SuaraJogja.id - Suasana bangunan berwarna abu-abu yang terletak di Jalan Magelang no 66, Mulungan Kulon, Sendangadi, Mlati, Sleman tak begitu ramai orang. Di bangunan yang menjadi tempat pangkas rambut pria ini hanya terlihat dua orang duduk di luar.
Salah seorang pria 30 tahunan mempersilakan kami masuk. Ia sudah menunggu di sana sejak tempat cukur rambut itu dibuka pada pukul 16.00 WIB. Pria yang mengenakan kaus abu-abu ini juga menyuguhkan satu botol teh kemasan kepada kami.
"Monggo [mari] Mas, dari SuaraJogja nggih [ya]?" tanya pria berambut ikal itu sambil membuka sedikit maskernya ketika kami temui, Kamis (6/8/2020).
Wahyu Kartiko Condro, namanya, adalah pemilik usaha Cukur_Disini Barbershop di Sleman, DI Yogyakarta. Berbeda dari tempat pangkas rambut lain, usaha kedua Condro ini tak mematok tarif, bahkan pelanggan cukup membayar seikhlasnya.
Baca Juga:Keren, YouTuber Ciptakan Robot Pemotong Rambut
"Awalnya saya tidak berpikir untuk membuka usaha barbershop, tapi karena rambut saya suka dicukur di tempat cukur wilayah Pandowoharjo [Sleman], akhirnya saya ditawarkan oleh capster [tukang cukur] yang membuka usaha itu. Sebenarnya saya tidak bisa mencukur, tapi karena suka dicukur dan ada tawaran buka barbershop, akhirnya saya beranikan untuk buka usaha ini," ujar Condro sambil tertawa, mengingat kali pertama membuka usaha cukur rambut itu.
Condro awalnya tak begitu yakin bisa membuka usaha barbershop. Karena kerap ditawari, akhirnya dia membuka tempat cukur di wilayah Tempel, Sleman melalui sistem bagi hasil dengan temannya yang ditemui di Pandowoharjo itu.
"Pertama kali bukanya di wilayah Tempel, sekitar awal tahun 2019, tapi barbershop ini saya mematok tarif kepada pelanggan yang datang," jelas pria lulusan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu.
Condro memang sejak awal tertarik membuka usaha. Sebelumnya dia membuka warung makan di wilayah UMY dan hingga kini usaha kulinernya masih berjalan.
Alumnus Jurusan Ilmu Sosial UNY tersebut mengaku jenuh dengan usahanya yang selalu mengejar uang.
Baca Juga:Pakai Celana Jeans Ketat dan Cukur Rambut Kemaluan Berisiko Kena Vulvodynia
"Ya rasanya capai, buka usaha hanya mengejar uang terus. Bekerja pikirannya hanya uang saja. Sambil usaha dan belajar, saya sadar bahwa usaha itu harus ada unsur ibadah. Jadi bisnis itu jadi ladang ibadahku," ujar Condro.
Sadar bahwa berbisnis juga harus diikuti dengan ibadah, pria yang baru saja berulang tahun pada 3 Agustus ini membuka tempat usaha keduanya dengan tak mematok tarif selama enam bulan, setelah barbershop pertamanya berjalan. Pelanggan cukup membayar sesuai isi dompet yang ada dan seikhlasnya.
"Akhirnya saya membuka khusus untuk usaha barbershop tanpa ditarik tarif. Jadi potong rambut, keramas, dan massage silakan bayar dengan seikhlasnya," jelas dia.
Cukup bayar seikhlasnya, tempat yang hanya dinahkodai satu tukang cukur ini menjadi pilihan masyarakat, khususnya pria, yang ingin merapikan rambut panjangnya.
"Sehari pernah 15 orang yang kami cukur. Mereka membayar sesuai dengan kemampuan yang ada, tapi ada yang membayar berlebih, Rp30-50 ribu. Padahal rata-rata memangkas rambut itu dihargai Rp15 ribu," jelas dia.
Selain dibayar lebih, karena memiliki papan tertulis bayar seikhlasnya, capster atau tukang cukur juga pernah hanya dibayar Rp5 ribu, bahkan kadang ada yang tak membayar.
"Itu pernah beberapa kali, adapun yang tak membayar, memang dia tidak punya uang. Itu memang tujuan saya membuka usaha sambil beribadah," katanya.
Ramai didatangi pelanggan, Cukur_Disini Barbershop pernah buka sampai pukul 02.00 WIB. Bahkan Condro sempat membuka kembali tempat pangkas rambutnya ketika ada pelanggan yang tiba-tiba datang.
"Biasanya saya buka pukul 16.00-21.00 WIB, tapi pernah suatu waktu toko buka sampai dini hari karena banyak pelanggannya. Tukang cukur saya pernah membuka toko lagi karena pelanggan yang datang mendadak," kenang Condro.
Bukan tanpa alasan pria 34 tahun ini rela bekerja hingga larut malam dan menerima tarif seikhlasnya. Condro mengaku memiliki hobi untuk berbagi dan senang melihat ketika orang bahagia dengan yang dia lakukan.
"Jadi saya senang membantu dari dulu. Berbagi itu sudah seperti hobi saya. Melihat orang senang itu ada rasa kepuasan sendiri dalam diri saya, sehingga itu muncul dan kerap berbagi kebahagiaan dengan apa yang saya bisa," terangnya.
Dirinya juga memiliki program bakti sosial mencukur ke sekolah luar biasa (SLB) dan panti asuhan yang ada di Sleman. Kegiatan itu dia lakukan sebulan sekali. Namun karena pandemi, program itu terhenti karena sekolah belum sepenuhnya dibolehkan beroperasi.
"Biasanya saya mengajak capster empat orang, kadang dua orang. Biasanya dari komunitas cukur saya tawarkan untuk menggelar aksi sosial ini. Tiap bulannya kami lakukan dan sudah berjalan sejak 2019 lalu. Pada 2020 masih berjalan, tapi karena Covid-19, programnya berhenti dahulu," ungkap dia.
Memangkas rambut siswa SLB, dirinya memiliki kisah lucu. Meski dirinya bukanlah yang memangkas rambut anak dengan keterbatasan ini, tetapi kenangan itu membuatnya terus berusaha untuk membuat orang bahagia.
"Jadi anak ini paham dengan style serta model rambut kekinian. Pernah satu siswa meminta dipotong model mohawk. Akhirnya capster saya mengabulkan permintaan anak tersebut, dia senang dan girang. Rasanya saya puas, tapi setelah gurunya melihat hasil potongan anak ini malah, diminta dikembalikan dan dibuat lebih rapi. Akhirnya capster saya membuat rambutnya lebih rapi," cerita Condro sambil tertawa kecil.
Condro mengaku bahwa tak banyak orang yang mau membuka usaha dibayar dengan harga seikhlasnya. Kendati demikian, pria yang tinggal di Beran, Sleman ini memiliki prinsip saling berbagi dan tetap melibatkan Tuhan dalam segala usaha yang dilakukan.
"Saya memang mencari capster yang memiliki visi seperti saya. Memang banyak yang mendaftar sebagai tukang cukur di sini, tapi belum bisa menerima dengan apa yang menjadi tujuannya. Namun berusaha atau bisnis menjadikan ladang ibadah perlu dilakukan," terang Condro.