SuaraJogja.id - Kabar yang menyebutkan bahwa badan Gunung Merapi menggembung cukup membuat khawatir sejumlah kalangan masyarakat. Kepala Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM Agung Harijoko pun meminta masyarakat supaya tidak usah panik.
Menurutnya, setelah Gunung Merapi menunjukkan aktivitas mengeluarkan guguran material pada Rabu (15/7/2020) malam, masayrakat hanya perlu meningkatkan kewaspadaan, tetapi tidak sampai panik.
“Tetap tenang dan jangan panik. Ikuti arahan dan patuhi rekomendasi yang disampaikan oleh BPPTKG atau BPBD setempat,” tuturnya, Sabtu (18/7/2020).
Selain itu, masyarakat diharapkan pula untuk terus memantau informasi terkait Gunung Merapi dari sumber yang kredibel melalui situs web maupun media sosial BPPTKG.
Baca Juga:Hadapi Pandemi demi Pegawai, Bos Kopi Merapi Hampir Kalut Jual Aset Pribadi
Dalam rilis Humas UGM, Agung menyampaikan, hingga saat ini BPPTKG Yogyakarta masih menetapkan status Gunung Merapi pada level II atau Waspada. Dengan kata lain, belum ada peningkatan potensi bahaya dari aktivitas Gunung Merapi. Ancaman bahaya masih berada pada radius tiga kilometer dari puncak Merapi.
“BBPTKG menyatakan ada penggembungan di tubuh Merapi yang mengindikasikan ada magma yang bergerak di dalamnya, tapi masih lebih kecil dibanding deformasi sebelum erupsi 2010,” ungkap dosen Teknik Geologi UGM ini.
Ia menjelaskan, pergerakan magma tersebut bisa berlanjut dengan erupsi, tetapi bisa juga tidak berlanjut erupsi. Apabila berlanjut, maka kemungkinan erupsi yang akan terjadi bisa berupa erupsi efusif yang membentuk kubah lava atau berupa erupsi eksplosif dengan letusan yang kuat.
“Erupsi Merapi bukan baru saja terjadi, tapi sudah berlangsung lama yakni sejak keluarnya kubah lava pada 2018 lalu,” tutur Agung.
BPPTKG, kata dia, terus melakukan pemantauan terhadap aktivitas Merapi dengan baik. Namun, dia menilai, masyarakat perlu mengetahui bahaya yang ditimbulkan dari erupsi gunung api sebagai upaya mitigasi bencana.
Baca Juga:Aktivitas Gunung Merapi Meningkat, Juru Kunci Gunung Merapi Ingatkan Ini
Bahaya utama saat terjadi longsoran kubah dengan volume besar adalah terbentuknya awan panas, atau yang dikenal masyarakat Jawa dengan sebutan wedhus gembel. Selain itu, ancaman abu vulkanik juga bisa menyebabkan gangguan pernapasan.
“Saat terjadi hujan abu, masyarakat diharapkan memakai masker untuk mencegah partikel-partikel abu halus terhirup ke tubuh,” ujar Agung.
Ia menambahkan, setelah erupsi berakhir, masyarakat tetap perlu waspada akan ancaman lahar dingin saat musim penghujan. Apalagi, material vulkanik dari letusan gunung dari lereng gunung atau hulu bisa akan terbawa curah hujan dengan intensitas tinggi.