Warga Minta Tutup Pabrik Pengolahan Pasir di Sleman, Begini Langkah Bambang

"Padahal pada 10 Februari 2018 lalu, pemerintah sendiri yang mengeluarkan izin usahanya," kata dia.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Muhammad Ilham Baktora
Senin, 30 Desember 2019 | 21:03 WIB
Warga Minta Tutup Pabrik Pengolahan Pasir di Sleman, Begini Langkah Bambang
Pemilik usaha pengolahan pasir, Bambang Susilo (baju putih), mengecek alat di Dusun Mudal, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Senin (30/12/2019).- (SUARA/Baktora)

SuaraJogja.id - Pemilik pabrik pengolahan batu pasir di Sleman, Bambang Susilo (42), bakal berlindung di bawah UU nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Langkah yang sudah ia pikirkan ini menyusul rencana pemerintah mencabut izin usahanya karena desakan dari sejumlah warga sekitar.

"Rapat terakhir dengan warga sekitar di Kecamatan Kemalang [Klaten] pada 27 Desember lalu, pemerintah malah berencana mencabut izin kami. Padahal pada 10 Februari 2018 lalu, pemerintah sendiri yang mengeluarkan izin usahanya," terang Bambang Susilo, ditemui SuaraJogja.id, Senin (30/12/2019).

Bambang menjelaskan, jika memang izin usahanya dicabut dan ditutup, pihaknya bakal meminta kebijakan pemerintah sesuai UU RI terkait Penyandang Disabilitas.

"Kami sudah sering mediasi, permintaan warga soal masalah debu sudah saya tutupi dengan atap. Masalah getaran dan bising saya buat alatnya tertanam di bawah tanah. Intinya prosedur dan permintaan warga sudah kami penuhi. Tapi ujung-ujungnya, pemerintah malah berencana mencabut izin usaha kami, sehingga kami berlindung pada UU RI nomor 8 Tahun 2016," katanya.

Baca Juga:Beredar Lokasi Tahun Baruan Jokowi, Warga Jogja Cemas

Bambang menerangkan, pasal yang bakal dia gunakan antara lain pasal 11 huruf h yang berbunyi, "memajukan usaha, memiliki pekerjaan sendiri, wiraswasta, pengembangan koperasi, dan memulai usaha sendiri."

Selain itu, pihaknya juga berpegang pada pasal 144, yang mengatakan, setiap orang yang melakukan tindakan berdampak pada bertambah, berkurang atau hilangnya hak kepemilikan penyandang disabilitas tanpa mendapat penetapan dari pengadilan negeri, sebagaimana dimaksud pada 142 dipidana dengan hukuman. Penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp500 juta.

"Jika memang dicabut [izinnya] saya akan berpegang pada pasal 144 karena belum ada penetapan juga dari pengadilan. Secara tidak langsung itu kan hanya sepihak,"keluhnya.

Pengendara melintasi lokasi pengolahan batu pasir di Dusun Butuh, Desa Bawukan, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Senin (30/12/2019).- (SUARA/Baktora)
Pengendara melintasi lokasi pengolahan batu pasir di Dusun Butuh, Desa Bawukan, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Senin (30/12/2019).- (SUARA/Baktora)

Bambang juga menyinggung pasal 145, di mana dalam pasal tersebut dituliskan, orang yang menghalang-halangi penyandang disabilitas untuk mendapatkan hak sebagaimana dimaksud pasal 143 bakal dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda maksimal Rp200 juta.

"Ini adalah langkah kami untuk mendapat hak sebagai penyandang disabilitas. Kami bersikukuh bahwa usaha ini harus tetap berjalan. Karena biaya yang kami keluarkan mencapai miliaran rupiah," terangnya.

Baca Juga:Cerita Bocah TK Terbangun Bakda Magrib, Kelaminnya Mendadak Sudah Disunat

Sebelumnya diberitakan, sejumlah penyandang disabilitas di Dusun Mudal, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman mendapat penolakan terkait usaha pabrik pengolahan pasir. Usaha yang dibangun sejak 2018 lalu mangkrak, lantaran warga tak setuju karena mengganggu lingkungan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini