SuaraJogja.id - Menjadi relawan Palang Merah Indonesia (PMI) memang harus dilakukan dengan sepenuh hati. Segenap jiwa raga harus dicurahkan untuk tetap bisa menjalankan tugas kemanusiaan mereka. Nyawa terkadang menjadi taruhan di tengah keterbatasan yang ada.
Seperti yang dilakukan oleh relawan PMI Gunungkidul, mereka harus berupaya keras dengan berbagai macam cara agar tugas mereka tuntas. Minggu (10/5/2020) kemarin, mereka harus membujuk seorang bocah agar bersedia dievakuasi dari rumahnya untuk diambil uji swab termasuk diisolasi di rumah sakit.
FH, bocah berusia 6 tahun asal Kecamatan Semanu terpaksa harus menjalani isolasi dia ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Saptosari karena kontak erat dengan Klaster Indogrosir. Empat orang relawan PMI menjemput FH bersama dengan kedua orangtuanya di kediamannya.
Ada hal yang mengharukan ketika relawan Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Gunungkidul, ketika menjemput bocah tersebut. Berbeda dengan pasien reaktif sebelumnya yang rerata orang dewasa yang bisa diberi pengertian dengan mudah, namun untuk menangani FH, relawan harus membujuknya dengan berbagai macam cara.
Baca Juga:Tembak Kadus di Gunungkidul, Pelaku Ngaku Dapat Bisikan Gaib
Para relawan harus sangat berhati-hati ketika membujuk bocah tersebut untuk bersedia ikut dengan mereka termasuk menjalani pengambilan swab di RSUD Wonosari. Bahkan, para relawan harus 'menyogok' FH agar bersedia diambil swabnya.
Ketua PMI Gunungkidul, Iswandoyo menceritakan, Minggu siang kemarin, empat relawan PMI Gunungkidul tengah bertugas menjemput pasien reaktif untuk dilakukan uji swab dan dikarantina di RSUD Saptosari. Anak tersebut salah satu warga Kecamatan Semanu. Ia masuk pada klaster Indogrosir.
"Mereka menjemput salah satu anak yang masuk dalam kategori orang tanpa gejala yang reaktif rapid tes," ceritanya, Senin (11/5/2020) melalui nomor pribadinya.
Saat dijemput dengan petugas berpakaian lengkap, FH sempat ketakutan karena para relawan mengenakan baju Alat Pelindung Diri (APD) lengkap sehingga mirip dengan astronot. Relawan PMI harus seolah menjadi 'teman' bagi bocah tersebut agar bersedia turut serta dengan mereka.
Bocah yang belum duduk di bangku SD tersebut sempat enggan diambil sempel swabnya. Hingga akhirnya salah seorang relawan berinisiatif untuk membelikan sejumlah mainan dan kemudian diberikan kepada bocah laki-laki tersebut.
Baca Juga:Diterpa Gelombang Tinggi, Pantai di Gunungkidul Jadi Bersih
Padahal sebenarnya para relawan saat ini dalam kondisi keuangan yang tergolong pas-pasan karena penggalangan dana dari bulan dana PMI belum masuk ke kas mereka. Kendati demikian, para relawan rela merogoh kocek untuk menguatkan FH agar mau dites swab.
"Bocah ini memang sempat nangis menolak relawan kami. Ada empat relawan, Triawan Hahan, Danang dan Saiful yang merayu, tapi nangis ketakutan dengan pakaian APD, padahal orangtuanya juga ikut," ucap Iswandoyo.
Agar bersedia, para relawan ini lantas berinisiatif membelikan dua macam mainan yaitu mobil-mobilan untuk diberikan ke anak tersebut. Setelah membujuknya bersama dengan kedua orangtuanya, akhirnya FH berhasil diantar ke RSUD Wonosari untuk diambil uji swabnya oleh pihak rumah sakit.
Ia mengaku, para relawan PMI kini hidup cukup minim. Untuk keperluan logistik, setiap harinya relawan hanya mengandalkan para donatur untuk makan. Pasalnya dana operasional sudah habis mengingat bulan dana tahun ini dimulai Maret kemarin belum masuk, sementara bulan dana tahun sebelumnya sudah habis.
"Untungnya tidak sedikit bantuan sembako yang masuk. Bantuan sendiri berupa sembako yang setiap harinya juga dimasak para relawan di dapur umum PMI," tambahnya.
Di tengah tenaga yang dikuras lantaran harus merangkap menjadi penjemput dan melayani jenazah yang hendak dimakamkan dengan standar penanganan Covid19. Kini hampir setiap hari ada kiriman jenazah dari luar daerah yang harus dimakamkan sesuai dengan Protap Covid19.
"Dimana para relawan harus selalu siap untuk menjalankan tugas. Beruntung ada salah satu perawat RS swasta yang setiap hari mengecek kondisi kami," tutup dia.
Kontributor : Julianto