Langgengkan Eksistensi Dongeng, Geliat Edutania dalam Literasi Anak Jogja

Edutania merupakan komunitas yang bergerak dalam pendampingan literasi anak di Yogyakarta

Rendy Adrikni Sadikin | Fitri Asta Pramesti
Rabu, 26 Agustus 2020 | 10:09 WIB
Langgengkan Eksistensi Dongeng, Geliat Edutania dalam Literasi Anak Jogja
Komunitas Edutania. (Instagram/edutania_channel)

SuaraJogja.id - Berangkat dari kurangnya minat anak-anak terhadap dunia literasi, sejumlah pemuda di Yogyakarta menginisiasi wadah berbagi cerita, melanggengkan eksistensi dongeng.

Bagi Diaz Radityo, anak-anak di era digital terlalu disibukkan dengan gawai yang acapkali memberikan pengaruh kurang baik; mengikis minat terhadap dunia literasi hingga memicu mereka akrab dengan kata-kata kasar yang tersebar di internet.

"Masa-masa golden age dan masa sekolah dasar itu merupakan pondasi penting untuk masa depan, imanjinasi mereka yang luas akan terpangkas dengan kata-kata kasar seperti itu," ujar Diaz ketika ditemui tim SuaraJogja.id, Senin (24/8/2020).

Beberapa kondisi ini membuat Diaz tergerak untuk mencetuskan Edutania, komunitas literasi untuk anak-anak Yogyakarta dengan senjata khas berupa dongeng.

Baca Juga:Sapardi dan Puisi Pada Suatu Hari Nanti. Selamat Jalan Eyang!

Berpegang teguh pada niatan untuk mendampingin anak-anak mengakses literasi sejak dini, Edutania mantap untuk tidak menarik biaya dalam memberikan pendampingan literasi.

Komunitas Edutania. (Instagram/edutania_channel)
Komunitas Edutania. (Instagram/edutania_channel)

"Kami tidak mengharapkan finansial, kami hanya ingin berbagi agar anak-anak ini dasar literasinya terbentuk," beber Benediktus Febriyanto, Co-Founder Edutania.

Dengan dongeng, dari cerita untuk menemukan cinta

Ketika ditanya mengapa dongeng menjadi hal yang penting untuk anak-anak, Febri menyebut, salah satunya karena ada sisi emosional yang akan didapat, berupa rasa cinta dan perhatian.

Ia mencontohkan bagaimana dongeng erat kaitanya dengan pengalaman masa kecil, yang membuat orang merasa dekat dengan si pendongeng, yang dalam hal ini adalah orang tua atau keluarga.

Baca Juga:Cantik! Gaun Pengantin Disney Hadirkan Nuansa Pernikahan ala Negeri Dongeng

"Ternyata dari dongeng itu kita bisa merasakan perhatian, merasa dicintai. Di situ ada emosional kita, merasakan kedekatan dan kebersamaan kita dengan orang tua," katanya.

"Lewat cerita kita bisa menemukan cinta. Cara mudahnya seperti ini, ketika kita bersama pasangan dan ia tak mau bercerita, apakah kita dapat menemukan rasa cinta? sulit kan?" imbuhnya.

Diaz Radityo (Founder) dan Benediktus Febriyanto (Co-founder) dari Edutania. (Suara.com/Asta)
Diaz Radityo (Founder) dan Benediktus Febriyanto (Co-founder) dari Edutania. (Suara.com/Asta)

Di sisi lain, Diaz mengatakan dongeng dapat berperan dalam tumbuh kembang anak dari sisi melatih fokus dan motorik anak melalui audio dan visual, serta memantik rasa ingin tahu.

Dengan munculnya rasa ingin tahu, sambungnya, daya berpikir dan imajinasi anak akan terus berkembang yang bermanfaat tak hanya untuk kemampuan di sekolah, namun juga berguna dalam membangun karakter. 

Bercerita sejak 2017

Edutania didirikan sejak 2017 lalu. Bersama dengan semua anggota di dalamnya, komunitas ini malang melintang, berkeliling Yogyakarta untuk bercerita guna mengenalkan serunya dunia literasi bagi anak-anak jenjang Paud hingga SMP.

Dalam perjalanannya, Edutania tak hanya hadir untuk institusi sekolah, komunitas ini juga menyambangi panti asuhan, rumah sakit, hingga kantong-kantong tempat belajar, dengan cakupan seluruh Yogyakarta, dan tidak menutup kemungkinan hingga ke luar kota.

