Protes ke Pemda, BEM Se-DIY Kembali Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Kami juga menolak upaya sentralisasi kekuasaan melalui konsep Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang mencederai semangat reformasi.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Jum'at, 14 Agustus 2020 | 14:50 WIB
Protes ke Pemda, BEM Se-DIY Kembali Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Perwakilan Forum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-DIY mendesak Pemda untuk segera ikut menangani carut marut RUU Cipta Kerja Omnibuslaw di Kantor Gubernur DIY, Jumat (14/8/2020). - (SuaraJogja.id/Putu)

SuaraJogja.id - Perwakilan Forum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-DIY mendatangani kantor Gubernur DIY, Jumat (14/8/2020). Mereka menyampaikan protes dan mendesak Pemda untuk segera ikut berperan dalam menangani carut marut Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Sebab, sudah sejak beberapa bulan terakhir, mahasiswa gencar menyuarakan RUU yang dinilai tidak menjawab kebutuhan rakyat indonesia dari aspek ekonomi, pendidikan, dan ketenagakerjaan tersebut. Namun hingga saat, ini belum ada respons positif dari pemangku kebijakan terkait penolakan tersebut.

“Kami ada yang turun ke jalan, ada pula yang melalui dialog-dialog [dengan pemangku kebjakan] seperti ini, tapi pada intinya kami terus menolak pengesahan RUU Cipta Kerja,” ungkap Wakil Ketua 1 Forum BEM se-DIY Pancar Setyo Budi di sela bertemu perwakilan Bakesbangpol DIY, LLDIKTI Wilayah V DIY, Disnakertrans DIY, dan lainnya.

Menurut Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) UII tersebut, RUU Cipta Kerja tidak menjadi jaminan akan tersedianya lapangan pekerjaan yang mengedepankan hak-hak tenaga kerja yang dibutuhkan masyarakat Indonesia.

Baca Juga:Dihadang Kawat Berduri, Ratusan Buruh Tak Bisa Demo saat Ada Jokowi di MPR

Di sisi lain, permasalahan ekonomi Indonesia tidak berkutat kepada inventasi saja, melainkan juga kualitas kelembagaan yang masih rentan akan praktik korupsi yang menghambat perputaran ekonomi Indonesia. Bahkan jaminan akan keberlanjutan lingkungan justru dikesampingkan dalam narasi RUU Cipta Kerja, yang saat ini terus digodok DPR RI.

Karenanya, mahasiswa Indonesia terus menyuarakan penolakan terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja. RUU itu dinilai bertentangan dengan UU No 15 tahun 2019 Bab 2 pasal 5 dan Bab 11 pasal 96 tentang perubahan atas UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Kami juga menolak upaya sentralisasi kekuasaan melalui konsep Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang mencederai semangat reformasi,” tandas Setyo.

Sejumlah penolakan lain juga coba terus disuarakan, mulai dari penyederhanaan regulasi terkait perizinan amdal dan aturan pertambangan yang mengancam kelestarian SDA jangka panjang hingga perlu adanya reforma agararia sejati sesegera mungkin.

Negara seharusnya menjamin terciptanya ruang kerja yang aman, bebas diskriminatif, dan dapat memenuhi hak maupun perlindungan terhadap buruh. Karenanya, sentralisasi sistem pengupahan buruh, potensi maraknya tenaga kerja outsourcing, serta dikebirinya hak-hak buruh seperti cuti, jam kerja tidak jelas, dan PHK sepihak seharusnya tak dilakukan.

Baca Juga:5 Isi Omnibus Law Cipta Kerja yang Dianggap Merugikan Pekerja

Di sektor pendidikan, RUU tersebut juga seharusnya tidak ikut mengintervensi. Karenanya, pemerintah harus menghentikan praktik liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi pendidikan serta mewujudkan demokratisasi kampus.

“Pemerintah harus memperbaiki kualitas kelembagaan nasional maupun daerah dan mengedepankan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan sebagaimana amanat UUD 1945,” ungkapnya.

Sementara, Kepala Kesbangpol DIY Agung Supriyanto mengungkapkan, Pemda tidak bisa mengintervensi kebijakan pemerintah pusat. Namun, Pemda akan menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada pemerintah pusat.

“Kami bersama lembaga seperti disnakertrans dan dikti yang bisa menyampaikan aspirasi kepada kementerian terkait,” paparnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini