SuaraJogja.id - UGM mengembangkan inovasi ventilator lokal. Ventilator ICU dan non ICU ini siap dipasarkan mulai Agustus 2020 mendatang bagi pasien COVID-19 di DIY.
Pengembangan inovasi ini dilakukan karena hingga saat ini 90 persen lebih alat kesehatan (alkes) di Indonesia masih import dari luar negeri. Harganya pun cukup mahal hingga tiga kali lipat.
"Karenanya kami membuat dua jenis ventilator yang bisa digunakan di rumah sakit rujukan bagi pasien COVID-19," ujar Rektor UGM, Panut Mulyono usai bertemu Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa (07/07/2020).
Dalam waktu dekat, UGM sudah membuat sepuluh ventilator lokal. DIrencanakan produk tersebut bisa dimanfaatkan pada awal Agustus 2020 mendatang.
Baca Juga:3 Bulan Tak Digaji, Puluhan Karyawan PT Kharisma Export Geruduk DPRD Bantul
Menurut Panut, ventilator untuk ICU merupakan ventilator lokal pertama yang dibuat di Indonesia. Jenis kedua ventilator yang bisa digunakan untuk non ICU.
Khusus untuk ventilator ICU, menurut Panut sudah masuk tahap pengujian di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan di Surabaya. Ventilator tersebut akan diuji klinis di RSUP Dr Sardjito sebelum dipasarkan.
Sedangkan untuk ventilator non ICU saat ini sudah masuk uji klinis di RSUP Dr Sardjito. Dengan demikian dalam waktu dekat bisa segera dipasarkan ke rumah-rumah sakit yang membutuhkan.
Berbeda dari lainnya, ventilator buatan UGM mempunyai kelebihan dari produk lainnya. UGM menyediakan teknisi alat yang akan memberikan pelayanan service pasca pembelia.
Selain itu ada garansi seumur hidup, maka kualitas alat selalu terjaga. Dengan demikian bisa lebih lama pemanfaatannya.
Baca Juga:Kemenag Bantul Izinkan Salat Iduladha di Masjid dan Lapangan
"Tidak seperti alat dari luar negeri yang sudah ada saat ini, ada jangka waktu pemakaiannya,” paparnya.
Ditambahkan salah satu pengembang ventilator, Malik Khidir saat ini pihaknya memastikan keamanan penggunaan alat-alat tersebut. Produk tersebut akan dijual sepertiga dari alkes import.
"Biaya produksinya hanya sekitar sepertiga dari ventilator import yang harganya Rp700 juta - Rp900juta," ungkapnya.
Sementara Sultan mengungkapkan ventilator tersebut diharapkan bisa segera diperkenalkan ke publik untuk digunakan di beberapa rumah sakit. Bahkan ia menawarkan skema kerja sama agar harga ventilator buatan dalam negeri tidak mahal dan membebankan pihak rumah sakit.
"Yang namanya rumah sakit dalam keadaan darurat (covid-19) mestinya ventilator itu penting, untuk memberikan ruang pada pasien pada penyakit tertentu yang memerlukan itu. Namun jika berbicara harga ini menjadi dilematis," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi