Masjid Dituding Tempat Sebarkan Radikalisme, Dewan Dakwah: Itu Tuduhan Keji

"Ada yang ekstrem ke bawah, ada yang ekstrem ke atas. Kembalilah ke Islam yang moderat," tuturnya.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Senin, 06 Januari 2020 | 12:01 WIB
Masjid Dituding Tempat Sebarkan Radikalisme, Dewan Dakwah: Itu Tuduhan Keji
Kanan ke kiri: Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DDII DIY) Cholid Mahmud; Ketua Dewan DDII Pusat Muhammad Siddik; Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid, dalam temu media di sela Simposum Tiga Pilar Dakwah (Masjid, Pesantren, dan Kampus) di Gedung Prof Kahar Mudzakkir Universitas Islam Indonesia (UII), Senin (6/1/2020). - (SUARA kontributor/Uli Febriarni)

SuaraJogja.id - Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Pusat Muhammad Siddik mengaku prihatin dengan adanya tuduhan penyebaran paham radikalisme yang diarahkan pada tiga pilar dakwah: masjid, pesantren, dan kampus.

"Itu tuduhan keji dan palsu. Padahal tiga pilar tersebut selama ini menjadikan NKRI semakin kokoh," katanya di sela Simposum Tiga Pilar Dakwah (Masjid, Pesantren, dan Kampus) di Gedung Prof Kahar Mudzakkir Universitas Islam Indonesia (UII), Senin (6/1/2020).

Selain itu Siddik menegaskan, DDII memiliki komitmen tinggi pada Pancasila sebagai dasar negara dan NKRI, yang sudah final dan harga mati.

Sementara, Ketua DDII Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Cholid Mahmud menilai, isu radikalisme yang selama ini berembus di Indonesia lebih banyak muatan politik ketimbang persoalan substansi.

Baca Juga:Presiden Borneo FC: Perekrutan Torres Sesuai Kebutuhan Edson Tavares

Kalau dari perdebatan yang ia lihat, definisi yang diperdebatkan banyak pihak sangatlah tidak jelas. Lebih banyak politiknya daripada substansi yang ingin diselesaikan dari isu itu sendiri.

"Apakah betul negeri kita dengan jumlah warga 250 juta itu bersinggungan dengan radikalisme? Seberapa sih yang sesungguhnya terpapar radikalisme itu?" ujarnya.

Ia menjelaskan, kecenderungan untuk menjadi radikal ada di dalam diri orang dari keyakinan apapun. Namun sebetulnya, persentasenya kecil dan secara mainstream tidak akan disukai orang.

"Yang paling efektif dalam mengatasi radikalisme, ya menyadarkan masyarakat. Menyadarkan bahwa pemahaman yang betul adalah, Islam itu melarang radikalisme," kata dia.

Pasalnya, menurut Cholid, Islam melarang radikalisme. Kebaikan tidak boleh dilakukan berlebihan, apalagi keburukan.

Baca Juga:Ruko Alfamart yang Roboh di Slipi Sudah 2 Tahun Miring

"Belajar dari Nabi Muhammad, sebaik-baiknya orang itu berada di tengah, moderat," ucapnya.

Cholid tidak menampik bahwa masyarakat perlu pula kembali pada penggunaan istilah ekstremisme karena ekstrem berkaitan dengan sikap yang terlalu condong ke sisi tertentu.

"Ada yang ekstrem ke bawah, ada yang ekstrem ke atas. Kembalilah ke Islam yang moderat," tuturnya.

Ditanyai mengenai peran DDII dalam menanggulangi intoleransi, Cholid menyebut DDII belum terlalu masuk melibatkan diri dalam hal-hal yang spesifik.

Kendati demikian secara prinsip, intoleransi, kata dia, bukanlah bagian dari keislaman.

Kontributor : Uli Febriarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini