Membekas, Cerita Menyentuh Glenn Fredly saat Haul Gus Dur di Jogja

Glenn Fredly bercerita soal Gus Dur, Surat dari Praha hingga perdamaian di Ambon.

Rendy Adrikni Sadikin
Kamis, 09 April 2020 | 10:50 WIB
Membekas, Cerita Menyentuh Glenn Fredly saat Haul Gus Dur di Jogja
Penyanyi Glenn Fredly tampil di pesta perilisan album barunya berjudul "Romansa Ke Masa Depan" di M Bloc Space, Jakarta Selatan, [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Saya pulang ke Ambon. Teman-teman mungkin tahu konflik horizontal yang terjadi di Maluku pada tahun 1999. Empat tahun konflik itu berlangsung.

Saya lahir dan besar di Jakarta. Saya dibesarkan benar-benar sebagai produk Ibu Kota, lahir dengan segala macam fasilitas. Tapi saya juga dibesarkan oleh budaya yang diturunkan oleh kakek nenek saya tentang budaya pela gandong.

Tahun 2000 ketika saya kembali sebelum saya berangkat, itu merupakan momen di mana logika saya ditabrakan dengan peristiwa yang mengguncang keluarga saya, bahkan keluarga besar.

Ya mungkin itu merupakan salah satu peristiwa tragedi kemanusiaan terbesar yang terjadi di timur Indonesia. Dan, saya pulang tahun 2000 naik pesawat (maskapai) Merpati, penerbangannya masih 1 kali.

Baca Juga:Ibadah Pelepasan Jenazah Glenn Fredly Hanya Boleh Dihadiri 20 Orang

Saya melihat di dalam pesawat, bagaimana masyarakat melepas rindu yang sangat luar biasa. Tidak tidur, meski penerbangan kita tengah malam.

Saya menyaksikan betul apa yang ditulis di media saat itu, propaganda media tentang apa yang terjadi di Maluku membuat keingintahuan saya besar. Di pesawat, saya mulai melihat bagaimana dua komunitas saling melepas rindu.

Dan, ketika pagi menjelang, turun dari pesawat, saya benar-benar kaget. Karena kami diminta untuk memperlihatkan KTP. "Oh Kristen ke kanan, Muslim ke kiri." Turun dari pesawat, kami dipisahkan.

Saya hanya tiga hari di Ambon, tinggal di zona netral. Dan itu adalah tiga hari terlama dalam hidup saya. Karena saya melihat sendiri dengan mata kepala, bagaimana kota diporakporandakan. Budaya pela gandong yang dibanggakan, hancur lebur.

Tiga hari lama dalam hidup saya yang saya rasakan dan membekas. Begitu juga membekas buat masyarakat Maluku. Karena konflik itu berlangsung hampir 4 tahun.

Baca Juga:Aura Kasih Dedikasikan Buku Lagu Untuk Renjana Buat Mendiang Glenn Fredly

Singkatnya, saya kembali ke Jakarta Dan itu menjadi turning point besar dalam hidup saya. Karena saya mempertanyakan apa itu Pancasila, apa itu kebhinekaan. Karena kota luluh lantak pecah belah sedemikian rupa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak