Djaka Lodang: Jaya pada Era Kode Buntut, Menolak Punah di Zaman Pancaroba

Harapan untuk mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Yogyakarta sempat menjadi tumpuan besar Djaka Lodang agar bisa bertahan di era modern.

Chandra Iswinarno | Husna Rahmayunita
Selasa, 03 Desember 2019 | 07:00 WIB
Djaka Lodang: Jaya pada Era Kode Buntut, Menolak Punah di Zaman Pancaroba
Ilustrasi Abdullah Purwodarsono. [Suara.com/Rendra]

SuaraJogja.id - “Masa kejayaaan Djaka Lodang terjadi saat zaman judi buntut atau togel di awal 1990-an. Saat itu, banyak orang yang meramalkan bacaan demi peruntungan hingga oplah mencapai 20 ribu per minggu”

SEORANG pria setengah baya berjalan mendekatiku dari arah lorong rumah yang berada di Jalan Patehan Nomor 29 Kota Yogyakarta saat kusambangi pada Rabu (14/8/2019) pagi. Kala itu, waktu masih menunjukan sekira pukul 10.30 WIB, saat tangannya yang mulai keriput menjabat tanganku.

Sementara di sisi depan rumah, dua perempuan nampak tersenyum kepadaku. Sejurus kemudian, langkah kakiku terarah ke satu tempat di sudut rumah yang disebut sebagai ruang kerja Abdullah Purwodarsono, pendiri majalah berbahasa Jawa, Djaka Lodang.

Pintu ruangan tersebut pun diketuk pria yang menyambutku di pagi itu. Sesaat setelah mengetuk pintu dan memasuki ruangan, terlihat pria tua berkacamata memakai baju batik dan peci sedang duduk di atas kursi kayu.

Baca Juga:DIY Usul Materi Bahasa Jawa untuk Seleksi CPNS dan Kenaikan Pangkat

Melihat kedatanganku, pria yang berusia lebih dari setengah abad itu langsung melipat surat kabar yang sedang dibaca dan meletakkannya di atas meja kayu di hadapannya. Ia nampak nyaman di dalam ruang berukuran 2,5 x 2,5 meter berdinding putih yang sesak dengan tumpukan buku, kertas dan beberapa kursi kayu kosong menghadap ke mejanya.

Hampir setiap hari, mulai Senin hingga Jumat, Abdullah menghabiskan waktu di sana untuk membaca dan mengoreksi tulisan redaksi yang dicetak di lembaran kertas berbekal bolpoin bertinta merah sebelum dimuat dan diterbitkan tiap Sabtu.

“Semua tulisan saya koreksi baik dari redaksi atau kontributor, jadi tidak sempat nulis seperti dulu. Tulisan ini boleh dimuat kalau sudah saya beri tanda,” ungkap Abdullah sembari tersenyum kepadaku.

Pria berusia 89 tahun itu cukup dikenal sebagai perawat bahasa Jawa yang dilestarikannya melalui bacaan Djaka Lodang. Berdiri resmi sejak sejak 1 Juni 1971, Djaka Lodang 'terpaksa' didirikan, lantaran Abdullah didesak oleh teman-temannya untuk mendirikan perusahaan sendiri setelah dianggap ingin mengusai perusahaan sebelumnya.

Sosok pensiunan guru yang sempat mengajar di SMA Negeri 2 Yogyakarta itu mengaku gelisah dengan pekerjaannya dan ingin mencari pengalaman baru. Langkah itu pun dimulainya pada awal 1970-an.

Baca Juga:Keren, Ada Angkringan di Jepang, Penjualnya Mahir Berbicara Bahasa Jawa

“Saya merasa kecil saat bertemu Pak Lurah karena saya hanya seorang guru. Guru kan sering didoakan muridnya sakit biar enggak ngajar. Ya tho?” celotehnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak