Ramai Soal Klitih, Akun Geng Legendaris Jogja: Polisi Enggak Serius

Geng Qzruh mengalami masa kejayaan pada 1980 hingga 1990-an di Jogja.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 05 Februari 2020 | 09:20 WIB
Ramai Soal Klitih, Akun Geng Legendaris Jogja: Polisi Enggak Serius
Spanduk peringatan tentang aksi klitih di Jogja, Jumat (17/1/2020). [Uli Febriarni / Kontributor]

SuaraJogja.id - Maraknya kejahatan jalanan tanpa motif yang jelas, atau klitih, di Yogyakarta turut mencuri perhatian akun Twitter yang diduga milik Qzruh, geng legendaris di Jogja. Akun bernama @qzruh_jogja itu ikut memberi komentar dan imbauan soal klitih.

Di cuitan yang mengawali utasnya, akun dengan empat ribuan pengikut tersebut menyertakan tautan berita SuaraJogja.id soal konvoi yang dilakukan Forum Komunikasi Ormas dan Relawan (FKOR) Yogyakarta untuk mendesak Polda DIY supaya serius memberantas klitih.

Qzruh Jogja menambahkan, "Gali og ndemo klitih. Ramashook [Preman kok mendemo klitih. Enggak cocok] #DIYdaruratklitih."

Di barisan twit selanjutnya, akun Qzruh Jogja, geng yang mengalami masa kejayaan pada 1980 hingga 1990-an di Yogyakarta ini, mengungkapkan anggapannya bahwa klitih terus terjadi karena baik polisi, pemerintah, maupun masyarakat tak serius menanganinnya.

Baca Juga:5 Tahun Kematian Akseyna, Keluarga: Ada Foto Pria Misterius di Danau UI

Menurut Qzruh Jogja, sebenarnya kampung yang berpotensi "memasok" pelaku klitih bisa dengan mudah disebutkan satu per satu dan dibuat daftarnya. Dari situ, kata Qzruh Jogja, bisa disusun peta kerawanan atau peta wilayah kejadian klitih.

"Ilustrasi: saya sambil ngetwit gini bisa bayangkan (hampir apal) beberapa blok kampung di sekitar sini dan tahu siapa-siapa genthonya [premannya], siapa-siapa yang anaknya masih remaja dan suka keluyuran, yang anaknya sudah dewasa, yang enggak srawung [bertegur sapa], dst. Hebat? Tidak! Karena Jogja itu pada dasarnya kampung, cuma besar. Orangnya saling terhubung. Pak RT, RW, Dukuh, Babin, apalagi pasti lebih tahu dan hafal," jelas Qzruh Jogja.

Mereka menambahkan, mobilitas warga, khususnya remaja, di Jogja masih mudah dikenali karena Jogja bukan kota besar, sekalipun diperluas sampai ke beberapa kecamatan di Kabupaten Sleman, seperti Gamping, Maguwo, Depok dan Mlati, serta Kecamatan Kasihan, Sewon, dan Banguntapan, Kabupaten Bantul.

Qzruh Jogja berkomentar soal klitih - (Twitter/@qzruh_jogja)
Qzruh Jogja berkomentar soal klitih - (Twitter/@qzruh_jogja)

Menurut Qzruh -- kependekan dari Q-ta Zuka Ribut Untuk Hiburan, seberapa luas pun Yogyakarta, seluruh penduduknya saling mengenal, apalagi di desa-desa yang jauh dari pusat kota. Bukan itu saja, bagi mereka, pola pergaulan dan geng-geng anak sekolahan memudahkan penelusuran klitih.

"Pelaku klitih itu biasanya dari sekolah itu, itu, itu, dan itu. Ada kemiripan bahkan kesamaan, bisa dianalisis. Karakteristik dan potensi ini bisa menjadi modal untuk pencegahan," jelasnya.

Baca Juga:Ilmuwan Temukan Fosil Tengkorak Hiu Berumur 300 Juta Tahun

Dari yang mereka perhatikan, Qzruh Jogja yakin, tak lama lagi pelaku klitih akan berhenti melakukan aksinya dan masyarakat bisa hidung tenang, tapi hanya untuk sesaat.

"Setelah 2-3 bulan orang sudah lupa lagi, kecuali si korban & keluarganya yang masih harus nanggung sakit & biaya. Setelah itu muncul klitih lagi. Opyak lagi, tenang lagi, klitih lagi, opyak lagi, gitu terus..." terangnya.

Untuk itu, Qzruh Jogja menilai, demo, eperti yang dilakukan FKOR, kurang efektif. Bagi mereka, pelaku klitih perlu mendapatkan "shock therapy".

Qzruh Jogja berkomentar soal klitih - (Twitter/@qzruh_jogja)
Qzruh Jogja berkomentar soal klitih - (Twitter/@qzruh_jogja)

"Rombongan Kang Ojol, Ormas, Driver OL, dsb ronda mubeng [keliling]! Pokmen [pokoknya] kalau ada remaja di atas jam 11 malam kok masih di jalan opo thethek [atau nongkrong] di pinggir jalan, langsung gebugi wae [gebuki saja]," tulis Qzruh Jogja.

Bahkan, mereka menyarankan supaya pelaku kekerasan juga diberi balasan yang sama dengan perlakuannya selama ini.

"Yo ben [biarain], kan katanya darurat (klitih). Kekerasan? Iya memang, tapi ini yang disebut kekerasan berkeadilan. Perlindungan anak? Mbelgedhes [omong kosong] orang tuanya pun enggak bisa mendidik dan mlindungi. Buktinya jam 11 malam remaja kok kluyuran," cuit Qzruh Jogja.

"Wis ngono wae [Sudah gitu saja]. Nek mencoba genepi 1 tahun [coba 1 tahun terapkan itu], biar regenerasi geng remaja terputus. Dijamin Jogja bebas klitih," tutupnya.

Diberitakan SuaraJogja.id sebelumnya, Kasatreskrim Polres Sleman AKP Rudy Prabowo mengaku bahwa Kapolres Sleman AKBP Rizki Ferdiansyah telah membentuk tim khusus untuk menangani serta mencegah terulangnya penganiyaan yang dialami Enrico Kristianto (40), seorang driver ojol yang disabet senjata tajam oleh orang tak dikenal di Jalan Kabupaten, Gamping, Sleman, Sabtu (1/2/2020) dini hari ketika mengantar penumpang.

Rudy membeberkan sementara ini, pihaknya telah memfokuskan petugas untuk beroperasi di lokasi yang rawan tindak kejahatan.

"Terutama lokasi jalan sepi yang jarang dilalui kendaraan serta jalan yang minim penerangan. Melihat kejadian yang sebelumnya terjadi di Jalan Kabupaten, petugas juga akan memantau lokasi tersebut yang rawan tindak kejahatan jalanan," kata Rudy, ditemui di ruang kerjanya, Selasa (4/2/2020).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini