SuaraJogja.id - Sebanyak 40 Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) se-Indonesia menolak Revisi Undang-undang (RUU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penolakan dilakukan karena usulan Komisi III DPR RI untuk merevisi UU KPK dinilai semakin melemahkan kerja KPK.
"Jika RUU KPK dilakukan maka terjadi kemunduran bangsa dalam melakukan penindakan terhadap kasus korupsi," ujar Ketua Forum Dekan FH dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) PTM Se-Indonesia, Trisno Raharjo di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Selasa (10/9/2019)
Menurut Dekan FH UMY tersebut, seharusnya elit politik melakukan penguatan hukum alih-alih mengganggu kerja KPK dalam pemberantasan hukum. Apalagi, KPK selama ini dikenal menjadi lembaga negara yang membawa angin segar untuk menyelesaikan persoalan korupsi yang begitu masif, terstruktur dan sistematis di Indonesia.
Namun pada kenyataannya justru DPR tergesa-gesa melakukan revisi UU KPK. Meski mereka mempunyai kewenangan untuk menetapkan UU, kebijakan itu dilakukan saat kerja mereka tinggal satu bulan.
Baca Juga:Tokoh Lintas Agama Deklarasi Tolak Revisi UU KPK
"Kewenangan yang DPR punya digunakan secara serampangan,” katanya.
Karenanya, forum tersebut berharap kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak mengeluarkan surat presiden terkait pembahasan revisi UU KPK. Presiden sebagai pelaksana eksekutif bisa melakukan kajian-kajian bersama berbagai perguruan tinggi terkait revisi tersebut.
Selain itu diharapkan seluruh elemen masyarakat, pimpinan lembaga negara dan perguruan tinggi untuk mendukung penguatan KPK untuk pemberantasan korupsi. Kerja bersama itu sangat dibutuhkan agar Indonesia menjadi negara yang maju, kuat sejahtera, adil dan makmur tanpa digerogoti korupsi.
"Kami akan mengirim surat kepada Presiden dan DPR RI akan keberatan revisi UU KPK ini," katanya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Baca Juga:Gerindra: Revisi UU KPK Ciptakan Monster Korupsi di Indonesia