"Bentuk literasinya macam-macam, ada dongeng, memberikan pelatihan menulis, hingga media pembelajaran," jelas Diaz.

Untuk menemukan tempat dongeng, Diaz menyebut Edutania punya dua sistem, jemput bola dan kolaborasi.

"Jemput bola semudah kami bertanya kepada teman yang punya anak kecil, apakah di sekolahnya membutuhkan pendampingan literasi atau tidak," imbuhnya.

Selain itu, sambung Febri, Edutania juga menjalin kerjasama dengan komunitas seperti kelompok belajar atau promotor.

Edutania tak sekedar bertemu anak-anak dan berbagi cerita, ada proses panjang yang dilalui sebelum anggota komunitas tampil di atas panggung.

Dijelaskan Diaz, komunitas ini selalu melakukan riset untuk mencari tahu apa yang dibutuhkan oleh para peserta yang akan diberikan pendampingan nanti.

Riset yang dilakukan mencakup umur peserta, latar belakang seperti kawasan tempat tinggal, hingga bahasan yang akan dibawakan sejalan dengan tema acara.

Komunitas ini akan berupaya sebaik mungkin untuk membuat peserta dekat dengan cerita yang disampaikan, sehingga mudah mengambil pembelajaran.

"Saat mendongeng kita pakai peraga, biasanya berupa boneka tangan atau proyektor untuk menarik minat mereka. Tidak menutup kemungkinan anak-anak kami gunakan sebagai media dengan berperan sebagai tokoh, bersama kami," jelas Febri.

Mengangkat tema tentang pendidikan karakter hingga pelajaran sekolah

Cerita yang dibawa oleh Edutania tak melulu soal dongeng klasik, komunitas ini juga mengangkat bahasan-bahasan seperti pendidikan karakter hingga materi pembelajaran di sekolah.

Mengingat dengan tingginya penggunaan gawai di ranah anak-anak, hoaks menjadi salah satu tema pendidikan karakter yang acapkali dibawakan ke panggung.

"Salah satu tema pendidikan karakter ya terkait hoaks itu, kami datang ke TK saat itu dan mendongeng tentang kejujuran, jangan mudah percaya, semua harus di crosscheck," beber Diaz.

Untuk membantu anak lebih memahami pembelajaran, Edutania juga menyiapkan cerita-cerita yang di dalamnya terdapat materi sekolah seperti proses terjadinya hujan, metamorfosis, hingga nama-nama hewan dan bagian tumbuhan.

Komunitas yang terbuka dan Palugada

Sejak awal didirikan, Diaz mengakui bahwa Edutania merupakan komunitas yang sangat terbuka dan fleksibel. Dalam artian, anggotanya tidak terikat.

Anggota Komunitas Edutania. (Suara.com/Asta)
Anggota Komunitas Edutania. (Suara.com/Asta)

Menggunakan sistem volunteer, siapa saja diperbolehkan untuk bergabung dan berperan bersama komunitas ini, kapan saja.

"Walaupun ada anggota tetap, tapi dalam menjalankannya tetap fleksibel, komunitas tidak terikat. Misalnya semua volunteer off, tinggal dua orang, ya tetap jalan. Pokoknya kita bagi tugas," jelas Diaz.

Komunitas yang terbuka dengan sistem berbagi tugas, salah satu volunteer Edutania, Fransiska Gita Advenita, mengaku menjadi tak terbebani ketika berproses di Edutania.

"Bagi waktu dengan kegiatan kuliah tidak terlalu ada masalah yang berarti karena semua sudah dijadwalkan dan dibagi tugasnya di awal," ujar Tata.

Sementara Chatarina Dyah Ayu Pasca, yang juga menjadi volunteer Edutania, mengamini mudahnya bergabung di komunitas ini.

"Awalnya mas Febri sering share kegiatan Edutania di WhatsApp, karena aku tertarik akhirnya ingin gabung, dan langsung gabung saja," kata Chatarina.

Menuju akhir obrolan, Diaz menggarisbawahi salah satu yang membuat Edutania unik adalah semboyan Paludaga yang diterapkan, alias "Apa yang lu mau, gue ada."

"Jadi mau disuruh dongeng gas, mau workshop diminta mengajari media pembelajaran ya gas, mau workshop penulisan juga oke, pokoknya kami gas terus selama berhubungan dengan literasi," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak