SuaraJogja.id - Film pendek KTP, yang mengangkat cerita mengenai diskriminasi terhadap aliran kejawen, viral di Twitter.
Sebuah akun Twitter @potretlawas mengunggah sebuah cuplikan film pendek yang dibuat di Bantul itu dengan caption awal “Dalam film KTP, terselip palu arit saat mbah Karsono kewalahan meladeni petugas kecamatan soal agamanya, Kejawen.”
Tweet yang dibagikan @potretlawas pada Minggu (27/9/2020) tersebut mendapat 2,4 ribu likes, 1,1 ribu retweets, dan 93 komentar.
Akun @potretlawas menyorot pada “palu arit” yang muncul dalam cuplikan video tersebut.
Baca Juga:CEK FAKTA: Benarkah Habib Rizieq Pakai Sorban Bergambar Palu Arit Khas PKI?
Palu arit tersebut muncul pada percakapan antara tokoh Mbah Karsono, Darno, dan perempuan tetangga Mbah Karsono yang bernama Nunung. Ketika Mbah Karsono sedang bercakap-cakap dengan Darno, tiba-tiba muncul tetangga Mbah Karsono yang hendak mengembalikan palu.
“La kok gur palu? [Kok cuma palu]” tanya Mbah Karsono.
Kemudian Nunung menjawab, “Lha nopo malih? [Emang apa lagi?]”
TONTON VIDEONYA DI SINI.
Mbah Karso kemudian menjawab, “Bojomu wingi kae nyilih arit kok [Suamimu kemarin pinjam arit kok].”
Baca Juga:Cek Fakta: Megawati Pidato di Podium Berlogo Palu Arit Didampingi Jokowi?
Palu arit mengingatkan publik pada Tragedi 65, yang kemudian, menurut @potretlawas, kejadian tersebut mengawali berbagai rentetan peristiwa diksriminasi yang dilakukan negara terhadap para penganut Kejawen dan agama lokal lainnya.
“Mau memilih satu agama resmi atau dicap komunis?” tulis akun tersebut, menerangkan bentuk diskriminasi yang ada.
“Peristiwa ini misal tercermin dengan lonjakan jumlah penganut Kristen dan Katolik antara 1965-1970. Contohnya baptisan Gereja Batak Karo Protestan naik dari 35 ribu menjadi 94 ribu. Di Timor umat Kristen tambah 200 ribu. Selagi jemaat Katolik Keuskupan Jakarta dan Semarang berlipat dua,” tambah @potretlawas.
Akun itu mengungkapkan pula bahwa di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, lonjakan jumlah penganut agama Kristen dan Katolik disebut dengan peristiwa panen besar. Orang-orang berduyun-duyun meminta perlindungan hidup dari Yesus. Karena banyaknya orang-orang yang meminta perlindungan tersebut, sampai-sampai pembaptisan dilakukan menggunakan selang air.
Masyarakat yang awalnya menganut kejawen tersebut, lanjut @potretlawas, memilih masuk ke Kristen atau Katolik karena dirasa paling aman dan paling selamat. Namun, masih ada pula penganut Kejawen yang juga masuk agama Islam, Hindu, dan Buddha.
“Cipto awardoyo, umat Buddha Gohonzon kelahiran Cilacap misal, merasuk Buddha sejak 1966 setelah penganut Kejawen di desanya dikumpulkan Pak Lurah dan dianjurkan memilih agama,” tutup @potretlawas.
Tweet dari akun itu mendapat beragam respons dari warganet. Kebanyakan dari mereka mengomentari tentang pesan yang terkandung dalam film tersebut yang tidak banyak disadari oleh penonton.
“@Bernadethaross1 ki film le mbok share biyen kae, jebul ono pesan tersembunyi wkwkwk,” tulis @mamenkhoff
“Udah pernah nnton sih ini fil, tpi baru sadar trrnyata ada pesan yg tersembunyi nya toh di fil ini,” ungkap @zulsense
Selain itu, akun @kimansu juga berkomentar, “Oalah. Baru ngeh.”
Reporter: Dita Alvinasari