lima sampai 10 persen. Tahun lalu, ada lebih dari 900 sapi yang disembelih," katanya.
Selain itu, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan takmir masjid yang ada. Jika menemukan hewan kurban yang akan disembelih tiba-tiba menunjukkan gejala sakit untuk segera melaporkannya. (Antara)