UU Cipta Kerja Disahkan, Jatah Libur Per Pekan Jadi Sorotan!

Dalam UU Cipta Kerja, ketentuan hari libur yang tidak boleh kurang dari dua hari setelah lima hari kerja dalam satu pekan dihapus

Rendy Adrikni Sadikin | Novian Ardiansyah
Selasa, 06 Oktober 2020 | 11:50 WIB
UU Cipta Kerja Disahkan, Jatah Libur Per Pekan Jadi Sorotan!
Penampakan anggota DPR di ruang rapat paripurna jelang pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta. (Suara.com/Novian)

SuaraJogja.id - Undang-Undang Cipta Kerja yang baru kemarim disahkan DPR bersama pemerintah masih menuai polemik lantaran sejumlah pasalnya yang dinilai merugikan buruh atau pekerja. Salah satu aturan yang disorot ialah mengenai jatah libur per pekan.

Sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 79 disebutkan, "Masa istirahat mingguan tidak boleh kurang dari 1 (satu) hari setelah 6 (enam) hari kerja atau tidak boleh kurang dari 2 (dua) hari setelah 5 (lima) hari kerja dalam satu minggu".

Namun dalam Undang-Undang Cipta Kerja, ketentuan hari libur yang tidak boleh kurang dari dua hari setelah lima hari kerja dalam satu pekan dihapus. Sehingga ketentuan waktu libur hanya berlaku satu hari untuk enam kerja dalam dalam pekan.

Berikut isi lengkap ketentuan Pasal 79 yang diubah dalam UU Cipta Kerja sehingga berbunyi sebagai berikut:

Baca Juga:Ruhut Nasihati Kader Demokrat yang Dulu Dibesarkannya: Hati-hati, Eling

Pasal 79
(1) Pengusaha wajib memberi:

a. waktu istirahat; dan b. cuti.

(2) Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi:

a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan

b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Baca Juga:Debat Panas, Demokrat Walk Out dari Sidang Pengesahan RUU Cipta Kerja

(3) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

(4) Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

(5) Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini