"Jadi kami sudah bekerjasama dengan pengepul untuk dijual kepada mereka. Hasilnya kami kumpulkan untuk kas RT. Selain itu kami juga membagikan satu kilogram ikan untuk dinikmati masing-masing warga ketika panen," kata dia.
Irigasi sepanjang lebih kurang 300 meter tersebut, telah terpasang pagar besi di kedua sisinya. Hal itu untuk menciptakan rasa aman bagi wisatawan atau warga yang melintas. Selain itu warga juga membangun jembatan yang bisa digunakan untuk lokasi swafoto.
"Inisiatif ini tetap kami koordinasikan kepada pihak kelurahan. Sehingga beberapa waktu lalu, Pemkot Yogyakarta membantu menyediakan pagar besi dan gazebo diatas aliran irigasi. Wisatawan juga mulai mengenal kampung kami. Mereka bisa memberi makan ikan dengan merogoh kocek Rp 2 ribu," kata dia.
Kesadaran masyarakat Gedongkiwo RT 62 dan 69 untuk menjaga tempat tinggalnya sudah terbentuk. Kawasan yang sebelumnya kerap ditemui limbah olahan tempe dan tahu itu, kini lebih asri dengan hiasan dinding dan tanaman di sekitar kampung.
Baca Juga:Hadapi New Normal, Disperindag Kota Jogja Siapkan Aplikasi Belanja Online
"Kesadaran warga sudah cukup baik. Bahkan kami berupaya untuk membuat budidaya baru di seberang kampung. Namun karena sudah masuk wilayah Bantul, kami harus berkoordinasi dengan warga serta pemerintah di sana," kata dia.
Disinggung apakah kampungnya menjadi percontohan untuk kampung lain, Tukiran menjelaskan beberapa warga luar sempat bertanya-tanya bagaimana mengelola aliran irigasi menjadi tempat budidaya ikan.
"Sebelumnya ada beberapa warga dari luar kampung berdiskusi dengan kami. Salah satunya membahas bagaimana memanfaatkan potensi kampung yang ada untuk kesejahteraan warga. Memang niatnya kami hanya mengubah kampung yang terkesan kumuh lebih bersih, namun untuk hasil dari budidaya ikan ini sebagai bonus. Tapi kami tetap menjelaskan langkah-langkah dan strategi kepada warga luar," jelas dia.