SuaraJogja.id - Chairul Bachry (44) pria asal Tarudan, Sewon, Bantul, tak pernah menyangka hidupnya akan berliku. Mulai dari semangat mendekatkan diri dengan agama justru terperosok dalam Jamaah Islamiyah (JI).
Semua berawal dari selepas Chairul lulus SMA di awal 2000-an, ia tumbuh di kampung dengan basis Muslim kuat.
Kala itu, isu konflik Ambon hingga maraknya Laskar Jihad mewarnai kehidupan remaja Jogja.
Dua kondisi itu membuat ia secara tidak langsung mulai terpapar.
Baca Juga:Dulu Rekrut Anggota JAD, Kini Bantu Jahit Baju: Kisah Penebusan Dosa Seorang Mantan Napi Teroris
Dari lingkungannya tersebut, Chairul mulai mengikuti kajian remaja dan bapak-bapak.
Awalnya hanya membahas buku tentang penyucian jiwa. Namun, perlahan kajian itu menjadi lebih khusus, bahkan tak luput disertai latihan fisik.
"Kemudian langsung dikumpulkan menjelang gempa [Bantul] sekitar 2006-an diajak salaman, atau baiat, artinya janji tugas, tapi ini janji beramal untuk Islam," kenang Chairul saat ditemui di Polda DIY, Rabu (20/8/2025).
Momen Baiat dan Relawan
Chairul mengaku, saat itu dirinya tidak tahu bahwa lembaga yang dimasukinya adalah Jamaah Islamiyah (JI). Ia baru benar-benar sadar setahun kemudian.
Baca Juga:Dulu Didoktrin JAD, Kini Jualan Ayam Bakar di Sleman: Kisah Inspiratif Mantan Teroris Tobat
Fokus kegiatan dalam lembaga atau kelompok yang dimasukinya itu adalah kemanusiaan.
Terkhusus untuk membantu korban gempa Bantul saat itu.
"Gempa Jogja kami diterjunkan, tugas pertama istilahnya 'di JI' sebagai relawan kemanusiaan. Kita saat itu yang meng-handle bantuan, ada 11 posko komando saat itu," tuturnya.
Tak hanya itu, kemampuannya mengotak-atuk desain grafis membuat Chairul dipercaya mengelola desain grafis, event organizer, hingga tabligh akbar bertema Suriah sekitar tahun 2008.
Semua dikemas dalam aktivitas dakwah dan kemanusiaan.
Ia bahkan sempat ditunjuk untuk berangkat ke Suriah untuk menyalurkan berbagai bantuan di sana.