Murtadho menjelaskan, jemaah Masjid Sabiilurrosyaad selalu memperingati hari besar agama Islam tepat pada tanggalnya, kecuali untuk Nuzulul Qur'an. Hal tersebut didasarkan pada ajaran bahwa malam Lailatulqadar terbaik jatuh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.
"Biasanya ada pengajian, mengumpulkan sedekah, masyarakat membawa makanan untuk disantap bersama selepas sembahyang tarawih," ujarnya.
Demi mengikuti anjuran pemerintah, seluruh kegiatan di masjid ditiadakan sejak pertengahan Maret lalu. Murtadho menyebutkan, pada tahun-tahun sebelumnya di bulan Ramadan masjid selalu penuh dengan kegiatan. Bahkan saat malam terasa seperti siang karena banyaknya orang yang beribadah di masjid.
Sebagai masjid yang sudah berusia ratusan tahun, banyak jemaah yang telah menyambanginya. Namun, Murtadho menyebutkan bahwa masyarakat zaman dahulu tidak suka banyak berbicara, melainkan langsung menunjukkan pada praktiknya.
Baca Juga:Asuransi Jasindo Beri Bantuan untuk RS Rujukan Covid-19 di 6 Kota
Misalnya, bangunan masjid dulunya memiliki kolam di bagian depan. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat membersihkan dirinya dahulu sebelum masuk masjid. Sebab, zaman dahulu masih jarang masyarakat yang menggunakan alas kaki. Keberadaan kolam menjadi pengingat bahwa untuk memasuki masjid harus dalam keadaan bersih.
Selain itu, di bagian depan masjid juga tumbuh pohon sawo. Maknanya adalah untuk mengingatkan jemaah agar merapatkan safnya sebelum salat. Dalam bahasa Arab, sawu berarti rapatkan.
Sebelum diperluas bangunannya, di bagian barat masjid dekat dengan tempat imam, tumbuh pohon jati yang juga mengandung filosofi tersendiri, yakni untuk mengingatkan bahwa sejatinya dalam beribadah adalah untuk mencari jati diri sendiri.
Sosok Panembahan Bodho sebagai murid Sunan Kalijaga sekaligus pendiri masjid tersebut dikenal masyarakat sebagai sosok wali, kekasih Allah yang menyebarkan agama Islam di kawasan tersebut.
Murtadho menyebutkan, sejauh ia mengingat, bahkan pada saat ia kecil, jumlah masjid di sekitarnya masihlah sedikit. Dalam satu kecamatan hanya terdapat satu masjid saja, sehingga dulunya, jemaah Masjid Kauman datang dari berbagai kawasan.
Baca Juga:Dampak Corona, Negara Ini Catatkan Nol Penjualan Kendaraan
Sebagai peninggalan salah satu tokoh, masjid ini juga kerap menjadi kunjungan wisata religi. Makam Panembahan Bodho sendiri terletak di dusun yang berbeda. Sementara makam istrinya, Nyai Brintik, tidak jauh dari bangunan masjid.